Senin, Oktober 14, 2013

Saatnya Mendiskusikan Bersama "Kultur Baru" Aksi KAMMI (KAMMI Semarang)



Sejak di deklarasikan pada tanggal 25 April 1998 di Aula Imam Bardjo Undip Pleburan, KAMMI Daerah Semarang telah berusia 15 Tahun. Selama rentang waktu itulah KAMMI turut  terlibat dalam mewujudkan reformasi. Aksi-aksi KAMMI sejak bulan April hingga Bulan Mei  1998 telah menunjukkan kampuhan gerakan mahasiswa di Kota Semarang.
Sebagai  elemen gerakan mahasiswa yang lahir pada momentum reformasi 1998, KAMMI memotori aksi-aksi massa mahasiswa untuk menyerukan tuntutan reformasi di kota Semarang. Kedekatannya dengan lembaga intra kampus memungkinkan KAMMI menjalin komunikasi dengan organisasi-organisasi tersebut. Tanggal 20 Mei 1998 KAMMI memobilisasi massa mahasiswa  dan rakyat di Kota Semarang menyelenggarakan konsolidasi akbar dengan sebutan “Aliansi Masyarakat Indonesia (AMIN)”. Dalam konsolidasi tersebut, KAMMI mengundang tokoh-tokoh nasional, lokal, dan akademisi. Sebagian aktifis mahasiswa yang ada di daerah datang dan berkumpul di Jakarta menduduki gedung DPR/MPR.

Upaya mahasiswa pun berhasil, tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto meletakkan jabatannya. Pada hari yang sama di Lapangan Simpang Lima KAMMI mengadakan orasi-orasi dan sujud syukur atas lengsernya presiden Soeharto.  Sebagai elemen gerakan mahasiswa baru di Kota Semarang, KAMMI tubuh subur di kampus-kampus negeri dan swasta. Kader-kadernya menjelang akhir tahun 2000 menjadi pimpinan dalam lembaga-lembaga intra di kampus-kampus besar seperti Undip, Unnes, Polines, IKIP PGRI dan Unissula.

Paska momentum reformasi 1998, secara struktur keorganisasian KAMMI belum menunjukkan kemapanan sebagai organisasi modern. Sebelumnya KAMMI sebatas ‘kesatuan aksi’ yang menjadi alat mobilisasi massa mahasiswa dan rakyat. Meski secara formal dalam deklarasi pendiriannya di UMM Malang KAMMI menegaskan tidak ada garis yang menghubungkan antara KAMMI dan LDK, akan tetapi sebagian besar kader-kadernya merupakan Aktivis Dakwah Kampus (ADK). Pada masa berikutnya pasca Orde Baru lengser, KAMMI merubah diri menjadi Organisasi Masyarakat (Ormas). KAMMI sebagai organisasi mahasiswa ekstra menjadi lebih inklusif. Sejak tahun 2000, kader-kadernya tidak lagi sebatas ADK saja tetapi mulai merambah ke mahasiswa-mahasiswa  non ADK.

Selain itu dari sisi pembangunan jaringan, hubungan KAMMI dengan Elemen Gerakan Mahasiswa (EGM) lainnya di Semarang mengalami pasang surut. Hal ini dipengaruhi berdasarkan isu-isu politik yang berkembang dan beragamnya cara pandang gerakan mahasiswa dalam memandang persoalan. Tahun 2001 KAMMI melawan arus gerakan mahasiswa lainnya dalam menyikapi pesoalan nasional. KAMMI menuntut agar Presiden Abdurrahman Wahid mundur dari kursi kepresidenan. Adapun mayoritas elemen gerakan mahasiswa lainnya menilai bahwa Persiden Abdurrahman Wahid masih layak menjadi orang nomor satu di negeri ini. Pada masa inilah KAMMI teralienasi oleh gerakan mahasiswa lainnya. KAMMI lebih banyak bekerjasama dengan lembaga-lembaga intra kampus di Kota Semarang seperti Badan Eeksekutif Mahasiswa (BEM), Senat Mahasiswa (SM) dan Lembaga Dakwah Kampus (LDK).

Selama 15 tahun KAMMI di Kota Semarang cukup aktif dalam mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah. Media-media lokal di Jawa Tengah dan di Kota Semarang menujukkan intens-nya aksi-aksi jalanan KAMMI merespon berbagai isu. Dalam perkembangannya isu-isu yang diangkat KAMMI mengalami beberapa perubahan tren. Pada awal muncul di permukaan hingga tahun 2004, fokus isu-isu yang diangkat dalam aksi-aksi jalanan yang banyak mengangkat isu nasional. Adapun sejak tahun 2004 sampai dengan 2013, KAMMI lebih banyak mengangkat isu-isu lokal. Aksi-aksi jalanan lebih mendominasi dalam gerakan KAMMI yang sifatnya reaksioner seperti seruan-seruan anti korupsi, Zionisme Israel dan  aksi tanggap bencana. Pada masa itu pula KAMMI mulai berupaya mendefinisikan makna ‘aksi’ lainnya dengan melibatkan diri dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat Kota semarang.

Hingga saat ini, aksi-aksi jalanan masih mendominasi gerakan KAMMI Semarang, meski tidak bisa dipungkiri terdapat pula aksi-aksi non jalanan. Akan tetapi kultur “reaksioner” warisan gerakan mahasiswa 98 masih cukup kuat tertanam dalam gerakannya. Padahal zaman telah satu dekade lebih. Banyak sudah perubahan-perubahan yang terjadi di negeri ini. Disinilah tantangan KAMMI untuk merekontektualisasi makna “aksi” sebagai bentuk jawaban atas tantangan perubahan zaman. Apakah “aksi-aksi” jalanan masih  cocok menjadi kultur di KAMMI. Apakah mindset ‘aksi’ bagi kader-kadernya hanyalah aksi jalanan semata?. Bukan berarti aksi jalanan sudah tidak berlaku lagi. Akan tetapi aksi jalanan hanyalah sebagian kecil aksi-aksi KAMMI. Kita boleh berdalih “Kan KAMMI masih hijau Bung”. Ya, usia KAMMI masih terbilang hijau ketimbang elemen gerakan mahasiswa lainnya. Tidak elok kiranya mengkritisi KAMMI yang masih “hijau” ini. Tapi inilah yang harus kita diskusikan bersama-sama.

Tidak ada komentar: