"Dalam surat-surat kabar,
kini secar ramai-ramai dianjur-anjurkan, supaya diadakan peryaan Hindia Belanda
ini, perayaan kemerdekaan Nederland seratus tahun. Rupa-rupanya segenap
penduduk negeri ini diharuskan mengetahuinya, bahwa tepat dalam bulan November y.a.d.
ini, Nederland menjadi kerajaan kembali dan rakyatnya menjadi bangsa lain yang
merdeka dan berdaulat, sekalipun dalam barisan Negara-negara yang merdeka
berdiri paling belakang.
Dipandang dari sudut
pengertian yang layak, memang dapatlah orang membenarkan hajat merayakan
peristiwa nasional yang tersebut itu. Bukanlah sudah sepatutnya kita menghargai
kecintaan dan penghormatan orang-orang Belanda terhadap negerinya sendiri,
dengan pahlawan-pahlawannya?! Peringatan-peringatan yang dimaksud itu adalah wujud
rasa kebangsaan, bahwa satu abad yang lalu Nederland berhasil melamparkan
penjajahan asing dan menjadi suatu bangsa sendiri.
Saya dapat menempatkan diriku
di dalam rasa-batinnya para patriot Belanda sekarng, yang berkesempatan
mengadakan peraytaaan yang mulia itu. Karena saya sendiri adalah seorang
patriot, dan seperti orang-orang belanda yang berhaluan nasional dan mencintai
tanah tumpah darahnya itu, akupun juga mencintai tanah airku sendiri, lebih
daripada yang dapat saya lahirkan dengan kata-kata.
Alangkah gembiranya,
alangkah bahagianya, orang dapat memperingati peristiwa yang mah penting itu!
Alangkah senangnya rasaku, apabila aku untuk sebentar saja dalam angan-anganku
jadi seorang Nederlander! Bukan Nederlander menurut staatsblad, namun
Nederlander benar-benar dalam arti putra asli dari Groot Nederland yang
berdarah murni.
Dalam angan-angan yang
demikian aku kan bersorak-sorak dengan rasa yang serba riang, kalau dalam bulan
November nanti dating hari yang kunanti-nantikan itu, hari perayaan kemerdekaan.
Aku akan berteriak-teriak gembira sambil melihat berkibar-kibarnya Sang Tri
Warna, bendera Nederland dengan pita lampiran yang berwarna Oranye itu. Tak
jemu-jemu akan menyanyikan lagu-lagu kebangsaanku Wilhelmus dan Wien
Nederlands blud pada tiap-tiap saat musik akan melagukannya.
Aku mungkin akan besar
kepala karena perayaan-perayaaan kegembiraan itu; aku akan berterima kasih
terhadap Tuhan I gereja-gereja Kristen akan kebaikan-Nya. Aku akan berdo’a
kepada Tuhan semoga kekuasaaan Nederland, juga ditanah-tanah jajahannya, tetap
ada dan tetap mempertahankan kebesaran Nederland dengan kekuasaaan raksasa yang
ada di negeri-negeri jajahan itu kepada semua orang Belanda Insulinde ini aku
akan minta bantuan uang, tidak saja untuk membiayai perayaan-perayaan tersebut,
namun pula untuk membantu “rencana tentara laut”-nya Colijn, yang amat giat
berusaha mempertahankan kemerdekaan Nederland itu; aku kan… Ya, entah aku akan
berbuat apa seandainya seorang Nederlander; karena aku seakan-akan merasa
mungkin berbuat apa saja, kiraku.
Tetapi, tidak begitulah
itu! Andai aku seorang Nederlander tidaklah aku akan sampai hati untuk begitu.
Benar aku akan mengharap-harap supaya perayan-perayaan kemerdekaan tadi
dilakukan seluas-luasnya, namun tidaklah aku akan menyetujui, apabila rakyat di
negeri ini akan ikut serta dalam perayaan-perayaan itu. Aku akan memagari
tempat-tempat perayaan, agar tidak seorang Bumiputera dapat melihat kegembiraan
kita yang meluap-luap dalam kita memperingati hari kemerdekaan kita itu.
Menurut rasaku adalah
sedikit banyak tidak sopan, memalukan dan kurang beradat, kalau kita (aku masih
seorang Nederlander dalam angan-anganku) mengajak orang-orang Bumiputera turut
bergembira merayakan Negara dan bangsaku. Pertama kali pastilah kita akan
menyingung rasa kehormatannya, karena kita di negeri tumpah darahnya yang kita
jajah, memperingati kemerdekaan kita. Kita gembira ria, karena seratus tahun
yang lalu kita dimerdekakan oleh penguasa asing; dan ini akan berlangsung
dengan dilihat oleh mereka yang kini masih kita jajah itu, dan tentunya
mengharap-harapkan juga akan perayaan-perayaan kemerdekaan, seperti yang kini
akan kita langsungkan itu?!
Atau kita mengirakah,
bahwa para inlander tadi sudah mati sama sekali perasaan batinnya, sebagai
akibat politik penjajahan kita, yang menekan dan mematikan hati manusia itu?
Jika begitu maka kita pasti akan menyaksikan kegagalan politik yang sedemikian
itu, sebab tiap-tiap rakyat, bahkan yang belum beradabpun sebetulnya menyangkal
akan kebenaran setiap bentuk penjajahan di muka bumi ini.
Andai aku seorang
Nederlander, tidaklah aku akan merayakan pesta kemerdekaan bangsaku di negeri
yang rakyatnya tidak kita beri kemerdekaan. Sesuai dengan laku pikiranku itu
maka sesungguhnyatidak saja adil, namun tidak patut pula rakyat di negeri ini
kita mintai bantuan uang guna membiayai pesta-pesta kita itu. Kita sudah
menghina mereka, berhubung dengan sifatnya peringatan keerdekaan Nederland,
disamping itu kita mengsongkan uang dari kantong uangnya. Sungguh-sungguh
penghinaan moral dan material. Mengharap-harapkan keuntungan apakah kita dengan
pesta-pesta tadi di negeri ini? Kalau untuk merupakan pernyataan kegembiraan
Nasional, maka sungguh bodohlah kita mengadakan perayaan kemerdekaan itu di
negeri yang terjajah.
Orang meluai persaan
rakyat disini. Ataukah orang bermaksud mewujudkan propaganda politik secara
besar-besaran? Di waktu ini, dimana rakyat sedang berusaha menjadi bangsa, dan
kini masih dalam waktu permulaan kesadaran, adalah salah belaka, apabila kta
member contoh atau petunjuk bagaimana caranya mereka nanti akan merayakan
kemerdekaannya. Orang mengobar-ngobarkan hawa nafsu serta keinginan rakyat yang
tidak disadari, terhadap cita-cita kemerdekaan dan kemungkinan akan datangnya.
Tidak dengan sengaja seolah-olah kita berteriak-teriak: “Lihatlah, hai
orang-orang, bagaimana caranya kita memperingati kemerdekaan kita; cintailah
kemerdekaan, karena sungguh bahagialah rakyat yang merdeka, terlepas dari
penjajahan!”
Kalau nanti, bulan
Novemer tahun ini sudah silam, maka akan terbuktilah kaum kolonis Belanda telah
melakukan politik yang berbahaya, segala akibat adalah tanggung jawab mereka.
Aku tidaka akan suka ikut bertanggung jawab, sekalipun seorang Nederlander.
Andai aku seorang Nederlander, pada say ini juga aku akan memprotes hajat
mengadakan peringatan itu. Aku akan menulsi di surat-surat kabar, bahwa hajat
itu salah: aku akan mengingatkan kawn-kawanku se-kolonie, bahwa berbahayalah
diwaktu ini mengadakan perayaan-perayaan kemerdekaan itu; aku akan menasehatkan
sekalian orang Belanda supaya janganlah menghina rakyat Hindia Belanda, yang
kini mulai menunjukkan keberanian dan mungkin akan berani bertindak pula;
sunguh aku akan protes dengan segala kekuatan yang ada padaku.
Tepati.. aku bukanlah
seorang Nederlander; aku hanya seorang putera dari negeri ini, seorang inboorling di
negeri jajaha Nederland ini; karena itu akau tidak akan protes. Sebab kalau aku
protes pastilah aku akan dimarahi; aku akanmenghina rakyat Nederland; dan akau
akan menjauhkan diri dari mereka yang kini berkuasa di negeri ini. Dan itu
bukanlah yang kukehendaki!
Seandainya aku seorang
Nederlander, pun aku juga tidak akan suka menghina rakyat di negeri ini bukan?!
Juga aku akan didakwa bertindak kurang ajar terhadap Sri Baginda Raja; dan ini
akan dianggap kesalahan yang sangat besar bagi seorang hamba; kesalahan karena
tidak ataat kepada Sri Baginda. Karena itu aku tidak akan protes. Sebaliknya
akau akan ikut serta dalam perayaan tadi.
Kalau nanti ada
pengumpulan uang aku akan member derma, meskipun untuk itu aku akaan terpaksa
mengurangi biaya hidupku dengan separohnya. Aku wajib sebagai inlander di
negeri jajahan Nederland ini, untuk ikut meramaikan perayaan hari kemerdekaan
Nederland, yakni : negeri dari tuan-tuan kita. Aku akan mengajak segenap
bangsaku yang juga menjadi hamba dari kerajaan Nederland, untuk ikut merayakan
hari kemerdekaan tadi, karena sekalipun perayaan itu semata-mata kepentingan
Belanda, namun kita akan dapat kesempatan untuk menyatakan perasaan kesetiaan
kita. Jadi, kita akan mengadakan “demonstrasi kesetiaan”. Alangkah besarnya
rasa kebahagiaan kita.
Syukur Alhamdulillah,
aku bukan seorang Nederlander! Cukup sekian dan marilah sekarang kita
meninggalkan sikap menyindir-nyindir itu. Seperti sudah saya sebut pada
permulaan karangan ini, hajat merayakan “ seratus tahun kemerdekaan Nederland”
itu menunjukkan kesetiaan rakyat Belanda kepada tanah airnya. Terhadap
orang-orang Belanda itu saya tidak akan iri hati berhubung dengan kebahagiaan
yang akan mereka rasai dengan peringatan nasional mereka itu.
Tapi, yang dalam pada
itu sangat melukai perasaan saya ialah bahwa untuk sekian kalinya rakyat
disuruh ikut membiayai usaha, yang sama sekali bukan kepentingannya. Akan
member keuntungan apakah perayaan yang kita harus ikut membiayai itu? Bai
mereka sedikitpun tak ada. Sebaiknya bagi kita ada keuntungannya, pertama; niat
perayaan kemerdekaan tadi mengingatkan kepada rakyat, bahwa “Nederland tidak
akan memberikan kemerdekaan kepada kita”. Artinya… selama Gognor Jenderal
Idenburg berkuasa sebagau wali Negara.
Kedua : hajat perayaan
itu member pelajaran kepada kita, bahwa tiap-tiap orang wajib memperingati hari
perayaan kemerdekaan rakyatnya dengan sehikmat-hikmatnya.
Berhubung dengan itu
saya sangat menyetujui buah pikiran yang baru-baru ini dimuat dalam harian Kaoem
Moeda dan De Express supaya di Bandung, dimana hajat
perayaan kemerdekaan timbul dan kemudian menjadi tempat kedudukan
hoofd-comitee-nya, nantinya kita mendirikan Panitia Nasional dari orang-orang
bangsa kita terkemuka, dengan maksud pada hari perayaan kemerdekaan Nederland
itu, mengirim telegram pernyataan selamat kepada Ratu Nederland, dalam mana
dengan kuat akan didorongkan: a. pembatalan artikel 111 R.R dan b. segera
dibentuknya parlemen."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar