Rabu, Maret 28, 2012

LOGIKA USIA

Dikala senja yang begitu romantis, tidak panas dan tidak pula dingin, ditambah hembusan angin yang begitu ramah, menjadikan suasana senja begitu nikmat. Saya duduk sendiri di Beranda Masjid kampus Undip yang megah. Hiruk pikuk mahasiswa dihalaman masjid begitu dinamis. Mereka menjalankan aktivitasnya masing-masing entah urusan apa saja yang mereka kerjakan saya tidak tahu. Ada yang bergegas mengambil air wudhu bersegera menunaikan ibadah solat, ada yang sedang asik bercengkrama, ada yang serius mengerjakan tugas-tugas kuliah, ada yang sedang "menikmati" syuro disetiap pojok beranda. Dan ada pula yang sedang "ngelamun" atau merenung seperti saya.

Gemuruh kendaraan seakan tak pernah habis-habisnya memekakkan telinga. Walaupun demikian, saya tetap merasakan ketentraman yang begitu 'lezat' menyelimuti rongga dada. Apakah perasaan tentram itu berasal dari dalam diri saya sendiri ataukah disebabkan karena efek dari paduan suasana yang ada dari luar? Ataukah paduan dari keduanya? Yang pasti suasana senja itu waktu itu terasa begitu nikmat.

Disaat menikmati suasana yang begitu syahdu, kedua mata ini mengarah kepada seorang renta yang sedang terlelap tidur di beranda masjid. Sepertinya ia amat kelelahan. Rambutnya hampir semuanya memutih, kulitnya terlihat sudah menunjukan kekenduran alias keriput. Dan beberapa lama saya pandangi si renta tersebut, dalam hati saya "Masya Alloh mungkin suatu saat nanti saya akan seperti dia". Saya pandangi sekali lagi, saya perhatikan kakinya, kulitnya, wajahnya yang keriput itu. Sesekali saya bandingkan dengan kulit saya yang masih kencang. Entah mengapa bulu kuduk saya merinding, saya merasa takut, seperti "tidak rela" jika harus mengalami fase renta seperti si renta tersebut dan meninggalkan masa muda. Tiba-tiba saya terpikir akan suatu hal yang sering saya lupakan yakni perihal "kematian". Woow.... Saya pribadi bisa dikatakan amat jarang mengingat-ingat kematian. Karena saya pikir, semua orang pasti akan mati. Tanpa berpanjang-panjang renungan perihal kematian.

Memang yang namanya "kematian" bagi makhluk itu adalah hak prerogatif Allah. Tapi mengapa sepertinya saya menciptakan konstruksi usia saya sendiri? Seakan-akan kematian itu harus melulu melalui tahapan-tahapan. Kemudian dibenak saya seolah telah tertanam bahwa yang namanya kematian itu suatu hal yang amat jauh dan tidak dekat? "saya masih muda kok, masih segar bugar, masih jauh dengan yang namanya mati" begitu kurang lebih bisikan hati saya. Disitulah dialektika tiba-tiba dibenak saya mulai berkecamuk, apakah harus melulu yang namanya mati itu melalui proses-proses "alamiah" seperti kelahiran, masa kanak-kanak, remaja,dewasa, tua, sakit-sakitan, lalu mati? Jika memang demikian mengapa ada seorang bayi yang ketika dilahirkan tetapi berumur pendek? Mengapa ada sahabat saya yang usianya lebih muda dari saya bahkan saya dipagi harinya sempat bercengkrama dengannya tapi disore hari ia wafat secara tidak diduga-duga karena kecelakaan yang mungkin kecelakaan itu tidak dipikirkan oleh sahabat saya sendiri sebelumnya. Tapi mengapa ada pula seorang yang umurnya hampir menginjak satu abad tapi belum juga wafat-wafat?.
Nah dari situ saya berkesimpulan bahwa yang namanya "kematian" itu tidak melulu melalui tahapan-tahapan "alami"yang selama ini saya bayangkan (saya logika-kan). Tapi kematian itu memang "tak terduga" dan bisa dialami siapa saja, kapan dan dimana saja tidak ada makhlukpun yang tahu kapan dan dimana ia akan mati selain Dia. Sering kali saya berfikiran bahwa mati itu masih jauh "wong saya masih muda kok, masih segar bugar masa harus mati"?

Namun itulah sesungguhnya kelemahan dan ketidak-kuasaan kita sebagai hamba yang tidak cukup menalar kamatian. Kematian seseorang tidak bisa dinalarkan dan hanya sebatas prediksi-prediksi bahwa ukuran usia manusia sekian dan sekian. Tapi itu hanyalah perkiraan belaka. Karena disekitar kita banyak sekali hal-hal yang berkaitan kematian yang terjadi diluar perkiraan. Oleh sebab itu marilah sama-sama kita manfaatkan kesempatan hidup ini dengan sebaik-baiknya. Apalagi sebagai seorang muslim yang mempercayai rukun Iman dan rukun Islam. Semoga sharing ini bermanfaat.


"waktu cepat sekali berlalu bahkan sekejap, dahulu kita masih kanak-kanak eh tahu-tahu kini sudah punya anak, dahulu usia kita masih belasan tahun eh tahu-tahu kini sudah puluhan tahun. Maka disitulah cerdasnya orang yang beriman, menyadari bahwa waktu begitu cepat berlalu bahkan sekejap, maka diolahlah waktu yang sekejap itu menajdi berarti" (Ust. M. Arifin Ilham via MP3)

Tidak ada komentar: