Rabu, Juli 10, 2013

"Orang gila"

Kerap kali di pinggir-pinggir jalan sekitar Kelurahan Tembalang saya menemukan orang yang teralienasi dari lingkungan sekitarnya. Mereka menyusuri jalan-jalan dan kerap dijadikan tontonan oleh masyarakat terutama anak-anak. Mereka bagaikan manusia yang keberadaanya tidak diinginkan di dunia ini, tetapi kenyataanya mereka benar-benar ada di tengah-tengah kita. Ya mereka di cap sebagai “orang gila”. Terminologi “orang gila” biasanya ditujukan kepada seseorang yang tidak sehat akal nya. 

“Orang gila” biasanya adalah orang yang “secara tidak sadar” tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, bahkan berlawanan. Saya sendiri tidak tahu persis mengapa masyarakat mengkategorisasikan demikian. Padahal dalam keseharianpun mungkin saat kita sedang asyik bercanda kepada teman dekat sesekali kita menggunakan terminologi tersebut untuk bahan candaan, “Huh dasar Orang Gila”, “Gila loe”, “Wong Edan” (bhs. Jawa). Tetapi mungkin maknanya akan menjadi lain.
Orang gila dalam konteks pertama merupakan terminologi yang muncul berdasarkan dorongan pandangan (klaim) umum masyarakat dimana lebih disebabkan si “orang gila” secara tidak sadar tidak mengikuti “aturan main” dalam masyarakat. Jadi claim orang gila sebetulnya muncul dari sebuah masyarakat yang memiliki basis nilai dan norma. Adapun “orang gila” dalam konteks kedua merupakan guyonan semata sebagai bentuk pernyataan bahwa seseorang melakukan perbuatan yang tidak umum dalam keadaan sadarnya.
“Orang gila” umumnya melanggar nilai dan norma yang berlaku. Jika di tempat saya (Tembalang) orang seperti ini bisa dilihat ‘sikap dan penampilannya’ seperti rambut yang “acak-acakan” tidak terurus, pakaian dan celana yang kotor, dan bau menyengat. Adapun sikapnya seperti teriak-teriak tanpa jelas maksudnya, ketawa-ketiwi sendiri, marah-marah sendiri, bicara sendiri, memukul orang lain tanpa jelas maksud dan tujuan, buang hajat di sembarang tempat, bertelanjang badan di tempat-tempat umum dan sebagainya.
Sebetulnya beberapa ciri “orang gila” yang saya paparkan di atas masih memiliki banyak catatan. Pengkategorisasian tersebut agar lebih memperjelas maksud tulisan saya dalam catatan ini. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa “orang gila” adalah sebuah claim umum masyarakat berdasarkan nilai dan norma tertentu terhadap kalangannya sendiri yang tidak mengikuti norma secara tidak sadar.
            Sanksi yang diberikan masyarakat kepada mereka (orang gila) berdasarkan hukum yang tidak tertulis. Sanksi tersebut biasanya diberikan dalam bentuk kurungan atau pasungan apabila si orang gila menganggu ketertiban umum. Jika kebetulan anggota keluarganya mampu maka si orang gila ini bisa memperoleh perawatan yang lebih baik.
            Melihat fenomena ini menurut hemat penulis pemerintah harus memperimbangkan ulang kembali regulasinya. “Orang gila” perlu mendapatkan perlindungan hak-haknya sebagai warga negara. Penulis mengusulkan kepada para wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakya (DPR) untuk membuat regulasi dalam menangani mereka. Maksud penulis bukan berarti memohon dibuatkan peraturan yang lebih keras kepada mereka (orang gila), akan tetapi sebagai warga negara mereka juga perlu mendapatkan perlindungan dari perbuatan main hakim sendiri masyarakat.  


Semarang 10 Juli 2013