Minggu, Oktober 09, 2011

Sidak Dadakan Efektifkah?

Kamis lalu (06/10) Walikota Soemarmo HS didampingi Muspida melakukan sidak (inspeksi mendadak) ke areal destinasi wisata. Sidak di mulai dari pukul 07.00 dimulai dengan berkunjung ke MAJT (Masjid Agung Jawa Tengah), dilanjutkan Greja Blenduk, Museum Lawang Sewu, Klenteng Sam Poo Kong, Bandara Internasional Ahmad Yani, Webe Galeri, PT Sanggo Ceramics Indonesia, Megrania dan Pagoda Budhagaya Watugong. Sidak ini dilaksanakan untuk memastikan kesiapan sejumlah destinasi wisata menjelang pertemuan dengan Komite Pejabat Senior untuk Komunitas Sosial Budaya ASEAN (Senior Officials Committee for the ASCC (SOCA) ke-9 dan Dewan Komunitas Sosial Budaya ASEAN atau ASEAN Socio Cultural Communicaty (ASCC) council ke-6, pada 8-11 Oktober. (Suara Merdeka, 7/10/11)
Dalam sidak tersebut terlihat bahwa Pak Walikota merasa kecewa dengan kinerja sebagian pengelola wisata. Kebersihan dan kerapihan menjadi penyebab utama rasa kekecewaan tersebut. Kemudian Pak Walikota menghimbau kepada pengelola untuk meningkatkan kebersihan untuk memaksimalkan sosialisasi. Sontak pada hari itu juga pihak pengelola sibuk melakukan bersih-bersih guna merealisasikan “komando” Pak Walikota.
Kebersihan dan kerapihan selalu menjadi masalah dalam setiap tempat di Semarang terrmasuk areal destinasi wisata. Areal destinasi wisata terlihat cantik jika hanya ada event-event tertentu saja yang bersifat temporer. Begitu juga kinerja sebagian para pengelola yang hanya optimal dihari-hari tertentu saja.
Tentunya hal ini menjadi ironis sekali dan harus menjadi bahan evaluasi kita bersama. Objek pariwisata merupakan identitas dari kota Semarang dan merepresentasikan peradaban masyarakatnya. Namun seakan-akan ini menjadi hal yang kurang diprioritaskan. Apa lagi Semarang merupakan kota yang cukup unik serta kaya akan peninggalan-peninggalan benda-benda bersejarah. Tidak hanya yang bersifat fisik saja namun juga kaya akan peninggalan-peninggalan keudayaan yang bersifat non fisik.
Potensi-potensi pariwisata yang ada seakan-akan disadari kemanfaatannya ketika ada event-event tertentu saja, dan ketika event selesai maka dilupakanlah kembali potensi-potensi itu dengan kurang diprioritaskan. Begitukah seharusnya kita memperlakukan kebudayaan kita sendiri? Begitukah seharusnya kita memperlakukan identitas kita sendiri?
Semoga saja pepatah klasik “habis manis sepah di buang” tidak mereprersentasikan perlakuan kita terhadap identitas kita sendiri dengan hanya memanfaatkannya untuk kepentingan membangun citra sesaat. Kedatangan para menteri-menteri ASEAN adalah kesempatan bagi kota Semarang untuk mempromosikan pariwisata ke Mancanegara. Hal itu membuktikan bahwa Kota Semarang kedepannya tidak hanya diketahui oleh kalangan dalam saja namun juga akan dilihat oleh kalangan luar. Dan tentunya tidak hanya menyangkut citra Kota Semarang saja, tapi dalam konteks yang lebih luas menyangkut nama baik Indonesia.
Kendala klasik yang sering terlontar dari sebagian pengelola wisata adalah minimnya pendanaan. Seolah-olah jika dana minim, pariwisata tidak bisa cantik. Jika tidak cantik lalu tidak menarik. Cantik tidak harus ber make-up tebal dan mahal. Memang tidak bisa dipungkiri pendanaan merupakan hal yang cukup penting. Tapi bukan sesuatu yang mutlak menjadi jaminan jika dana berlimpahpun areal pariwisata menjadi menarik. Memelihara dengan menciptakan areal wisata agar selalu bersih dan rapi pun adalah menjadi modal awal sebagai daya tarik pariwisata dan yang pasti kontinyu tidak hanya pada saat-saat tertentu saja. Dan juga disinilah tantangan bagi para pengelola agar lebih kreatif lagi menjalin kerjasama dengan pihak-pihak swasta. Sehingga tidak hanya “ketergantungan” dengan mengandalkan APBD saja.
Kesempatan tinggalah kesempatan dan semoga kesempatan akan berbuah “kemenangan” bukan berubah menjadi beban karena ketidaksiapan dan ketidakmampuan dalam memanfaatkan monetum.


Anton
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah Angkatan 2008

Tidak ada komentar: