Selasa, Januari 31, 2012

IRAMA MUSIK DAN PERASAAN PENCIPTANYA

Di dunia ini perkembangan aliran musik semakin variatif. Ada aliran musik Kroncong, Klasik, Jaz,  Blues, Slow Rock, Heavy Metal, Rap, Country. R n B, Gambus, dsb. Dalam bidang seni musik di Indonesia pun tidak menutup diri dengan perkembangan yaag terjadi didunia Internasional. Kita tahu bahwa di negara kita sudah berkembang jenis aliran-aliran musik tertentu beserta fans-fans setianya. Sebutlah musik Keroncong, Jaz, Pop, Dangdut, Rap dll. Jenis-jenis aliran terbut baru yang dikategorikan musik dengan tipe irama diatonic. Sedangkan musik-musik yang berirama pentatonik juga tidak ketinggalan seperti musik-musik tradisional yang begitu banyak tersebar dinegeri multicultural ini.

Apapun jenis aliran musiknya dan intrumen-intrumen pembentuknya yang jelas musik selalu menghiasi keseharian kita.  Musik menjadi bagian yang tak terpisahkan sejak zaman “dahulu kala”. Di Indonesia saja jika kita perhatikan di relief candi Borobudur sudah ada lukisan alat musik. Candi Borobudur itu sendiri didirikan pada masa Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra pada abad X.  Itu menjadi bukti bahwa usia musik sudah begitu tua. Bahkan bisa jadi kemunculannya seiring dengan adanya manusia di Bumi.

Dalam coretan sederhana ini saya ingin membatasi bahasan ini  hanya sampai pada irama musik tidak sampai pada bahasan mengenai lirik. Dan bahasan mengenai musik sebenarnya cukup berat bagi penulis sendiri. Namun demikian penulis ingin menuliskan pandangan-pandangan subjektif tentang irama musik kaitannya dengan perasaan manusia. Dan dalam coretan sederhana ini penulis belum menggunakan kepustakaan yang memadai baru sekedar pandangan-pandangan umum saja.

Sering dalam kesendirian, di pojok kamar tidur, dikampus, didalam bus, diruang tamu, ketika sedang belajar, ketika sedang lelah, suntuk, kita menyalakan Handphone atau Laptop, untuk sekedar menghibur diri. Bahkan ketika sedang bersedih, bahagia, kasmaran, galau,  seseorang mendengarkan musik. Seakan-akan musik telah menjadi tempat paling “jos” menghilangkan stres yang menggelayut seperti benang kusut dalam pikiran. Bahkan saya pernah melihat sendiri beberapa sahabat saya yang setelah putus dengan pacarnya ia mengobati sakit hatinya dengan menyalakan musik-musik dengan irama tertentu yang menurutnya dianggap  “mewakili” perasaannya.  Juga ada yang menyalakan musik untuk menyemangati diri agar tetap tegar dalam menjalani hidup seperti para motivator ketika memberikan training. Sungguh luarbiasa memang alunan musik. Saya yakin dengan seyakin-yakinnya tidak ada manusia yang tidak senang dengan musik. Perkara tidak suka dengan aliran musik tertentu itu adalah pilihan. Tapi bisa jadi ia menyenangi aliran musik yang  lain.

Kemudian ada sebagian orang yang mengatakan musik adalah bahasa universal. Bahasa yang bisa dimengerti oleh semua orang. Atau juga dimaknai bahwa musik dengan irama tertentu sebagai sarana dalam menyampaikan pesan. Pesan perdamaian, pesan cinta, pesan kesedihan, pesan kebahagiaan dan lain sebagainya. Benarkah? Saya kembalikan kepada pembaca yang terhormat.

Lalu dengan melihat fenomena-fenomena tersebut muncul dalam benak saya apa sebenarnya hubungan irama musik dengan perasaan seseorang hingga begitu “intim”nya seseorang “mengadukan” masalah personal maupun umum melalui perantara musik?

Musik beserta iramanya pada dasarnya merupakan hasil kebudayaan manusia. Ia ada karena hasil olah cipta, karsa manusia. Intrumennya memang bersumber dari alam. Tapi intrumen yang tersedia itu mustahil akan terangkai menjadi irama musik tanpa peran manusia. Jika demikian irama musik sesungguhnya adalah representasi (perwakilan) dari perasaan penciptanya. Perasaan itu termanisfestasikan dalam wadah irama musik yang terangkai. Dengan kata lain seseorang yang mendengarkan irama musik sebenarnya ia sedang mendengarkan “curhatan” si pencipta irama musik.

            Oleh karena itu dengan melihat bahwa musik memang telah menjadi kebutuhan manusia. Maka  seseorang harus “teliti” dengan musik-musik yang berkembang. Segala macam asupan-asupan yang masuk kedalam diri seseorang belum tentu memberikan dampak positif. Karena bisa jadi jika tidak teliti, irama musik tersebut akan “merusak” mental seseorang. Karena pada saat seseorang mendengarkan irama musik sebenarnya sedang terjadi komunikasi antara perasaan si Pencipta Irama Musik dengan Si pendengar.

            Saat ini di negeri kita tercinta ini, atau tidak usah jauh-jauh dilingkungan keluarga kita sendiri. Musik seakan-akan menjadi “obat” mujarab penghilang rasa “galau” yang menggelayut didalam pikiran.  Kemudian ditambah lagi banyak bermunculan “musisi-musisi dadakan” yang menwarkan aneka rasa jenis irama musik. Irama musik dijadikan sarana untuk menyampaikan pesan-pesan Si Pencipta kepada pendengarnya. Rasa cinta, sedih, rindu,  maupun bahagia. Bahkan ada sebagian sufi yang mengggunakan musik sebagai sarana dzikir seperti yang dilakukan oleh Ralaludin Rummi.
Setiap pesan tentunya memiliki arti.  Pesan itu sendiri bisa diterima dengan baik oleh si penerima namun juga bisa jadi tertolak. Pesan-pesan juga adakalanya memberi masukan yang positif tetapi bisa juga negatif. Pesan bisa berdampak kontruktif (membangun), bisa juga dekontruktif (menghancurkan). Disinilah perlu ketelitian kita dalam menerima pesan-pesan itu agar tidak secara “mentah” menerimanya.

            Lagi dan lagi itu penulis kembalikan kepada masing-masing pembaca yang terhormat untuk menentukan sikap. Ambil sesuatu yang dianggap baik dan dibutuhkan.  Dan kondisi masing-masing pembacalah yang paling mengerti asupan terbaik bagi diri anda sendiri. Anda adalah hakim yang memiliki hak penuh untuk memutuskan segala hal yang terbaik bagi kehidupan anda. Semoga coretan sederhana ini bisa menjadi pengantar  untuk berdiskusi lebih lanjut. Tetap semangat!

Kudus, 28-29 Januari 2012

1 komentar:

r mengatakan...

Musik saat ini menurut pandangan saya, terkadang bersifat praktis saja. Maksudnya, sebuah grup beraliran rock cadas bisa saja berubah menjadi mellow total dan 4LL4Y karena iming2 popularitas.