Rabu, Juni 27, 2012

Pendirian Pesantren dan Kampus INSISTS (Sebuah Catatan Perjalanan Tanggal 24-26 2012 di Purwakarta)

Hari itu hari Jumat tanggal  23 Juni 2012  cuaca begitu bersahabat. Seperti biasanya udara di Semarang cukup panas bahkan hingga menjelang sore hari, panas-nya masih tetap terasa menggigit kulit. Sekitar pukul 16.30 saya dan Amin Suryanto sudah berada di Tembalang. Memang sejak dari pukul 13.00 siang tadi kami melakukan ‘pemburuan’ tiket Bus menuju Tol Cikampek. Alhasil setelah kami mencari-cari di Terminal Sukun, kami tidak mendapatkan bus yang cocok.
 
          Akhirnya kami mencoba turun ke bawah (Sekitar Kota Semarang) tepatnya daerah Krapyak. Tanpa menunda-nunda lagi, kamipun meluncur ke bawah. Setelah sampai di area Tugu Muda kamipun langsung mengambil arah ke Barat menuju Bandara Ahmad Yani dimana jika terus ditelusuri akhirnya kita nanti akan sampai di Krapyak. Kami hanya memiliki waktu setengah hari untuk memesan tiket. Sehingga apa boleh buat kita harus kejar mengejar dengan waktu. Udara yang panas ditambah padatnya kendaraan roda dua dan roda empat semakin membuat emosi meletup-letup dan kepala pening. Sekujur badanpun benar-benar basah oleh keringat. Apalagi arah menuju ke Kalibanteng kecepatan kendaraan yang lalu lalang sangat cepat, sehingga perlu ekstra hati-hati dalam berkendara.

Setelah kami berada di area sekitar Kalibanteng, banyak sekali deretan P.O ataupun calo yang menawarkan jasanya. Tentu saja jasa bus perjalanan. Akhirnya kami menemukan salah satu P.O yang sekiranya bisa memberikan bus kepada kami. Tawar-menawar-pun terjadi, dengan gaya lobinya, Amin Suryanto melakukan tawar-menawar yang cukup sengit dengan seorang perempuan. Dan akhirnya kami mendapatkan harga kesepakatan yakni dari Semarang kea rah Gerbang Tol Cikampek kita dikenai tariff 80 ribu per kepala full AC.

Setelah itu, kami-pun sebagai penanggung jawab pembelian tiket pemberangkatan langsung menghubungi teman-teman dari UNISSULA dan juga guru SD Diponegoro Tembalang yang juga diundang dalam konsolidasi tersebut. Akhirnya merekapun sepakat dan kami mengadakan janjian bahwa pukul 18.00 WIB kita berkumpul. Dan tanpa banyak protes merekapun menyepakati dengan harga bus 80 ribu.

Kami memang benar-benar berkejaran dengan waktu, khususnya Amin. Dia harus menyelesaikan soal DM 3 (Dauroh Marhalah) terlebih dahulu. Karena jika tidak diselesaikan maka tidak ada kesempatan lagi untuk ikut tes pada tahun ini, kecuali tahun depan. Selain itu ternyata dia juga telah mengiyakan untuk mengisi materi Madrasah KAMMI 1 (MK1) Komisariat Peternakan. Sayapun tak habis pikir bagaimana dia akan menyelesaikan pekerjaannya yang bentrok seperti itu. Saat dia mengisi soal, handphone-nya selalu berdering dan berdering. Dan aku baru menyadari bahwa Amin-pun “menyerah” dan memutuskan tidak bisa mengisi materi MK1.

Pukul 17.30 kamipun segera berkemas-kemas membawa perlengkapan yang dibutuhkan. Sisa air mineral, dan jus buah kemasan pemberian para sahabat ketika saya masih dirawat-pun diminta dibawa sebagai bekal perjalanan. Akhirnya sayapun mengiyakan usulan Amin dan membawanya.

Ternyata disaat-saat genting kami belum mendapatkan motor satu lagi. Kami baru mendapatkan satu motor dan satu pengantar. Baru akh Ahmad Eko Prasetyo (FEB 2008) yang bersedia mengantarkan saya ke Krapyak, sedangkan Amin belum mendapatkan orang yang bisa mengantarkannya. Untungnya di Wisma Amin banyak teman-temannya yang memiliki motor. Akhirnya akh Eko dari Fakultas Sains dan Matematik angkatan 2010 bersedia mengantarkan kami. Namun bukan saya yang berbondengan dengan Akh Ahmad Eko Prasetyo, tetapi saya beboncengan dengan Akh Eko yang satunya lagi. Memang dua-duanya bernama Eko.

Adzan-pun berkumandang. Sempat terjadi ketegangan diantara saya dan Akh Ahmad Eko Prasetyo, apakah shalat magrib terlebih dahulu ataukah langsung berangkat. Saya mengusulkan agar langsung berangkat terlebih dahulu saja dan shalat magribnya di Mushola Pom Bensin Krapyak yang lokasinya cukup dekat. Hal ini untuk mengantisipasi keterlambatan yang bisa fatal akibatnya. Akhirnya kita sepakat brangkat terlebih dahulu. Dan saya mendengar ada yang mengusulkan agar shalat di Masjid Pangeran Diponegoro (MPD). Karena suasananya begitu “grasak-grusuk” akhirnya kami langsung saja tancap gas menuju ke Krapyak. Saya berboncengan dengan Akh Eko FSM, sedangkan Amin berboncengan dengan Akh Ahmad Eko Prasetyo FEB. Gas kendaraan pun kami tancap dan kami segera meluncur. Ketika kami berada dekat Masjid Diponegoro kami berpisah lumayan jauh ditambah hari yang sudah gelap sehingga penglihatan saya dan Eko agak kabur. Saya tidak melihat Akh Amin dan Akh Eko didepan. Saya menduga mungkin mereka shalat di MPD. Karena memang adzan sudah lumayan lama berkumandang. Dan ternyata Eko-pun berfikiran demikian, sepertinya akh Amin dan Akh Eko shalat di MPD. Akhirnya kamipun menentukan Shalat di MPD. Namun ternyata kami tidak menemukan kedua orang itu. “Wah mereka tidak zhalat disini ternyata” ucap batin saya. “Ya sudahlah ndak apa-apa kita shalat disini saja, nanti kita menyusul wong brangkatnya saja pukul 19.00 dan pukul 18.00 cuma seruan agar semuanya bisa bekumpul sebelum pukul 19.00”. lagi-lagi bisikan hati saya berkata sebagai obat penenang.

Ternyata yang datang terlambat adalah saya dan Eko. Mas Agus dan Mas Fatur yang rombongan dari UNISSULA dan SD Diponegoro ternyata sudah sampai ditempat. “Aduh bagaimana ini, saya yang memerintahkan kumpul pukul 18.00, malah saya sendiri yang terlambat” ungkapan itu yang selalu terngiang dibenak saya.

Setelah shalat usai, saya dan Eko segera tancap gas menyusul Akh Amin dan Akh Ahmad Eko Prasetyo yang sejak tadi jalan terlebih dahulu. Sepertinya mustahil kami mengejar mereka. Untungnya saya masih ingat rutenya. Akhirnya saya menjadi penunjuk jalan Akh Eko yang benar-benar masih bingung. Dia benar-benar belum pernah pergi ke Kali Banteng. Sehingga ketika saya tanya “ Akh antum tahu jalannya ndak?” dia menjawab “ Gak tahu mas, saya seringnya ke Selatan pas pulang kampung, klo ke utara-utara saya belum tahu” .

Pejalananpun tetap kami teruskan. Pikiran saya saat itu benar-benar khawatir. Khawatir terlambat dan macet diperjalanan. Malam itu jalan raya benar-benar sedang padat. Kami sesekali menyalip diantara kendaraan-kendaraan. Perlahan-lahan kami menuju kearah Kali Banteng, terus mengambil jalur kiri ke-arah Jakarta. Dan ketika di pertigaan saya salah mengambil keputusan. ternyata pertigaan yang kami mengambil arah kiri bukanlah pertigaan yang kami maksud. “Masya Alloh ini bukan pertigaannya, kok jalannya agak sempit begini ya, sepertinya kita salah pertigaan” pikiran saya sudah mulai kalut. Sesekali saya berfikir buruk “waduh ini bisa bahaya jika kesasarnya terlampau jauh, bisa-bisa makan waktu banyak untuk mencari-cari jalan.” Waktu telah menunjukkan pukul 18.35. Saya telah terlampat setengah jam!. Walaupun saya belum mengenal sebagian dari rombongan, tetapi saya seakan-akan membayangkan wajah kecewa para rombongan yang sejak pukul 17.30 sudah ditempat.

Meskipun kami salah jalan, namun untungnya Allah masih menolong kami. Ternyata disetiap pertigaan jalan terdapat penunjuk arah (palng warna hijau) ke Krapyak. Dengan kecepatan rata-rata 40 KM/jam kami terus melaju mengikuti penunjuk arah. Subanallloh akhirnya saya dan Eko menemukan jalan besar yang dimaksud dan sayapun ingat. Hati saya benar-benar lega.

Dengan segala harap-harap cemas akhirnya saya sampai juga ditempat. Ya P.O Sari Mustika. Walaupun Eko lebih beberapa meter, tetapi hati saya benar-benar senang. Akhirnya kita rombongan Semarang bisa kumpul bersama.

Disana saya melihat Amin sedang makan nasi bungkus dan Ahmad Eko Prasetyo yang sedang duduk disampingnya.  Kamipun beberapa saat saling berkenalan dan ngobrol-ngobrol santai. Dan saya baru tahu bahwa yang sejak tadi SMS saya adalah Mas Agus seorang  mahasiswa Pascasarjana UNISSULA.  “Kemana Pak Fatur yang dari SD Diponegoro dan kawannya, kok sejak tadi saya belum melihatnya, bukankah dia sudah sampai ditempat sejak tadi” sayapun bertanya-tanya. “ Pak Fatur nunggu du Rumah Sakit Tugu”. Dalam hati saya bertanya-tanya “mengapa menunggunya di rumah sakit apa sambil menjenguk keluarganya yang sedang sakit?” Akupun tidak terlalu merisaukan. Fokusku hanya satu yakni bisa berangkat dan dapet Bus yang nyaman. 

Biro yang kami percaya sedikit mengecewakan. Sejak pukul 19.00 hingga pukul 20.30 ternyata bus yang kami tumpangi nya belum juga tiba. Sejak tadi saya menyaksikan biro itu sibuk menelepon. Mungkinkah telah terjadi gangguan bus yang kami tunggangi diperjalanan? saya kurang tahu pasti. Yang pasti kami semua semakin jengkel karena harus menunggu lama. Padahal sudah setengah mati kami berjuang agar bisa datang tepat waktu. Bahkan saya-pun sampai belum mandi. Kami sesekali menyampaikan keberatan kepada sang biro. Dan wajah merekapun memang terlihat panik. Bahkan mereka secara terang-terangan menyampaikan kepada kami dengan menyerahkan handphone-nya. “ Ini pak ngobrol langsung sama supirnya ya, klo bapak nganggap saya cuma nagpusi (Berbohong)”. Kamipun akhirnya percaya saja, walau masih ada rasa dongkol di hati.  Akhirnya kami diberikan bus yang lain oleh biro, karena bis awal tidak memungkinkan. Akhirnya kami-pun menerimanya melihat waktu semakin larut malam.

Tidak berapa lama kemudian Bus pun datang, kamipun segera bergegas naik. Biro-pun  ternyata ikut-ikutan naik untuk memastikan ketersediaan kursi bagi kami yang sejak tadi menunggu. Sedangkan Pak fatur juga sejak tadi menunggu di Rumah sakit tugu. Dan syukurlah akhirnya kitapun bisa berkumpul secara lengkap didalam satu bis.

Bus pun melaju dengan cepat. Kami habiskan malam sambil ngobrol-ngobrol. Keadaannya memang sesak. Kami tidak bisa selonjoran dengan nyaman. Kami hanya bisa duduk sembari merebahkan tubuh secara tidak sempurna. Nyaman tidak nyaman kami harus menikmatinya. Dan malampun semakin larut. Desingan kendaraanpun menjadi nyanyian-nyanyian terindah menemani kami memajamkan mata. Kamipun terlelap.
         Mata inipun terbuka. Dan ternyata hari telah berganti menjadi pagi. Saya tidak tahu saat ini sedang berada dimana. Akhirnya saya memberanikan diri bertanya kepada seorang laki-laki yang berada disamping saya. Sedangkan disisi kiri saya ada Amin yang masih tertidur lelap. ” Mas ini sudah sampai mana ya?” dia menjawab “Ini sudah di Cikampek”. “Kira-kira klo menuju Gerbang Tol Cikampek berapa jam lagi y?” dia menjawab “hmmm sekitar 1 jam-an lagi-lah”.

Aku pun langsung menghampiri kondektur yang masih tertidur. “Mas-mas mau tanya gerbang tol Cikampek kira-kira berapa menit lagi?’. Ia pun sedikit terkejut dengan panggilanku. “ Sek sek,, nanti klo dah sampe ta kandani (ingatkan). Akupun langsung balik menuju tempat duduk.

Mentaripun semakin merangkak naik, sinarnya menembus kaca-kaca jendela bus. Tubuhpun semakin menghangat dan bersemangat. “Tol tol… Cikampek” pak kondektur mengingatkan kami yang berada dibelakang bahwa bus sudah hampir sampai di Depan Gerbang Tol Cikampek.

Kamipun segera bangkit dan bergegas menuju pintu keluar. Satu persatu kamipun turun dari bus yang sesak itu. “husss… hembusan udara Purwakarta seperti sedang menyambut kedatangan kita. Udara pagi itu sangat cerah. Langitpun berwarna biru bersih. Mengisyaratkan hari tidak akan hujan. Para kenek angkot meyambut kami dengan menawarkan angkutan dengan khas logat bahassa Sunda yang mendayu-dayu.  “Mau kamana kang” begitu kira-kira. Akupun segera menjawab “ Ini kita mau ke Sadang, klo ke Sadang kearah mana ya Pak?” Dua orang kenek datang, dan yang satu menunjukan arah yang berlainan satu dengan yang lainnya. “Lho gimana pak?” akhirnya salah satu kenek itu meyakinkan kita bahwa arah yang benar itu kesini dan kesini. Kitapun mengikuti penjelasan yang paling meyakinkan.

Tak beberapa lama angkot menuju Perempatan Sadang-pun tiba. Kamipun serombongan naik dan memenuhi seisi angkot itu. Angkotpun meluncur ke arah perempatan Sadang. Sekitar 15 Menit kamipun sampai di perempatan Sadang.

Kemudian kita sepakat menuju masjid terdekat untuk tempat persinggahan sambil menungggu jemputan yang belum juga datang. Nah di Sebelah Selatan kita melihat ada kubah masjid. Dengan segera kita semua menuju arah tersebut.

Perjalanan kearah masjid lumayan jauh. Kami terus masuk ke lorong-lorong kecil menuju masjid. Sekitar sepuluh menit-an kita baru menemukan masjid yang dituju. Ada celetukan dari seorang sahabat “Mungkin karena niat kita cuma ingin singgah dan bersih-nersih saja kali ya yang membuat kita lama ketemu dengan masjid, ayoo lurusin niat dulu, hehehe” begitu celetukannya.
Akhirnya kamipun menemukan masjid setelah berjalan beriringan seperti para eksekutif muda. Masjid yang kita temukan terlihat masih baru. Alhamdulillah, kamar mandinya begitu nyaman.

Kami langsung duduk diberanda, dan sejenak melenturkan tubuh kami yang semalaman duduk dalam posisi yang tidak karu-karuan didalam bus. Masjidnya sungguh nyaman. Namun sayang kita tidak bisa masuk kedalam karena pintu depannya masih terkunci rapat. Segera mungkin kami bersih-bersih diri. Ada yang langsung mandi, wudhu, dan ada juga yang masih duduk-duduk menikmati pemandangan baru itu. Setalah bersih dan berganti pakaian kami langsung melaksanakan shalat duha dan berpose-pose sekedar untuk mengabadikan satu tempat yang telah kami singgahi.

Setelah melakukan aktivitas bersih-besih, shalat, ganti pakaian, dan foto-foto, kami langsung menuju perempatan sadang lagi. Disana menurut keterangan Pak Agus, rombongan dari Semarang sudah ada yang menunggu. Mendengar keterangan dari Pak Agus itu, kami-pun langsung bergegas menuju perempatan. Kami berenam sudah dalam keadaan rapi. Kami berjalan beriringan melewati lorong-lorong sempit pemukiman penduduk. Salah satu penduduk yang melihat kami berpakaian resmi itu langsung bertanya dengan bahasa Indonesia logat sunda “ Ada acara apa mas?” kebetulan si Ibu itu bertanya kepada saya dan sayapun menjawabnya “ ooh ini bu kita mau menghadiri Workshop” singkat saja saya menjawabnya karena sepertinya tidak terlalu penting juga saya menjelaskan secara panjang lebar. Beliaupun hanya menganggukan kepala.

Akhirnya kami sampai diperempatan. Ternyata jemputan dan rombongan yang dari Bandung, Jakarta, Bogor sudah berada disana. Mereka juga baru sampai ditempat. Lalu kamipun segera menyapa satu dengan yang lainnya sambil berkenalan. Sekitar 10 menit-an kamipun menghabiskan waktu untuk ngobrol-ngobrol sejenak menanyakan asal dan aktivitas masing-masing.

Dengan mobil kami diantar menuju lokasi Workshop. Ternyata jalan lokasi Workshop masih cukup jauh. Pak Supir yang mengantarkan kami menerangkan bahwa letak lokasi berada ditempat terpencil yang sangat asri dan jaraknya sekitar 6 KM.
Jalan yang kami lewat memang berliku-liku. Udara Purwakarta masih kami rasakan kesejukkannya. Untungnya jalan yang kami lewati sudah diaspal halus, sehingga perjalanan-pun menuju lokasi cukup lancar. Perjalanan sungguh mengasyikan. Kami pandangi kanan kiri kami banyak sekali pepohonan yang tumbuh. Ya, seperti berada di sekitar hutan.

Setelah puas dalam perjalanan sambil menikmati pemandangan dikanan kiri, Alhamdulillah, akhirnya kami sampai dilokasi. Setelah kami menginjakkan kaki disana kamipun langsung disambut oleh panitia pelaksana, dan kami saling bersalam-salaman. Setelah ngobrol-ngobrol-singkat, kamipun menyadari bahwa lokasi tempat kami berdiri adalah lokasi yang nanti akan didirikan Pesantren INSIST. Luas tanahnya 3 hektar. Tanah tersebut diwakafkan oleh seorang muhsinin. Pak Guntoro namanya. Beliau Merupakan Pemilik PT Raja Sengon yang memiliki tanah sekitar 5000 hektar. Beliau terpanggil dan mewakafkan 3 hektar untuk Pesantren INSIST dan 37 Hektar untuk lokasi pendirian Kampus INSIST. Kedua lokasi itu memang terpisah. Jarak dari Lokasi Pesantren INSIST dan kampus sekitar 4 KM. Pak Guntoro sendiri merupakan alumni UNDIP MIPA (Sekarang FSM) angkatan 1987. Menurut keterangannya, beliau mengambil jurusan Matematika. Tapi entah mengapa saya juga kurang paham mengapa beliau bisa terjun ke Perkebunan.

Pada hari pertama, sejak pukul 09.30 kita saling berkenalan antar sesama tamu undangan. Ada yang dari Lampung, Jambi, Bogor, Bandung, Jakarta, dan Surabaya serta dihadiri Juga dari berbagai kelompok-kelompok studi seperti Gerakan Indonesia Tanpa JIL (ITJ), Club Study Gender (CGS), Kajian Zionisme Internasional dan lain-lain. Konsolidasi itu diawali oleh sambutan Bapak Budi selaku ketua panitia dan sambutan dari berbagai pihak, antara lain; Direktur Eksekutif INSISTS Adnin Armas MA, dan juga sambutan Pak Guntoro. Setelah itu sebagai pembuka konsolidasi, Pak Adnin Armas MA menyampaikan arahan-arahan dan laporan terkait perkembangan INSISTS yang telah menginjak umur 9 tahun, serta mengungkapkan tantangan-tantangan terberat yang dihadapi oleh INSISTS. Pukul 12.00 kami melaksanakan shalat Dzuhur yang dijama dengan shalat Ashar. Kemudian acara dilanjutkan dengan pemaparan-pemaparan terkait rencana pendirian Pesantren dan Kampus INSIST oleh Pak Adnin Armas dan sekitar lokasi Pesantren oleh Pak Guntoro selaku pihak yang mewakafkan hingga pukul 13.30.

Setelah itu, sekitar pukul 14.00 kami melakukan diskusi. Diskusi pertama dibawakan oleh salah satu peneliti sejarah INSIST yakni Pak Tiar Anwar Bahtiar yang dimoderatori oleh Pak Budi. Materi yang disampaikan mengenai “Tokoh-Tokoh Orientalis dan usaha-usaha “Penguasaan Sejarah Indonesia”.

Setelah materi pertama selesai, acara dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi. Pesertapun banyak yang menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai sejarah di Indonesia. Tidak hanya bertanya, merekapun menyampaikan pendapat-pendapatnya. Pada pukul 1530 acara dilanjutkan dengan penyampaian materi kedua oleh Bapak Henry Sholahudin MA. Beliau menyampaikan makalahnya yang berjudul tentang tinjauan historis mengenai Kesetaraan Gender.

Pada malam harinya acara dilanjutkan dengan dialog serta arahan-arahan yang disampaikan oleh Pak Dr. Adian Husaini MA. Beliau menjelaskan perkembangan terbaru Liberalisme di Indonesia dan tantangan-tantangan yang harus kita hadapi. Selain itu beliau juga memberikan petunjuk-petunjuk pelaksanaan didaerah terkait kegiatan-kegiatan yang mungkin bisa dilaksanakan untuk membendung arus liberalisme di Indonesia.

Acara dialog memang di setting tidak sampai larut. Oleh sebab itu acara tersebut hanya berlangsung sekitar 2 jam. Pada pukul 22.00 acarapun selesai dan peserta dipersilahkan untuk ke Villa masing-masing untuk tidur dan mempersiapkan bangun sekitar pukul 03.00 dini hari untuk mendirikan shalat tahajud.

Kami melaksanakan shalat Tahajjud hingga azan subuh berkumandang. Salah satu perserta mengumandangkan adzan. Setelah itu kami melaksanakan shalat subuh berjamaah. Kemudian acara dilanjutkan oleh penyampaian kultum oleh salah satu panitia. Kultum yang disampaikan yakni mengenai perilaku para sahabat terhadap ilmu dan keihlasan dalam beramal.

            Mentaripun terbangun dari tidurnya menandakan hari telah berubah menjadi pagi. Udara pagi terasa sejuk dan kicauan burung terdengar bersahutan. Masih ada waktu sekitar satu jam untuk persiapan dan bersih-bersih. Pukul tujuh kita akan mengadakan survei temat dimana rencana-nya kampus INSIST akan didirikan.

Pesantren dan Kampus INSIST rencananya akan didirikan di Purwakarta. Fungsi Pesantren rencananya adalah tempat untuk menjaring pelajar-pelajar yang akan dimasukan ke Pesantren INSIST. Sehingga seleksinya tidak sembarangan.

            Setelah semuanya rapi, peserta dinaikan ke mobil msing-masing sesuai arahan dari panitia untuk menuju lokasi yang rencananya akan didirikan Kampus INSIST. Lokasi Kampus dengan pesantren sekitar 4 KM.

Para peserta semua diantar dengan mobil menuju Kampus INSIST. Perjalanan menuju Kampus, sangat berliku-liku. Jejeran pohon Sengon, Jati, dan rambutan ada dikanan kiri kami. “Wah lokasi kampusnya ada di pedaleman euy, naik turun bukit” itu kesan dalam hati saya.  Setelah melewati perjalanan panjang sekitar 15-menitan, kamipun sampai disebuah pemukiman penduduk yang terpencil.

Ternyata lokasi Kampusnya masih jauh dari perkampungan penduduk. Akhirnya karena mobil sukar untuk melewati medan menuju kampus, terpaksa-lah harus diparkit di dekat rumah penduduk dan disekitar kebun yang lapang. Kamipun serombongan berjalan kaki melewati jalan kecil yang hanya dimuati satu mobil. Tapi sayang kondisinya masih tanah dan terkadang sangat sempit. Perjalanan menanjak dan menurun. Kaki saya yang sejak awal menggunakan pantofel mulai terasa lecet-lecet. Maklum sebelumnya tidak tahu akan ada acara survei Kampus. Walaupun demikian perjalanan tetap kami teruskan.

Setelah Puas memandang lokasi kampus yang indah. Kamipun serombongan berjalan pulang ke lokasi perkampungan kecil tadi. Ya, mobil tumpangan kami terparkir disana. Kamipun pelan-pelan berjalan pulang sambil membawa cerita dan kesan masing-masing. Jam menunjukan pukul 11.00, itu pertanda bahwa kami harus segera pulang dan menuju lokasi pesantren yang jaraknya sekitar 3 KM. Setelah sampai di Pesantren kami langsung bersih-bersih diri. Dalam penjalanan menuju kampus tadi embun-embun dan tanah merah telah membuat sandal dan sepatu kami penuh dengan tanah. Sehingga perlu untuk dibersihkan.  Adzanpun berkumandang dan shalat Dzuhurpun segera datang. Kami langsung bergegas mengambil air wudhu dan shalat berjamaah (Jama) di qashar. Kemudian acara dilanjutkan dengan makan-makan dan istirahat.

Pada hari terakhir ini kami harus mengikuti beberapa acara lagi yakni penyampaian materi yang akan disampaikan oleh Dr. Syamsudin Arif tentang pandangan-pandangan orientalis mengenai hukum  Islam. Dan seperti biasa setelah materi disampaikan antusiasme peserta tak terlihat surut. Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut para peserta. Tidak hanya pertanyaan saja  namun juga tanggapan-tanggapan terkait inti dari materi yang disampaikan. Setelah itu langsung disambung dengan penyampaian materi yang akan disampaikan oleh Nirwan Syafrin tentang budaya Ilmu.  Dengan pembawaannya yang khas dan suara yang keras (logat batak) pak Nirwan seolah-olah membangunkan kita dari “tidur” sehingga semua peserta terlihat bersemangat. Tidak hanya bersemangat canda-an Pak Nirwan yang segar sesekali menyisipkan obrolan-obrolan humor ditengah-tengah peserta.

Materi yang disampaikan Dr Syamsuddin Arif dan Nirwan Syafrin MA adalah materi terakhir dari srangkaian materi Workshop. Hal itu menandakan bahwa kami  harus segera pulang. Pada detik-detik terakhir panitia sekali lagi memberikan semngat kepada seluruh rombongan diberbagai daerah untuk selalu istiqomah dan bersemangat dalam melawan kemungkaran.

Sekitar pukul 16.30 acarapun selesai dan panitia meminta seluruh rombongan untuk bersiap-siap karena mobil penjemput akan segera mengantar ke terminal-terminal. Peringatan ini khusus bagi perserta-peserta yang jauh seperti peserta dari Lampung, Jambi, Jakarta, Semarang dan Surabaya. Sebelumnya panitia telah membelikan tiket diterminal terdekat. Sehingga para peserta bisa langsung menunggu bus.

Kamipun diantar hingga sampai terminal. Dan setelah berada diterminal kami langsung menayakan perihal bus yang kami naiki. Sesuatu yang tidak kami inginpun terjadi. Bus yang kami pesani ternyata sudah jalan terlebih dahulu. “Kok bisa, bukannya kami sudah dipesankan tiket, kenapa bisa sampai ketinggalan bus?” batin saya bertanya-tanya. Ternyata hal serupa-pun dialami oleh rombongan dari Surabaya. Usut punya usut ternyata panitia telah terlambat memperingatkan kami agar segera ke Terminal. Memang panitia telah memesankan tiket, tetapi tiket itu adalah tiket untuk pemberangkatan pada pukul 17.00 sedangkan kami sampai di Terminal pukul 17.30 berarti kami terlambat tiga puluh menit.

Akhirnya rombongan dari Semarang dan Surabaya mencoba melobi biro yang menangani masalah tiket. Alhamdulillah teman yang dari Surabaya telah terselesaikan masalahnya dan mendapatkan bus pengganti yang baru saja sampai dan kosong. Sedangkan teman-teman dari Semarang masih melakukan lobi agar bisa mendapatkan bus pengganti. Setelah beberapa lama melakukan tawar-menawar dengan biro akhirnya kitapun mendapatkan bus pengganti yang berangkatnya pukul 20.00. “Ya, tak apalah asal kami bisa pulang ke Semarang” batin saya.

Akhirnya kita menunggu di Terminal sejak adzan berkumandang hingga adzan Isya. waktu luang tersebut kami gunakan untuk shalat Isya bergantian dan sambil membaca-baca buku yang diberikan panitia tadi kepada masing-masing peserta. Ya, ditangan saya ada buku “Rihlah Ilmiah” karangan Wan Mohd Nor Wan Daud. Sebuah buku perjalanan intelektual seseorang dari satu guru ke guru  yang lain serta memiliki pemikiran yang berbeda. namun yang mengagumkanya pengarangnya menjadi salah seorang ilmuan hebat yang memperjuangkan Islamisasi Ilmu dan pengetahuan.

Akhirnya setelah sekian lama menunggu. Bus yang kami nanti-nantikan sejak magrib-pun datang juga. Senang rasanya hati ini. Akhirnya bisa pulang juga ke Semarang. Dan tanpa berlama-lama lagi kami langsung naik kedalam bus dan menempatkan dikursi masing-masing. Tak jauh berbeda ketika kami berangkat dari Terminal Krapyak Semarang, kursi bus yang kami naiki begitu sesak. Apapun keadaannya kami tetap menempati kursi itu. Tubuhpun seakan-akan terasa remuk setelah mengikuti aktifitas “befikir” selama dua hari. Karena memang kami selalu diajak berdiskusi tentang sejarah, gender dan teori-teori barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Kamipun menikmati perjalanan. Dan saya pun tak sadar telah memejamkan mata. Dan saya tidak tahu dengan teman-teman yang lainnya apakah mereka juga kelelahan dan bisa memejamkan mata atau tidak? saya tidak tahu.

Di-dalam bus, mata saya terkadang terjaga dan terkadang tertidur. Dan dikala terjaga saya hanya menyaksikan pemadangan jalan raya dan hiruk pikuk kios-kios yang berjejer di pinggir jalan. Sayapun kembali terlelap dan tidur.

Tiba-tiba saja saya dibangunkan oleh suara yang riuh sekali. Oh ternyata kami sudah sampai dirumah makan. Saya melihat rumah makan itu adalah rumah makan yang disediakan oleh biro-biro perjalanan untuk makan penumpang. Dan kebetulan kami makan prasmanan di temat khusus bagi penumpang bus Lorena. Lauk-pauk yang kami makan cukup sederhana. Hanya terdiri dari Nasi, bihun, dan telor bulat. Perut saya yang sejak tadi laparpun segera mengantri dan langsung mengambil piring.

Setelah perut kami terisi penuh, kami menunggu beberapa saat. Bus-pun masih terparkir didepan rumah makan. Kamipun menghabiskan waktu untuk saling ngobrol-ngobrol satu dengan yang lainnya untuk menghilangkan jenuh.

Sekitar sepuluh menit kami menunggu aba-aba dari kondektur, akhirnya kamipun langsung naik ke dalam bus. Ngobrol-ngobrolpun berpindah, yang tadinya ngobrol didalam rumah makan berpindah tempat menjadi didalam bus. Insting kami mengatakan memang ngobrol diatas bus lebih nyaman dari pada dirumah makan. Lagipula sebentar lagi sepertinya bus akan segera berangkat sehingga alangkah lebih baik kita ngobrol didalam bus saja. Dan bus pus segera meluncur.

Kami sudah berada di Jawa Tengah. Ya, karena kami melihat nama-nama tempat yang tidak asing lagi adalah tempat yang berlokasi di Jawa Tengah khususnya Kabupaten Kendal. Disekitar daerah Kendal waktu subuh bus berhenti. Ternyata bus berhenti disebuah terminal. Kamipun turun langsung turun dan melihat-lihat keluar sambil bersih-bersih diri. Ada yang shalat, mencari kamar mandi dan sebagainya.

Apakah mungkin karena efek perjalanan jauh serasa perut ini tidak karuan, saya merasa mulas, dan badan terasa linu semua. Sepertinya saya masuk angin. Sayapun bergegas menuju toilet. Ternyata sungguh-sungguh mengerikan. Antrean tolilet begitu panjang. Saya benar-benar merasa kecewa. Mengapa pemerintah daerah dan juga pengelola terminal menyediakan kamar mandi yang begitu minim? padahal keberadaanya sangat-sangat vital?. Akhirnya saya mencari-cari toilet yang lain, ternyata kondisinya sama. Sabar tidak sabar sayapun menunggu. Dan Alhamdulillah sayapun bisa masuk kekamar mandi.

Kemudian kami melaksanakan ibadah shalat subuh. Luarbiasa jamaah shalat subuh di Terminal begitu banyak. Ada anak-anak, ibu-ibu, para gadis dan orang tua berkumpul menjadi satu. Setelah shalat subuh dilaksanakan ternyata bus belum juga berangkat. Mungkin sang kondektur mengkondisikan agar semuanya selesai terlebih dahulu, jangan sampai ada yang tertinggal atau masih melakukan aktivitas. Kamipun sambil menunggu menghabiskan waktu dengan memandangi hiruk pikuk dilokasi dan sesekali ngobrol dan bercanda.

Alhhamdulillah setelah lama menunggu didalam bus, akhirnya kami berada didaerah sekitar Krapyak. Sebuah tempat yang tidak asing bagi kami. Bus-pun terus melaju cepat. Dan satu persatu dari kami meminta diturunkan oleh Kondektur. Yang pertama adalah Pak Agus yang meminta diturunkan didaerah sekitar IAIN Wali Songo. Ternyata disana telah ada yang menjemputnya. Sebelum turun beliaupun menyapa kami. Kemudian Pak Fatur dan temannya juga meminta untuk diturunkan di Rumah Sakit Tugu. Saya lagi-lagi ingin sekali bertanya mengapa mereka meminta diturunkan di rumah sakit lagi?

Akhirnya didalam bus hanya ada saya dan Amin. Amin sesekali tertidur dan sesekali bangun. Mungkin ia merasa kelelahan, sehingga ia mengalami kantuk dipagi hari. Saya-pun juga demikian. Ingin rasanya tidur. Awalnya saya dan Amin ingin berhenti di perempatan depan Museum Ronggowarsito saja, namun ternyata sang kenek mengingatkan bahwa kita tidak menuju kearah situ. Akhirnya kami buru-buru meminta kondektur memberhentikan kami didepan kampus STIKOM (STEKOM?) Sekolah Tinggi Ilmu Komputer.

Kaki inipun akhirnya menginjakkan lagi bumi Semarang. Kamipun berjalan sejenak sambil mencari-cari bus kearah Tembalang. Amin yang belum pernah naik dari situ ingin memastikan dengan bertanya kepada salah seorang inu-ibu yang juga sedang menunggu bus. Dan si ibu itu menerangkan bahwa memang ada bus kearah Tembalang. Si Ibu menyarankan agar “di tunggu saja sebentar, nanti juga lewat busnya” begitu katanya.

Dan benar, bus pun datang terlihat dipapan nama dekat kaca depan bertuliskan jurusan UNDIP dan Bumi Kencana. Dan saya menyimpulkan ini bus yang tepat. Sedangkan Amin sepertinya tidak tahu, dan tidak ingin memberhentikan. Dan saya akhirnya yang memberhentikan bus. Kami berduapun menaiki bus tersebut dan duduk diposisi paling belakang. Bus terus melaju melewati tempat demi tempat yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Bundaran Simpang lima terlihat masih lengang.

Amin masih tertidur pulas. Bus terus melaju hingga melewati daerah Gombel yang menanjak itu. Terdengar bus meraung kencang membawa beban yang cukup berat. Sesekali supir memindahkan gigi agar bus bisa tetap melaju kecang dijalan yang menanjak. Akhirya kita sampai di Patung kuda. Aminpun sudah bangun. Suasana di Ngesrep telah menampakkan kegairahannya. Mobil-mobil kuning yang biasanya beroprasi ke Kampus UNDIP atau juga kearah jalan Banjarsari  sudah mulai berseliweran menjemput penumpang-penumpang yang juga sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Dan Akhirnya kita sampai di Gang Tunjung Sari. Saya sengaja berhenti di Gang Tunjungsari bukan di Gang yang sebelumnya yakni Gang Gayamsari. Saya ingin mampir sejenak kekontrakannya Amin, juga sambil mencari sarapan pagi. Segala puji bagi Allah akhirnya kami sampai di kontrakan Amin. Sayapun duduk-duduk sambil membuka dan memandangi buku yang dihadiahkan kepada saya di dalam kontrakan Amin. ya, buku “Rihlah Ilmiah” yang saya dapatkan waktu Workshop di Purwakarta. Selesai.

Semarang, 28 Juni 2012
Anton





Senin, Juni 25, 2012

Aku ditanggal 19…

Hari itu adalah hari berbahagia bagi “mantan” Murrobi saya. Ya, Tanggal 19 Mei 2012 mereka melangsungkan pernikahan. Sungguh hati inipun berbahagia, semoga Allah senantiasa memberkahi mereka berdua. Dan hari inipun merupakah hari yang penting bagi saya. Pukul 09.00 sidang makalah Dauroh Marhalah (DM2) juga dilaksanakan di TK Mutiara Hati daerah Patemon. Saya harus memutar otak bagaimana caranya agar saya bisa menyaksikan akad nikah tersebut dan juga bisa datang sidang makalah pukul 09.00 tepat waktu?. Akad akan dimulai pukul 07.30 sesuai dengan keterangan dalam undangan. Weakness saya sungguh nyata. Saya belum memiliki kedaraan. Untungnya pada hari sebelumnya saya telah menghubungi beberapa kawan Rumah Prestasi Indonesia dan juga beberapa Kawan lain non Pembina agar bisa berangkat bersama-sama ke walimahan murrobbi saya tersebut. Hasilnya belum memuaskan. Semua kawan yang saya hubungi tidak bisa berangkat pada pagi hari. Mereka inginnya disiang hari saat resepsinya saja. Hanya aku, Akh Farichin (Fakultas Peternakan dan Pertanian 2008) dan Isna (Fakultas Peternakan dan Pertanian 2008) yang bisa berangkat pagi. Sedangkan saya dan akh Farichin sama-sama belum memiliki kendaraan. Isna yang memiliki kendaraan juga masih belum pasti bisa berangkat pagi, karena harus mengikuti program acara Indonesia menghafal di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Bagaimana esok pagi? masih tanda-tanya.
Malampun berlalu beralih seketika menjadi pagi. Jam menunjukan pukul 07.00 pagi. Hari itu masih diliputi tanda-tanya, harus dengan apa kami berangkat kebawah? tok.tok..tok Assalaamu’alaikum, terdengar suara seorang laki-laki mengetok pintu seraya mengucapkan salam. Pintupun aku buka. Oh ternyata Akh Afif. ‘Sorry Ton Hape ane rusak  ntar jadi berangkat, nte ntar ke tempat akh Farichin dulu, nanti setelah itu langsung ke Wisma ane ya” aku-pun menjawabnya ‘Oke-Oke, eh Akh Isna belum pasti bisa berangkat, kita kurang motor, tapi kata Akh Farichin klo Isna ndak bisa bareng dia bisa ngajak adek wisma naek motor” akh Afif Menjawab ““Oke Ton Ane pulang dulu yaa.. Ane belom mandi hehehe,, ntar antum ke Wisma ane dulu yaa…” Ucap Afif sambil cengar cengir. Saya-pun menjawab ‘Siiip”.
Kamipun meluncur ke bawah. Saya berboncengan dengan Afif, sedangkan Akh Farichin berboncengan dengan Trianto (Fakultas Peternakan dan Pertanian 2010). Kami mencari-cari alamat sang manten. Kami salah masuk gang, akhirnya muter-muter seperti helikopter mencari landasan. Kami melihat janur kuning melengkung di Balai Kelurahan. Dengan segera kami hampiri Balai Kelurahan itu, dan masuk kedalamnya. Ternyata masih sepi. “Waduh kok sepi yaa.. Mungkin masih akad” kitapun menyusuri alamat sang manten. Alhamdulillah akhirnya kita menemukan alamatnya. Di depan rumah terlihat kendaraan roda 2 dan roda 4 terparkir disana.
“Aminnn.. Amiin.. Amiiin”
Ternyata akad sudah selesai, tinggal pembacaan doa. Kami terlambat. Tetapi kami terus berjalan masuk. Di kursi paling depan kami melihat Mas Imron dengan Istrinya. Saya benar-benar merasa canggung. “Masak Kondangan Bawa Tas?”. Ya, saya memang sengaja membawa tas, karena supaya langsung pergi ke daerah Patemon untuk mengikuti sidang makalah DM2. Di dalam tas itu berisi makalah dan buku catatan.
Kamipun duduk dikursi yang masih kosong. Bergabung dengan Wajah-wajah pengurus Rumah Prestasi Indonesia (RPI) lainnya. Salah satunya adalah Mas Asep Furqon. Ketika kami berkumpul disana. Kami terlibat percandaan-percandaan tengil ala Jomblo Terhormat. Di tambah reaksi spontanitas akh Afif yang mengundang tawa kita semua.
Jadi kasusnya begini. Tuan rumah memberikan sangu kepada salah seorang sahabat kami. Dia memang “Spesialis Tilawah”. Sahabat kami itu posisinya berada didepan Akh Afif. Ketika Amplop itu diberikan dengan cara bersalaman. Tiba-tiba Akh Afif mengeluarkan suara “Alhamdulillaaaahhh” padahal yang menerima amplop adalah sahabat kami. Mas Asep yang berada disamping Akh Afif langsung menengur sambil tertawa. “Lhooo kok antum yang alhamdulillaah… Sontak sahabat-sahabat RPI yang ada didepannya tertawa.
Akhirnya serangkaian doa pun selesai. Kami berniat untuk berfoto-foto. “Klo udah Foto-foto kita langsung pulang ya akh…” saya mengingatkan akh Afif. Akhirnya kita masuk keruangan tengah dimana sang manten sedang berfoto-foto dengan kerabat-kerabat dekat. Kitapun menunggu dengan harapan bisa mendapat giliran berfoto-foto dengan sang manten. Namun sayang seribu sayang kami kehabisan waktu. MC telah mewanti-wanti sang manten agar segera berganti pakaian karena acara akan dilanjutkan di Gedung Resepsi. Sang manten pun masuk kedalam untuk berganti pakaian. Akhirnya acara foto-foto gagal. Akhirnya kita bingung mau ngapain didalam. “Ya udah antum aja akh yang duduk disitu berdua” Kata Akh Asep sambil ketawa-ketawa. Akhirnya Akh Afif nekat duduk dikursi sang manten yang baru saja ditinggalkan untuk berganti pakaian sambil duduk minta di foto.
Akhirnya kamipun berindah ke gedung resepsi yang tadi pagi kita datangi namun suasananya masih kosong tak berpenghuni. Kami menunggu beberapa saat, sang manten belum jga muncul. Aku panic. Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 aku sudah terlambat sidang makalah satu jam! “bagaimana ini aku belum sempat foto-foto dengan sang manten”?. Kemudian ketika aku ingin beranjak pulang, Isna-pun datang ke tempat, dan menjelaskan bahwa dia tidak bisa berangka pagi karena menemani keluarganya mengikuti program Indonesia menghafal di MAJT dan hingga saat ini belum selesai katanya. Ya sudah akhirnya memang aku harus memilih. Aku langsung berdiplomasi dengan akh Trianto yang sejak tadi juga sudah panic karena pukul 11.00 ada agenda kekampus. Alhamdulillah akhirnya aku ada teman yang bisa mengajakku pulang kearah Jatingaleh. Aku dan Trianto meminta ijin dengan sahabat-sahabat bahwa kami akan pulang terlebih dahulu.
Kamipun segera menuju kearah Banyumanik lewat kota. Akhirnya sampai juga didaerah Jatingaleh. Ketika motor kami melewati jembatan Yon Arhanudse, aku berbisik kepada Trianto “Akh ane diturunkan didepan Gedung PLN aja ya?” “Oke Mas” Jawab Trianto tidak banyak komentar. Akupun turun dari motor sambil menepuk pundaknya seraya mengatakan “Makasih banyak ya Akh.. ati-ati…” Trainto-pun menjawab “iya mas?’
Akupun ditinggalkan sendiri. Aku terus berjalan kearah kumpulan mobil angkot kuning itu. Ada beberapa angkot “mangkrak” disana. Entah pada kemana supirnya. Apakah sedang makan ataukah sedang tidur siang?. “Ini kearah Unnes Pak”? “Iya-iya” terlihat sang supir menganggukkan kepala.
Aku jengkel dengan supir angkot itu yang menghabiskan waktuku bermenit-menit menunggu penumpang. Begitupun wajah-wajah penumpang lain yang juga sedang menunggu. Waktu telah menunjukan pukul 11.00 artinya aku telah terlambat 2 jam. Dalam hati aku berdoa semoga acara sidang masih berlangsung. Aku mengeluarkan makalah yang telah aku buat semalaman. Makalah itu aku beri judul “ Rekayasa Sosial”. Sejujurnya makalah itu hanyalah kumpulan kutipan-kutipan dari buku Jalaludin Rakhmat. Aku lupa judul lengkapnya. Akupun membolak-balikan halaman demi halaman agar nanti ketika waktu sidang makalah, aku sudah memiliki gambaran apa-apa saja poin-poin yang akan aku paparkan.
Akhirnya angkot itu bergerak juga. Pelan-pelan tapi pasti menuju daerah Patemon Gunung Pati. Angkot itu dengan segenap tenaga menaklukan jalan yang naik turun itu. Ku lihat kanan kiri masih banyak pepohonan rindang, sekolah-sekolah, kampus-kampus Swasta seperti UNIKA (Universitas Katolik Sogiapranata), Untag (Universitas Tujuh Belas Agustus dan lain-lain. Sempat saya bertanya-tanya mengapa ya banyak kampus dibangun secara berdekatan dilokasi ini secara berdekatan?.
Akhirnya aku melewati kampus Unnes (Universitas Negeri Semarang). Angkot terus melaju. Khawatir tempat yang aku tuju terlewatkan. Akupun memberanikan diri bertanya kepada salah seorang penumpang ibu-ibu yang ada didalam angkot. Dengan bahasa Indonesia aku mencoba bertanya “Bu Klo daerah Patemon sebelah mana ya bu, tepatnya Klinik dr. Ita?” si Ibu menjawab “Itu daerah saya mas didepan, sebentar lagi juga sampai kok”. Alhamdulilallah akhirnya saya menemukan orang yang pas.
Karena kata si ibu lokasinya sudah dekat, sakupun mempersiapkan ongkos untuk dibayarkan ke pak supir. Namun ternyata aku hanya mempunyai selembar uang 50 ribu dikantong alias tidak membawa uang receh. Dalam hati saya bergumam “Ada tidak ya kembaliannya klo gua kasih uang 50 ribuan?”. Akhirnya tanpa pikir panjang, aku menyapa bapak-bapak yang ada disampingku. Ia seperti pedangang yang baru pulang dari pasar karena membawa barang-barang ringan yang dimasukan dalam karung. “Nun sewu Pak, Bapak ada uang receh, saya boleh nukar uang pak”? Aku sambil menunjukan uang 50 ribu. “Waduh Ndak punya mas… ya sudah pake uang saya saja”. Ia sambil mengeluarkan uang sebanyak 6 ribu rupiah. Aku semakin tidak enak hati. “Wah makasih banyak pak, jadi bapak yang bayarin, hehehe..” “ndak apa-apa”.
“Ni Mas uangnya saya titipin sama Mas aja, soalnya saya mau turun didepan”  Bapak itu menyerahkan uang pecahan lima ribuan dan seribu kepada saya. “Kiri Paaak” si Bapak meminta supir berhenti. Angkotpun lalu berhenti. kemudian Si Bapak menjelaskan bahwa uangnya berdua denganku. Kemudian dari balik kaca bapak yang namanya tidakku kenal itu tersenyum dan menganggukkan kepala, sebagaimana umumnya tradisi ketika bertemu dan berpisah.
Sikap itu membuatku berfikir beberapa saat. “Subhanalloh baik nian hati bapak itu, padahal hanya beberapa menit saja bertemu tetapi telah memberikan kesan yang luarbiasa. Dia membayarkan ongkos kepada orang yang tidak dikenalnya sekalipun, Indonesia memang masih cantik”.
Akhirnya saya sampai didepan TK Mutiara hati. Tetapi suasananya masih sangat sepi. “Kok tidak ada orang sama sekali disini, apa aku yang salah lokasi”?. Aku menunggu berberapa saat dalam kebingungan, Kebetulan posisiku berada disebrang jalan. Aku duduk kursi panjang yang terbuat dari plesteran semen.
Kemudian beberapa saat kemudian ada dua orang akhwat berhenti didepan TK yang sepertinya sama-sama sedang mencari tempat yang sama. Ia berhenti beberapa saat, sambil mengeluarkan hape. Entah siapa yang dia hubungi.
Akupun memberanikan diri menghampirinya dan menyapanya. “Mbak. mau seleksi DM2 yaa..? iapun menjawab “iyaa, Mas Ikut DM2 juga?” akupun menajwab “Iya. tapi kok gak ada orang yaa?” diapun menjawab “ndak tahu juga niiih”.
Mereka akhirnya seperti mendapat petunjuk. Dengan segera membalikan arah motornya kemudian menyapa saya “Mas tempatnya Masuk kedalam pertigaan itu (sambil menunjukan jarinya ke arah pertigaan). Karena ia menggunakan motor sedangkan kau tidak, akhirnya aku mengikutinya dibelakang. Tempatnya memang masuk kedalam. Setelah masuk kedalam aku berhenti disalah satu pertigaan seraya melihat kearah deretan parkiran motor itu. “Apakah itu tempatnya”? gumamku dalam batin.
Alhamdulillah akhirnya ketemu juga tempatnya. Ternyata TK Mutuara Hati ada juga yang bertempat didalam gang. Disana aku melihat deretan penguji calon peserta DM dua. Ketua KAMMI Daerahpun hadir disana Mas Galih Pramilu Bhakti. Ketika sampai ditempat saya ditanya. “Antum isi dulu absennya,” salah seorag akhwat mengarahkan. “Bagi yang telat nanti ada iqob menghafal surat Al-Kahfi ayat 1-10”. Aku mencoba berdiplomasi “Mbak, kan tadi pagi ane dah ijin telat, karena menghadiri Walimahan Murobbi saya dulu..”. Aku lupa jawaban pastinya. Intinya aku tetap mendapat iqob hafalan. Kemudian beliau memberi tahuku untuk ikut tes dikelopok 5. Saya masuk keruangan tes bagi kelompok lima. Wow.. peserta ikhwannya hanya aku dan sisanya kaum hawa semua. Disana terlihat “Introgasi” Tim penguji terhadap salah satu perserta. “Negara Islam yang kamu inginkan itu yang seperti apa?”. Peserta yang mendapatkan pertanyaan itu terlihat kerepotan menjelaskan argument-argumennya.
Akhirnya dengan segala argumennya peserta itu rampung juga menjelaskan apa yang tertulis dalam makalahnya. Sekarang giliranku untuk menyampaikan makalah. Tim “Introgasi” berubah formatnya. Tim awal terdiri dari Mbak Afsi (Pekom KAMMDA) dan Mas Eko (?) berubah digantikan oleh Mas Luqman. “Wah repot nih klo dia yang ngintrogasi” dalam hati sempat berbicara. Eh ternyata benar adanya setelah aku selesai memaparkan makalah. Beliau bertanya segala hal terkait makalah yang saya tulis. Mulai dari apakah Rekayasa Sosial itu bisa dilakukan tanpa didasari Ideologi? saya menjawab “tidak bisa karena syarat Rekayasa Sosial itu harus memiliki Ideologi sebagai landasan. Berusaha menjadi sok ilmiah saya mengutip pendapat Weber bahwa Rekayasa sosial itu terjadi karena beberapa faktor antara lain Ide/pandangan. pengaruh tokoh-tokoh besar dan gerakan LSM. Intinya Mboh-lah aku juga bingung. Karena sedikit terjadi perdebatan seru akhirnya Tim introgasi awal ikut-ikutan masuk menyaksikan keramaian yang ada didalam. Bahkan ikut-ikutan pula “menyumbang” pertanyaan. Padahal peserta yang lain keliatan udah gak sabaran pengen pulang. Sidang Makalahpun selesai dengan masih menyimpan sisa-sisa diskusi yang membuat kepala sedikit panas, saya diminta oleh panitia untuk memperbaiki makalah yang telah saya buat.  klo dipikir-pikir Hari itu adalah hari yang aneh, paginya menghadiri walimahan dengan segala keindahannya walaupun belum sempat berpose dengan sang manten, namun disiang harinya langsung disambut dengan sedikit “perdebatan intelektual” yang mengawang-awang.
Semarang 30 Mei 2012

Kamis, Juni 21, 2012

Pelangi di DPU DT Semarang


Satu tahun cepat sekali berlalu bahkan sekejap. Serasa hanya dalam satu kali tarikan nafas semuanya dipersilih gantikan oleh Ke-Maha-besaran Allah. Padahal ingatan ini masih begitu lekat memotret momen koordinasi perdana pada hari Jumat 23 Maret 2011 tahun lalu pukul 15.30. Langit senja waktu itu seakan tidak bisa dipaksa untuk tegar. Hujan deras mengiringi setiap langkah perjalanan saya dari Tembalang hingga ke Kantor DPU DT Semarang. Jarak antara jalan raya hingga kantor cukup untuk membasahi sekujur badan. Meriang menjadi sebuah konsekuensi yang harus saya terima. Tetapi koordinasi terus berlanjut. Dan sepuluh sahabat baru pun sudah siap diruangan menerima wejangan dari Pembina Beasiswa Mandiri (BesMan). Tempat ini begitu asing bagi saya dan juga orang-orang yang ada didalamnya. Rasa asing itu pun tidak berlama-lama menggelayut dalam benak saya karena wajah-wajah ramah segera menyapa dengan penuh persaudaraan. Masih teringat saat-saat kami diantar untuk mengikuti Latihan Dasar (Latsar) di Bandung. Kami bersepuluh diantar oleh Pak Mustaqim untuk mengikuti pelatihan. Disana kami dilatih untuk berdisiplin, rela berkorban dan memahami makna ikhlas dan Tauhid. Beliau dengan setia menemani kami dalam setiap rangkaian pelatihan dari awal hingga kami kembali ke Semarang.
Suasana kantor DPU DT Semarang yang begitu asri memberikan kesan tersendiri bagi saya. Rindangnya pohon mangga, al-pukat, rambutan, dan pohon-pohon lainya semakin memberi kesejukan yang tidak akan mampu diwakilkan dengan kata. Banyak kenangan indah di DPU DT yang begitu bermakna. DPU DT mengajarkan kepada saya arti perjuangan, pengorbanan, kedisiplinan, kerapihan dan keihlasan. Rasanya selalu ada hal yang berbeda ketika saya berada di kantor dalam rangka mengerjakan tugas maupun hanya sekedar ‘mampir’. Saya merasa bangga sekali bisa diikutsertakan dalam setiap kegiatan meski masih belum mampu berbuat banyak di DPU DT. Saya merasa terhormat sebagai seorang muslim meski hanya merapihkan sandal-sandal para jamaah yang berserakan dilantai disaat mengkuti kajian rutin.
Masih terngiang merdu suara Pak Wahyu dengan logat khas Cilacapnya ketika mengumandangkan kata “Iqobnya monggo dilaporkan ke Ukhti Dewi bagi yang datang terlambat!” dalam setiap momen koordinasi. Dan masih banyak kejadian-kejadian lucu bersama sahabat-sahabat BesMan dan seluruh karyawan DPU DT yang tentunya tidak cukup dikisahkan hanya dalam satu lembar ini. Dan saya menjadi sadar bahwa betemunya kita dalam wadah DPU DT ini tidak terlepas dari campur tangan Allah. Mungkin sahabat-sahabat  BesMan pada awalnya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa akan dipertemukan. Saya dipertemukan sahabat-sahabat dengan karakter yang beragam dan dari berbagai daerah. Tentunya suka duka selama satu tahun pernah kami rasakan. Dan saya yakin teman-teman juga merasakan hal yang sama, dikala  “panggilan  tugas” DPU DT tidak bisa berkompromi dengan aktivitas kampus, kami  dengan segenap tenaga “memutar otak”agar bisa membagi waktu. Dan atas dasar cintalah akhirnya semua persoalan itu bisa kami selesaikan dalam bingkai ukhuwah. Dan saya merasakan nilai-nilai kekeluargaan, persaudaraan, penghargaan, pengertian, telah terbangun indah disini yang jarang saya temukan. Seluruh karyawan DPU DT telah menjadi sahabat yang begitu indah. Dan saya merasakan bahwa Allah-lah yang mempersatukan kami dengan anugrah yang tak ternilai yakni dengan hati yang selalu berusaha membersihkan diri kepada Allah.
Semoga Allah selalu membersihkan hati kita dalam menjalin ukhuwah Islamiyah. Saya teringat nasehat dari seorang sahabat “Bahwa nikmatnya ukhuwah itu hanya bisa dirasakan ketika kita menjadikan Allah sebagai tujuan bersama. Bahwa tidak ada motif paling luhur pada niat yang tersembunyi didalam hati, melainkan ketika kita hanya berharap agar Allah ganjarkan pada setiap amal kita dengan rahmat-Nya berupa syurga. Dan tidak ada keniscayaan bahwa Allah hapuskan segala dosa dan digantikannya dengan catatan pahala disisi-Nya. Saudaraku seiman, mari mencintai Allah, agar kita juga kelak bertemu di Syurga. Lalu saat itu kita mengingat-ingat lagi ragam kasih sayang Allah ketika di dunia, tempat dimana kita semua merajut cinta atas nama Allah.” Semoga DPU DT selalu memberikan kemanfaatan bagi umat.
Kudus, 15  Februari 2012