Senin, Oktober 14, 2013

Mengapa Mereka Tertarik Masuk KAMMI?


Beberapa bulan lalu, saya diberikan tugas untuk mewawancarai para calon peserta Dauroh Marhalah KAMMI Daerah Semarang. Oleh pegiat Kaderisasi, saya diberikan draf wawancara berupa aspek-aspek yang harus saya ujikan kepada para calon peserta dari seluruh komisariat. Ada aspek Akidah, Ibadah, Manhaj, Politik Islam, Ideologi Dunia, Wawasan Keindonesiaan hingga keprofesian. Ya, banyak sekali. Dan rata-rata saya butuh waktu sekitar 30 menit untuk mewawancarai satu orang.
Bagi saya, mewawancarai para peserta adalah tugas menyenangkan. Saya sungguh senang melihat banyak sekali karakter manusia yang hampir semuanya unik. Melihat bagaimana cara mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya lontarkan. Melihat sikap para peserta saat ber argumentasi, berinprovisasi, termenung, bahkan “menyerah” saat tidak mampu menjawab pertanyaan yang mungkin sulit menurut mereka.

Sebagai calon peserta AB 2 yang menjadi basis konsep di komisariat masing-masing, mereka harus di “press” kapasitasnya. Setidaknya untuk menjadi calon AB 2 mereka harus memiliki bekal keIslaman, ke-KAMMI-an, pengetahuan seputar Ideologi,  Keindonesiaan yang cukup. Mengapa? Karena mereka nanti menjadi refrensi kader-kader “Juniornya”. Mereka harus mampu berdialektika, menjawab segala pertanyaan-pertanyaan baik dari kader KAMMI sendiri maupun pihak luar.

Oleh sebab itu sebagai pewawancara, sayapun berusaya seoptimal mungkin memberikan pertanyaan-pertanyaan yang kerap kali menjadi tanda-tanya baik bagi diri saya sendiri maupun kader secara umum. “Pusing-pusing sekalian deh” begitu pikiran saya. Jika mereka tidak mampu menjawab pertanyaan saya atau mereka masih belum puas dengan jawabannya setiadaknya saya telah memantik mereka agar termotivasi membuka buku kembali, memperdalam ilmunya kembali. Saya tidak ingin mereka dengan gampangnya menyandang status AB2 dengan mudahnya. Saya tidak ingin kader-kader AB2 KAMMI Daerah Semarang hanya sekedar menyandang status formal “Gue Ab2!”.

Mungkin itulah yang membuat wawancara saya membutuhkan waktu lama. Tetapi yang menjadi perhatian saya adalah saat saya memberikan pertanyaan seputar manhaj KAMMI meliputi visi-misi, paradigma, prinsip, karakter, dan unsur gerakan KAMMI. Saya tidak mengharuskan mereka mampu menjawab semuanya. Namun minimal mereka mampu menjelaskan salah satu saja secara detail. Dan sampailah saya pada sebuah pertanyaan “Apakah antum tahu visi-misi KAMMI?”. Saya lontarkan pertanyaan ini kepada salah seorang calon peserta tapi sayangnya dia belum mampu menjawabnya. Nampaknya dia agak kebingungan. Saya semakin penasaran lalu saya ulangi sekali lagi. “Antum Tahu visi-misi KAMMI akh masak Gak Tahu???” saya semakin penasaran. “Afwan Akh ana ndak tahu” dia pasrah. Lalu saya pura-pura merasa aneh aja dengan mengatakan “Lho kok bisa gak tahu akh, antum sekarang lagi seleksi AB2 lhoo.. “. Dia hanya senyum-senyum saja. “Antum angkatan berapa?” Saya kembali tanya. “Angkatan 2010 Akh”. “Nah antum udah 2 tahun looh jadi kader KAMMI, masak visi misi saja tidak hafal?” ungkap saya terang-terangan sok hebat gitu hehehe.

Ternyata bukan satu orang saja yang kebingungan ketika saya tanya tentang visi-misi KAMMI, tetapi dialami juga beberapa calon yang lain. Saya masih ingat betul ada sekitar 3 atau 4 calon yang kebingungan. Lalu saya tanya lagi saja secara To The Point “Trus apa motif antum tertarik masuk KAMMI akh???”. Akhirnya dia pun bicara, mungkin karena terus-terusan saya berondong dengan pertanyaan. “Ane ikut KAMMI karena nyaman akh, sikap orang-orangnya baik, pokoknya hati ana nyaman saja”. Begitu ungkapnya polos. Tidak jauh berbeda, calon yang lainpun menjawab dengan nada yang serupa.

Saya sempat termenung sejenak. Saya jadi teringat ketika saya sedang diwawancarai oleh “senior” beberapa tahun lalu saat ikut seleksi calon peserta DM2 Semarang. Padahal waktu itu saya bisa dikatakan telat masuk KAMMI. Saya masuk KAMMI tahun 2010 padahal saya angkatan 2008. Waktu itu ketika ditanya mengapa masuk KAMMI, kurang lebih saya menjawab karena faktor kedekatan saja, lebih klop saja dihati. Begitupun ketika saat ini saya mewawancarai kader-kader komisariat, jawaban mereka tidak jauh berbeda. Kebanyakan tertarik masuk di KAMMI bukan karena memahami ideologinya, tetapi karena penampakkan luar para kader-kadernya.

Nah dari situlah saya sementara menyimpulkan bahwa akhlak seorang kader KAMMI  merupakan faktor penting sebelum pengetahuan tentang ideologi. Pengetahuan seorang kader harus seiring sejalan dengan kualitas akhlaknya, kualitas sikapnya. Seorang kader KAMMI tidak hanya kaya akan pengetahuan (intelektualitas) saja, tetapi harus terwujudkan dalam sikap sehari-harinya.

Inilah yang ditawarkan KAMMI sebagai organisasi yang lahir saat momentum Reforamasi 1998. Organisasi ini tidak terjebak kepada “Islam Simbolik”, dimana embel-embel islam hanya tertera indah di AD/ART organisasi saja, tetapi juga harus diimplementasikan secara konsekuen oleh seluruh kader-kadernya. Sarana-sarana kaderisasi menjadi hal yang urgen diberikan secara intens kepada seluruh kader-kadernya sebagai sarana untuk pembinaan yang efektif.

Selain itu, pengawasan terhadap perilaku/ akhlak kader-kadernya harus menjadi keharusan. Setiap kader yang menyimpang terhadap manhaj harus ditindak tegas sesuai mekanisme yang berlaku dalam organisasi. Dengan demikian kekhasan KAMMI sebagai organisasi kader tetap terjaga. Semoga kader-kader KAMMI dimasa kini dan yang akan datang tidak terjebak pada apa yang dinamakan “Islam Simbolik”. 

Tidak ada komentar: