...sungguh
aneh tapi nyata
Takkan
terlupa
Kisah-kasih
disekolah
Dengan
si dia
Tiada
masa paling indah
Kisah-kasih
disekolah...
Cuplikan lirik diatas saya kutip dari
lagu yang dibawakan oleh almarhum Crisye dan pernah dijadikan iringan dalam
sinetron-sinetron remaja dengan menggunakan latar sekolah. Cinta memang tema
yang tidak pernah habis-habisnya dijadikan “komoditas” oleh para produser
per-sinetronan/perfilm-an. Sampai-sampai sekolah sebagai institusi pendidikan
yang seharusnya penuh dengan muatan edukasipun diincar. Manusia memang
dianugrahkan rasa cinta oleh Tuhan, termasuk rasa cinta terhadap lawan jenis.
Namun yang menjadi aneh adalah ketika muatan yang disampaikan dalam sinetron
atau film itu “lebay” dan tidak proporsional bahkan terkesan “diada-adakan”. Perilaku siswa dan siswi seperti glamor,
licik, manja, hingga tindakan kekerasan karena berebut calon “yang diclaim
pacarnya” justru jauh dari potret yang semenstinya (sekolah). Bahkan yang lebih
miris lagi adalah peran guru pada sebagian sinetron dijadikan ‘pendukung’ dalam
kisah cinta para siswa dalam cerita tersebut. Mengutip pendapat Tester (1994:
40) terkait tayangan-tayangan sinetron remaja tersebut sebagai “komersialisasi “sampah” yang berbahaya karena berdampak serius pada
kualitas hidup manusia”.
Tentang glamoritas, tak heran, jika
anggota DPR RI, Ali Mochtar Ngabalin, dan beberapa anggota DPR yang lain (dibidang
informasi) merasa prihatin dengan tayangan-tayangan televisi yang bernuansa
glamoritas, pembodohan publik, dan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.
Meskipun
lontaran keras para wakil rakyat telah disampaikan terhadap pemerintah. anehnya,
sinetron-sinetron percintaan berlatar sekolah itu tetap saja menghiasi layar
kaca kita, padahal dampaknya telah nampak terlihat. Tidak sulit untuk
membuktikan pengaruh sinetron terhadap siswa dan siswi tersebut. Kita bisa
melihatnya dari lapisan yang paling konkret yakni seragam (Uniform) dimana sebagian siswa-siswi itu meniru gaya berpakaian
para aktris seperti berpakaian super ketat, rok diatas paha, dan penggunaan
dasi yang compang-camping. Kemudian kita juga bisa melihatnya dari aspek sikap
seperti gaya bertutur dan berkomunikasi kepada orang lain. Sebuah
penelitian American Psychological Association (APA)
pada tahun 1995, ‘bahwa tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk
berlaku baik, dan tayangan yang kurang bermutu akan mendorong seseorang untuk
belaku buruk’ bahkan penetilian ini menyimpulkan bahwa hampir semua perilaku
buruk yang dilakukan seseorang adalah pelajaran yang mereka terima sejak kecil.
Sejatinya sekolah merupakan tempat sarat
dengan muatan-muatan edukasi, tempat menanam karakter luhur bangsa, namun
kenyataannya di lanyar kaca tidak demikian, malah aspek edukasinya sangat minim
bahkan tidak dimunculkan. Dan jika hal ini terus-menerus dibiarkan, maka akan
sangat membahayakan terhadap ketahanan mental bangsa kita. Dengan membiarkan
sinetron-sinetron seperti itu tetap mewarnai televisi kita justru dalam jangka
panjang sama saja menanamkan kedalam benak siswa dan siswi terhadap image sekolah sebagai institusi
pendidikan sebagai ajang “cari jodoh” bukan ajang cari potensi dan jati diri.
Dalam hal ini wajib melakukan
tindakan ‘pengamanan’ terhadap seluruh generasi penerus bangsa dimsa depan
yakni para remaja. Tindakan ‘pengamanan’ tersebut bisa diawali oleh pemerintah,
dalam hal ini KEMENDIKBUD (Kementrian Pendidikan dan kebudayaan) bersama
pihak-pihak terkait seperti LSI (Lembaga Sensor Indonesia), KPI (Komisi
Penyiaran Indonesia) dan para produser film, dan sebagainya untuk membahas
masalah ini dan membuat kesepakatan-kesepakatan yang konkret.
Semoga wajah sekolah sebagai salah
satu institusi pendidikan formal dilayar kaca semakin membaik dan mendidik.
Semarang, 11 Juli 2012
Anton
Anton
Ketua KAMMI (Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat Fakultas Ilmu Budaya UNDIP Periode
2011-2012
*gambar diambil dari google.com
*gambar diambil dari google.com
3 komentar:
Gue setuju ton dengan tulisan lu ini. Sayangnya adik gue yang paling kecil sangat suka dgn sinetron model kayak begituan. :(...semoga lekas sadar. :)
sama adik gua juga. Kasian liatnya jadi korban sutradara yang gek jelas visi-nya
sudah waktunya kita perlu sosok yang bisa berkarya lewat dunia pertelevisian, dulu Kang Abik sudah memulainya...tinggal siapa lagi yang akan menyusulnya. mengusung visi perbaikan masyarakat melalui media Televisi. karena sadar atau tidak, yang paling mudah berpengaruh bagi masyarakat sekarang ini adalah media yang mereka lihat sepanjang hari (TV terutama)......
berarti kita butuh penulis skenario sinetron yang baik, produser yang baik,dak kawan2nya, untuk indonesia yang lebih baik....he....
Posting Komentar