Sabtu, Oktober 08, 2011

Mencari kebenaran kok menutup diri?

Ada seorang sahabat dekat menasehati saya yang karena kebetulan melihat saya sering membaca buku-buku filsafat  yang dinilainya berat. Intinya ia memberikan nasehat agar saya "berhati-hati" dan lebih mendahulukan untuk mentadabburi Al-quran karena menurutnya sehebat apapun ijtihad manusia, tidak lebih hebat dari Alquran yang berasal dari Sang Pencipta. Lalu dengan senang hati saya mengucapkan terimakasih sahabatku atas nasehatnya dan saya setuju dengan pendapat anda. Dan tidak ada pertentangan mengenai hal ini. Saya rasa apa yang saya lakukan adalah salah satu bagian dari pengamalan Al-Quran. Bukankah didalam Al-quran kerap kali kita menemukan perintah kepada manusia agar menggunakan akal untuk berfikir, memikirkan segala ciptaan-Nya di alam semesta ini? bukankah Al-Quran tidak hanya untuk dibaca saja namun juga harus di pahami. Saya rasa kita harus bersikap terbuka terhadap pengetahuan. Tidak boleh apriori. Bukankah kita dituntut harus punya alasan jika menolak dan menerima sesuatu? dalam menilai sesuatu apakah itu baik atau buruk kita dituntut harus tahu kedua-duanya. Contoh misalkan kita tahu bahwa sistem kapitalisme itu berujung kepada penindasan kepada kaum lemah, tentunnya ketika kita ingin menolaknya kita harus tahu seluk-beluk sistem itu terlebih dahulu. Tidak menolak secara membabi buta. Begitu juga dengan apa yang saya lakukan.

Contoh lain kita mungkin dilahirkan dalam keadaan muslim, karena memang kondisi keluarga kita yang muslim. Ortu kita mendidik kita dengan nilai-nilai Islami (walaupun masing2 ortu berbeda kapasitasnya) tapi yang jelas Islam telah menjadi hal yang tidak asing bagi kita. Dari kecil kita diajari shalat, membaca Al-quran, modok di Pesantren, membaca doa sehari-hari dan sebagainya. Sehingga kita tidak merasa asing dengan ritual-ritual keagamaan kita yaitu Islam.
Sedangkan bagi mereka-mereka katakanlah masyarakat minim pengetahuannya tentang Islam (sebutlah Bangsa Eropa), mereka dididik dalam lingkungan keluarga yang non Islam, mereka dibesarkan dengan budaya selain Islam, mereka mungkin ada sebagian yang sama sekali belum pernah melihat Alquran, Kitab-kitab Hadits, mereka jarang atau bisa jadi belum tahu apa itu shalat, bagaimana itu gerakan shalat, jarang melihat seseorang mengenakan jilbab, dsb. Ditambah lagi saat ini info-info yang miring sering terekspose media mengenai Islam membuat mereka memiliki pandangan sendiri mengenai Islam. Sehingga ada sebagian masyarakat Eropa yang karena "ketidaktahuannya" bersikap sinis terhadap Islam. Mungkin wajar saja karena memang saat ini pembelokan media kian menjadi-jadi.

Dengan melihat contoh tersebut kiranya kita akan semakin mengerti bahwa perlu sudut pandang yang lebih luas dalam memahami agama tidak hanya berfikir sempit membatasi diri dengan bersikap tertutup terhadap sesuatu. Memang ada hal-hal yang tegas apalagi menyangkut akidah. Dan jika kita terlibat perselisihan mengenai sudut pandang terhadap mereka (orang yang sama sekali belum tahu apa itu Islam) kita sebisa mungkin tidak langsung menghakimi "kamu salah!" kamu Sesat!!, tapi kita perlu lebih banyak mendengarkan terlebih dahulu pandangan-pandangannya, baru kita menjelaskan pandangan kita.

Bukankah setiap manusia berhak memperoleh Hidayah-Nya. kita beruntung dilahirkan di Negara yang mayoritas muslim. Info-info menegnai Islam amat banyak, ritual keagamaan, serta masyarakat sudah (walaupun mungkin hanya sebagian) telah menjalankan nilai-nilai Islam secara kaffah. Sehingga hiruk pikuk keislaman menjadi hal yang tidak asing bagi kita. Namun bagaimana dengan mereka yang seperti saya paparkan diatas? bukankah mereka juga berhak menjemput hidayah. Walaupun kita semua tahu Hidayah adalah otoritas Allah SWT.
Sedangkan info-info, serta sarana untuk menjempt hidayah itu amat minim. Mungkin saja ada yang belum pernah melihat seorang muslim, shalat, mendengar lantunan ayat Alquran, tidak memiliki Alquran. Padahal dalam Alquran berisi petunjuk-petunjuk Allah. Lalu jika demikian bagaimana mereka bisa menjemput hidayah jika tidak menggunakan AKAL nya.

Telah banyak bukti-bukti menunjukan kepada kita bahwa semakin banyak orang yang memperoleh hidayah Allah dengan perantara AKAL nya jika tidak dilandasi kesombongan dan nafsu. Dan dengan AKAL itulah sebagian mereka akhirnya menemukan Tuhannya. Tapi akal bukanlah sarana satu-satunya karena akal memiliki keterbatasan-keterbatasan.

Tidak ada komentar: