Kamis, November 29, 2012

Ajari Aku Keteladanan

Suatu ketika saya pernah mengikuti sebuah forum pelatihan yang diadakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim (KAMMI) Daerah Semarang. Materi yang disampaikan waktu itu mengenai sekitar membangun Jawa Tengah. Alahamdulillah Wakil Gubernur Jawa Tengah Bu Rustriningsih berkesempatan hadir dan berbagi ilmunya kepada kami semua. Banyak sekali informasi pengalaman-pengalaman aktifisme Bu Rustri saat menjadi mahasiswa hingga akhirnya sampai mengantarkan beliau menjadi seorang wakil gubernur Jawa Tengah. Ya, bagiku mendengar setiap pengalaman hidup orang lain adalah sesuatu yang berharga didengar, apalagi pengalaman tersebut berasal dari orang-orang yang memiliki pengaruh bagi sekitarnya.

Rabu, November 28, 2012

Sekolah Masa Depan dalam Imajinasi Saya...



Suatu ketika saya sedang bercengkrama dengan para sepupu dirumah.  Saya sedikit dibuat terperangah dengan tingkah polah salah satu sepupu saya itu. Ia laki-laki dan kini usianya menginjak 7 tahun. Ia masih kelas 1 Sekolah Dasar (SD). Memang ia sangat pro aktif dan sangat senang berekperimen. Mulai dari memelihara binatang seperti burung perkutut, kelinci, ayam dan ikan hias. Selain itu ia juga senang membuat rumah-rumahan kecil yang terbuat dari kayu, terpal, dan plastik. Sepertinya ia akan membuat semacam tenda perkemahan. Entah darimana ide asalnya?.  Selain itu ia juga pandai membuat layang-layang. Ia seperti ingin mencoba semuanya.

Si Konan

Nama panggilannya adalah Konan. Ya ia biasa dipanggil warga di Kampungku dengan sebutan Konan. Usut punya usut ternyata Konan bukanlah nama aslinya. Sebenarnya setelah aku tanyakan kepada teman-teman sebayanya, nama aslinya adalah Misnan bukan Konan. Entah bagaimana ceritanya warga di Kampungku justru lebih familiar memanggilnya dengan sebutan Konan.

Konan bukan sembarang Konan. Ia bukanlah tokoh Detektif Konan dalam komik Jepang yang jenius itu. Ia adalah Konan asli Indonesia. Dalam hal kejeniusan memang ada beberapa kemiripan. Nanti aku ceritakan.

Perawakannya masih cukup enerjik meski bisa dikatakan sudah tidak muda lagi. Ia tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu pendek. Kulitnya coklat kehitam-hitaman, tetapi tidak hitam mutlak. Rambutnya ikal sedikit urak-urakan. Secara penampilan, ia memang unik. Terkadang sangat rapi, tetapi pada suatu waktu ia berpenampilan seadanya bahkan melenceng dari mainstream. Pada saat-saat tertentu ia berpenampilan layaknya “Orang Kantoran”. Terkadang ia mengenakan kemeja lengan panjang dan disertai tanda pengenal yang dibuatnya sendiri. Seperti para pegawai Bank. Tanda pengenalnya terdapat gambar yang ia buat sendiri. Ia letakkan tanda pengenal itu disisi kanan kantong kemejanya. Tidak ketinggalan ia mengenakan celana panjang berserta ikat pinggangnya plus sisir kecil yang selalu menempel di kantong belakang celana. Lucu memang. Ya namanya juga si Konan.

Tidak hanya itu saja  keunikannya. Selain penampilannya yang nyentrik, sikapnya selalu membuatku makin penasaran. Meski warga di Kampung bilang bahwa Si Konan agak kurang waras. Tapi ia bisa hidup mandiri dan pandai berhitung pula. “Klo memang si Konan kurang waras mengapa ia pandai berhitung dan mengerti jual beli, dimana letak kekurangwarasannya?” batinku bertanya.

Suatu ketika Konan sedang jajan di Warung kakak-ku. Waktu itu aku sedang berkunjung di rumah kakak-ku. Memang Kakak punya warung kecil-kecilan. Karena kakak sedang sibuk mengurusi anaknya, ia meminta tolong agar aku yang melayani Konan. Meski Konan dianggap “kurang waras” tetapi dalam hal jual beli ia terkenal jujur dan amanah. Tidak hanya jujur tetapi ia juga benar. Saat ia sedang banyak uang, ia tidak pernah “ngebon” di Warung. Namun ketika ia tidak punya uang, ia terpaksa ngebon, tapi tidak melupakkannya. Ia selalu ingat. Dan yang paling mengherankan, ia juga sangat cepat dalam berhitung. Pernah satu saat ia jajan begitu banyak di Warung, namun yang membuatku kaget ia bisa mengalahkan kecepatanku dalam berhitung padahal aku menggunakan alat bantu Kalkulator. “Klo stress tapi kok pinter ngitung ni orang lebih dari sekedar normal menurutku.” Ia semakin membuatku penasaran.

Keunikan yang lainnya. Suatu hari aku melihat ia sedang santai di bawah pohon rindang. Disisi kiri dan kanan-nya ada sebuah keranjang penuh. Isinya adalah baju-baju dan segala tetek bengek perlengkapan-perlengkapan seperti golok, cangkul dan sebagainya. Ia memang tidak tinggal di rumah orang tuanya lagi. Meski kedua orang tuanya masih hidup dan tinggal di Kampung sebelah. Ia tinggal di sebuah gubuk didekat Kandang Ayam milik majikannya. Ia dipercaya oleh majikannya bekerja sebagai buruh yang siang malam mengurus ayam.

Karena sikapnya selalu membuatku penasaran, aku sering banyak bertanya perihal kehidupannya. Bagiku Konan adalah misteri yang belum terungkap. Aku lihat ia sedang asyik menggambar diselembar kertas sambil tersenyum-senyum sendiri sambil komat-kamit pelan. Aku dekati Konan. Ia diam tidak bergeming. Diam saja. Tangannya lincah menggambar sesosok manusia. Dan aku mengerti ia sedang menggambar mata uang. Ia sedang menggambar sosok pahlawan. Aku mencoba memastikan lagi dengan bertanya kedua kalinya. “Sedang gambar apa Bang Konan?” . Uniknya jika ditanya perihal apa yang sedang kerjakan ia tidak menjawab. Tetapi jika ditanya perihal Kandang Ayam atau perihal pekerjaannya iapun mejawabnya sebagaimana orang normal.

Penasaranku belum juga terjawab. Aku masih bertanya-tanya seputar latar belakang perikehidupan Si Konan. Aku bertanya-tanya kepada tetangga-tetangga sekitar rumah dan orang-orang yang seumuran dengannya. Ada yang mengejek dan ada pula yang simpati dengan sikap si Konan dan berusaha menceriatakan kembali saat-saat si Konan masih muda.

Si Konan muda adalah anak yang rajin ibadah. Apalagi ia merupakan anak seorang haji  yang waktu itu bisa dikatakan kaya raya. Ia mondok disebuah pesantren. Berdasarkan cerita-cerita para tetangga sekitar. Waktu mondok, Si Konan mempelajari ilmu atau ngelmu tingkat tinggi. Saking dalamnya ilmu yang ia pelajari, sementara ia belum siap menerimanya, akhirnya membuatnya stress. Itulah keterangan dari beberapa tetangga, entah benar atau salah cerita tersebut, hanya Allah yang Maha Tahu. Ada lagi yang mengatakan bahwa Si Konan Stress gara-gara ditolak cintanya. Ia patah hati. Berdasarkan cerita para tetangga, saat si Konan masih muda, ia pernah jatuh hati kepada seorang gadis satu desa bernama Nawiyah. Konan sangat mencintai Nawiyah dan ingin menikahinya, tetapi ternyata cintanya bertepuk sebelah tangan. Ketika Konan muda berniat meminangnya ternyata Nawiyah menolaknya. Alasannya karena tidak cinta. Ada juga yang menyebutkan bahwa bukannya ditolak Nawiyah, tetapi orang tua Konan tidak setuju jika Konan muda menikah dengan Nawiyah. Entahlah mana cerita yang benar.

Aku sedikit tercerahkan. Meski ceritanya simpang siur, setidaknya aku memperoleh kisah muda si Konan yang cukup unik. Bertahun-tahun si Konan menghabiskan masa mudanya hingga sekarang (aku bertemu terakhir saat semester 7) membujang, pergi meninggalkan kedua orang tuanya. Meskipun letak rumah orang tuanya berada di Kampung sebelah. Ia sama sekali tidak ingin pulang dan berkumpul bersama keluarga. Sepertinya ada sebuah tragedi masa lalu yang begitu berat yang ia hadapi hingga sampai-sampai tidak ingin pulang kerumah. Padahal para sahabat sebayanya pernah menasehati Konan agar sekali-kali menengok orang tuanya yang semakin renta. Ia tetap saja tidak bergeming. Ya ada kemiripan dengan kisah Laila dan Majnun. Bedanya jika dalam kisah tersebut kedua manusia ini saling mencintai namun orang tua Laila yang tidak setuju jika Qais. Sehingga cinta tidak bisa bertemu. Sedangkan Konan menjadi “Gila” atau kurang waras gara-gara cintanya bertepuk sebelah tangan. Walaupun belum tentu benar kisah Konan ini.

Namun yang membuatku heran sekaligus haru adalah pada saat berita wafat ayahnya tersebar di Kampung dan akhirnya sampai juga ke telinga Konan. Sikap Konan berubah drastis bahkan membuat heran warga di kampung Ya. Sang ayah wafat dan kini tinggallah ibunya seorang diri dirumah sederhana itu. Konan yang bertahun-tahun tidak pernah pulang kerumah menengok kedua orang tuanya kini akhirnya menemani sang ibu. Sehingga kini tinggallah Konan dan ibunya yang renta menempati rumah yang sederhana itu. Mungkin warga di Kampung berpendapat mungkin Konan sudah melupakan kedua orang tuanya melihat dirinya memang dianggap sudah kurang waras. Namun yang membuatku terkejut sekaligus haru adalah Konan yang kurang waras itu masih memiliki perasaan kembali menengok dan mengurus ibunya yang renta itu. Ya, Konan akhirnya kembali ke rumah menemani sang ibu meski tanpa sang ayah dirumah.

Semarang 24 November 2012

Senin, November 26, 2012

Jumud?

Menurut saya, sebuah organisasi baik oknum mupun institusi (Khususnya organisasi yang mengatasnamakan agama) sudah terlihat lapuk manakala ketika menghadapi realita sedikit-sedikit gunain tameng dalil (Ayat2 suci) sebagai pembenaran. Padahal jika sedikit2 dalil yang dipake untuk melakukan pembenaran diri atau untuk "menghantam" pendapat orang lain, justru klo menurut Jalaludin Rahmat ia telah melakukan kesalahan berfikir yang disebut kesalahan dalam menggunakan otoritas ayat suci. Siapa pula yang berani akan membantah ayat suci (Alquran)?. Sehingga yang perlu didiskusikan adalah tafsirnya terlebih dahulu bukan masalah menerima atau menolak dalil. Memang ada oknum yang suka beginian klo pas lagi ada forum diskusi. Sumpah Jumud banget.

"Tukang Kritik Sampah"

Menurut saya cara mendidik "Tukang Kritik Sampah" adalah dengan mendiamkannya sambil memberikan senyuman manis kepadanya. Karena waktulah yang akan mengajarinya. Itupun klo dia terus-menerus belajar dari lingkungn sekitar. Untuk mengerti secara utuh memang perlu dialami sendiri. Tidak hanya ekspektasi.

Konsumerisme ada dimana-mana

Pada suatu ketika saya merasa amat gembira sekaligus bingung saat  berada di dalam sebuah toko buku. Padahal saya memiliki uang meski tak seberapa untuk membeli beberapa buku. Saking banyaknya koleksi di dalam toko tersebut justru membuat saya kebingungan buku mana yang nanti akan saya beli?. Begitu juga saat saya berada di dalam perpustakaan besar yang koleksi bukunya amat banyak saya juga justru kebingungan buku mana yang akan saya pinjam?. Ya, Alhamdulillah, Klo ada uang, saya terkadang (sekali lagi terkadang) membeli buku. Tetapi yang unik, ketika buku-buku bagus bertumpuk-tumpuk di hadapan saya, justru saya tidak bisa mengontrol diri. Ingin rasanya memiliki koleksi itu semua. Bagaimana dengan sikap anda jika anda mengalami kejadian seperti saya, tentunya dengan passion anda masing-masing. Akankah anda mengalami kebingungan seperti saya?.

Selasa, November 20, 2012

Harus terus belajar...


opini@kompas.co.id
17 Jul
ke saya
Yth. Sdr ANTON SAPUTRA
ditempat.
Disertai salam dan hormat,
Kami memberitahukan bahwa pada tanggal 12 Juli 2012 Redaksi Kompas telah menerima ARTIKEL Anda berjudul "Wajah Institusi Sekolah Dilayar Kaca...". Terima kasih atas partisipasi dan kepercayaan yang Anda berikan kepada Kompas.
Setelah membaca dan mempelajari substansi yang diuraikan di dalamnya, akhirnya kami menilai ARTIKEL tersebut tidak dapat dimuat di harian Kompas. Pertimbangan kami,
   √ ulasan kurang tajam
Harapan kami, Anda masih bersedia menulis lagi untuk melayani masyarakat melaluiKompas, dengan topik atau tema tulisan yang aktual dan relevan dengan persoalan dalam masyarakat, disajikan secara lebih menarik.
Untuk kelengkapan administrasi, bila mengirimkan tulisan mohon disertakan pas foto (Abaikan bila sudah pernah kirim). Terima kasih.
Jakarta, 17 Juli 2012
Hormat kami,
Sri Hartati Samhadi
Kepala Desk Opini
C A T A T A N :
Kriteria umum untuk ARTIKEL Kompas :
1. Asli, bukan plagiasi, bukan saduran, bukan terjemahan, bukan sekadar kompilasi, bukan rangkuman pendapat/buku orang lain .
2. Belum pernah dimuat di media atau penerbitan lain termasuk Blog, dan juga tidak dikirim bersamaan ke media atau penerbitan lain.
3. Topik yang diuraikan atau dibahas adalah sesuatu yang actual, relevan, dan menjadi persoalan dalam masyarakat.
4. Substansi yang dibahas menyangkut kepentingan umum, bukan kepentingan komuninas tertentu, karena Kompas adalah media umum dan bukan majalah vak atau jurnal dari disiplin tertentu.
5. Artikel mengandung hal baru yang belum pernah dikemukakan penulis lain, baik informasinya, pandangan, pencerahan, pendekatan, saran, maupun solusinya.
6. Uraiannya bisa membuka pemahaman atau pemaknaan baru maupun inspirasi atas suatu masalah atau fenomena.
7. Penyajian tidak berkepanjangan, dan menggunakan bahasa populer/luwes yang mudah ditangkap oleh pembaca yang awam sekalipun. Panjang tulisan 3,5 halaman kuarto spasi ganda atau 700 kata atau 5000 karakter (dengan spasi) ditulis dengan program Words.
8. Artikel tidak boleh ditulis berdua atau lebih.
9. Menyertakan data diri/daftar riwayat hidup singkat (termasuk nomor telepon / HP), nama Bank dan nomor rekening (abaikan bila sudah pernah kirim).
10. Alamat e-mail opini@kompas.co.id

Kopaja Tua dan Luka

Langit masih kelabu disekitar Terminal Lebak Bulus Jakarta Selatan. Bayangan kilatan petir terlihat memantul disisa-sisa genangan air hujan diatas permukaan jalan raya. Kilatan itu segera diiringi gemuruh besar bagaikan suara ledakan bom dari jarak yang sangat jauh. Gemuruhnya teredam oleh bisingnya kenalpot kendaraan yang berlalu lalang. Memang sejak tadi sore hujan begitu deras mengguyur wilayah Jakarta Bogor dan sekitarnya.