Rabu, Juli 11, 2012

Wajah Sekolah dilayar Kaca...

...sungguh aneh tapi nyata
Takkan terlupa
Kisah-kasih disekolah
Dengan si dia
Tiada masa paling indah
Kisah-kasih disekolah...
Cuplikan lirik diatas saya kutip dari lagu yang dibawakan oleh almarhum Crisye dan pernah dijadikan iringan dalam sinetron-sinetron remaja dengan menggunakan latar sekolah. Cinta memang tema yang tidak pernah habis-habisnya dijadikan “komoditas” oleh para produser per-sinetronan/perfilm-an. Sampai-sampai sekolah sebagai institusi pendidikan yang seharusnya penuh dengan muatan edukasipun diincar. Manusia memang dianugrahkan rasa cinta oleh Tuhan, termasuk rasa cinta terhadap lawan jenis. Namun yang menjadi aneh adalah ketika muatan yang disampaikan dalam sinetron atau film itu “lebay” dan tidak proporsional bahkan terkesan “diada-adakan”.  Perilaku siswa dan siswi seperti glamor, licik, manja, hingga tindakan kekerasan karena berebut calon “yang diclaim pacarnya” justru jauh dari potret yang semenstinya (sekolah). Bahkan yang lebih miris lagi adalah peran guru pada sebagian sinetron dijadikan ‘pendukung’ dalam kisah cinta para siswa dalam cerita tersebut. Mengutip pendapat Tester (1994: 40) terkait tayangan-tayangan sinetron remaja tersebut sebagai “komersialisasi “sampah” yang berbahaya karena berdampak serius pada kualitas hidup manusia”.
Tentang glamoritas, tak heran, jika anggota DPR RI, Ali Mochtar Ngabalin, dan beberapa anggota DPR yang lain (dibidang informasi) merasa prihatin dengan tayangan-tayangan televisi yang bernuansa glamoritas, pembodohan publik, dan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.
Meskipun lontaran keras para wakil rakyat telah disampaikan terhadap pemerintah. anehnya, sinetron-sinetron percintaan berlatar sekolah itu tetap saja menghiasi layar kaca kita, padahal dampaknya telah nampak terlihat. Tidak sulit untuk membuktikan pengaruh sinetron terhadap siswa dan siswi tersebut. Kita bisa melihatnya dari lapisan yang paling konkret yakni seragam (Uniform) dimana sebagian siswa-siswi itu meniru gaya berpakaian para aktris seperti berpakaian super ketat, rok diatas paha, dan penggunaan dasi yang compang-camping. Kemudian kita juga bisa melihatnya dari aspek sikap seperti gaya bertutur dan berkomunikasi kepada orang lain. Sebuah penelitian American Psychological Association (APA) pada tahun 1995, ‘bahwa tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berlaku baik, dan tayangan yang kurang bermutu akan mendorong seseorang untuk belaku buruk’ bahkan penetilian ini menyimpulkan bahwa hampir semua perilaku buruk yang dilakukan seseorang adalah pelajaran yang mereka terima sejak kecil.
Sejatinya sekolah merupakan tempat sarat dengan muatan-muatan edukasi, tempat menanam karakter luhur bangsa, namun kenyataannya di lanyar kaca tidak demikian, malah aspek edukasinya sangat minim bahkan tidak dimunculkan. Dan jika hal ini terus-menerus dibiarkan, maka akan sangat membahayakan terhadap ketahanan mental bangsa kita. Dengan membiarkan sinetron-sinetron seperti itu tetap mewarnai televisi kita justru dalam jangka panjang sama saja menanamkan kedalam benak siswa dan siswi terhadap image sekolah sebagai institusi pendidikan sebagai ajang “cari jodoh” bukan ajang cari potensi dan jati diri.
Dalam hal ini wajib melakukan tindakan ‘pengamanan’ terhadap seluruh generasi penerus bangsa dimsa depan yakni para remaja. Tindakan ‘pengamanan’ tersebut bisa diawali oleh pemerintah, dalam hal ini KEMENDIKBUD (Kementrian Pendidikan dan kebudayaan) bersama pihak-pihak terkait seperti LSI (Lembaga Sensor Indonesia), KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dan para produser film, dan sebagainya untuk membahas masalah ini dan membuat kesepakatan-kesepakatan yang konkret.
Semoga wajah sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan formal dilayar kaca semakin membaik dan mendidik.

Semarang, 11 Juli 2012 

Anton 

Ketua KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa  Muslim Indonesia) Komisariat Fakultas Ilmu Budaya UNDIP Periode 2011-2012
*gambar diambil dari google.com

3 komentar:

r mengatakan...

Gue setuju ton dengan tulisan lu ini. Sayangnya adik gue yang paling kecil sangat suka dgn sinetron model kayak begituan. :(...semoga lekas sadar. :)

Bang Anton mengatakan...

sama adik gua juga. Kasian liatnya jadi korban sutradara yang gek jelas visi-nya

Anonim mengatakan...

sudah waktunya kita perlu sosok yang bisa berkarya lewat dunia pertelevisian, dulu Kang Abik sudah memulainya...tinggal siapa lagi yang akan menyusulnya. mengusung visi perbaikan masyarakat melalui media Televisi. karena sadar atau tidak, yang paling mudah berpengaruh bagi masyarakat sekarang ini adalah media yang mereka lihat sepanjang hari (TV terutama)......
berarti kita butuh penulis skenario sinetron yang baik, produser yang baik,dak kawan2nya, untuk indonesia yang lebih baik....he....