Dikala senja yang begitu romantis, tidak panas dan tidak pula dingin,
ditambah hembusan angin yang begitu ramah, menjadikan suasana senja
begitu nikmat. Saya duduk sendiri di Beranda Masjid kampus Undip yang
megah. Hiruk pikuk mahasiswa dihalaman masjid begitu dinamis. Mereka
menjalankan aktivitasnya masing-masing entah urusan apa saja yang mereka
kerjakan saya tidak tahu. Ada yang bergegas mengambil air wudhu
bersegera menunaikan ibadah solat, ada yang sedang asik bercengkrama,
ada yang serius mengerjakan tugas-tugas kuliah, ada yang sedang
"menikmati" syuro disetiap pojok beranda. Dan ada pula yang sedang
"ngelamun" atau merenung seperti saya.
Gemuruh kendaraan
seakan tak pernah habis-habisnya memekakkan telinga. Walaupun demikian,
saya tetap merasakan ketentraman yang begitu 'lezat' menyelimuti rongga
dada. Apakah perasaan tentram itu berasal dari dalam diri saya sendiri
ataukah disebabkan karena efek dari paduan suasana yang ada dari luar?
Ataukah paduan dari keduanya? Yang pasti suasana senja itu waktu itu
terasa begitu nikmat.
Disaat menikmati suasana yang begitu
syahdu, kedua mata ini mengarah kepada seorang renta yang sedang
terlelap tidur di beranda masjid. Sepertinya ia amat kelelahan.
Rambutnya hampir semuanya memutih, kulitnya terlihat sudah menunjukan
kekenduran alias keriput. Dan beberapa lama saya pandangi si renta
tersebut, dalam hati saya "Masya Alloh mungkin suatu saat nanti
saya akan seperti dia". Saya pandangi sekali lagi, saya perhatikan
kakinya, kulitnya, wajahnya yang keriput itu. Sesekali saya bandingkan
dengan kulit saya yang masih kencang. Entah mengapa bulu kuduk saya
merinding, saya merasa takut, seperti "tidak rela" jika harus mengalami
fase renta seperti si renta tersebut dan meninggalkan masa muda.
Tiba-tiba saya terpikir akan suatu hal yang sering saya lupakan yakni
perihal "kematian". Woow.... Saya pribadi bisa dikatakan amat jarang
mengingat-ingat kematian. Karena saya pikir, semua orang pasti akan
mati. Tanpa berpanjang-panjang renungan perihal kematian.
Memang
yang namanya "kematian" bagi makhluk itu adalah hak prerogatif Allah.
Tapi mengapa sepertinya saya menciptakan konstruksi usia saya sendiri?
Seakan-akan kematian itu harus melulu melalui tahapan-tahapan. Kemudian
dibenak saya seolah telah tertanam bahwa yang namanya kematian itu suatu
hal yang amat jauh dan tidak dekat? "saya masih muda kok, masih segar
bugar, masih jauh dengan yang namanya mati" begitu kurang lebih bisikan
hati saya. Disitulah dialektika tiba-tiba dibenak saya mulai berkecamuk,
apakah harus melulu yang namanya mati itu melalui proses-proses
"alamiah" seperti kelahiran, masa kanak-kanak, remaja,dewasa, tua,
sakit-sakitan, lalu mati? Jika memang demikian mengapa ada seorang bayi
yang ketika dilahirkan tetapi berumur pendek? Mengapa ada sahabat saya
yang usianya lebih muda dari saya bahkan saya dipagi harinya sempat
bercengkrama dengannya tapi disore hari ia wafat secara tidak
diduga-duga karena kecelakaan yang mungkin kecelakaan itu tidak
dipikirkan oleh sahabat saya sendiri sebelumnya. Tapi mengapa ada pula
seorang yang umurnya hampir menginjak satu abad tapi belum juga
wafat-wafat?.
Nah dari situ saya berkesimpulan bahwa yang namanya
"kematian" itu tidak melulu melalui tahapan-tahapan "alami"yang selama
ini saya bayangkan (saya logika-kan). Tapi kematian itu memang "tak
terduga" dan bisa dialami siapa saja, kapan dan dimana saja tidak ada
makhlukpun yang tahu kapan dan dimana ia akan mati selain Dia. Sering
kali saya berfikiran bahwa mati itu masih jauh "wong saya masih muda
kok, masih segar bugar masa harus mati"?
Namun itulah
sesungguhnya kelemahan dan ketidak-kuasaan kita sebagai hamba yang tidak
cukup menalar kamatian. Kematian seseorang tidak bisa dinalarkan dan
hanya sebatas prediksi-prediksi bahwa ukuran usia manusia sekian dan
sekian. Tapi itu hanyalah perkiraan belaka. Karena disekitar kita banyak
sekali hal-hal yang berkaitan kematian yang terjadi diluar perkiraan.
Oleh sebab itu marilah sama-sama kita manfaatkan kesempatan hidup ini
dengan sebaik-baiknya. Apalagi sebagai seorang muslim yang mempercayai
rukun Iman dan rukun Islam. Semoga sharing ini bermanfaat.
"waktu
cepat sekali berlalu bahkan sekejap, dahulu kita masih kanak-kanak eh
tahu-tahu kini sudah punya anak, dahulu usia kita masih belasan tahun eh
tahu-tahu kini sudah puluhan tahun. Maka disitulah cerdasnya orang yang
beriman, menyadari bahwa waktu begitu cepat berlalu bahkan sekejap,
maka diolahlah waktu yang sekejap itu menajdi berarti" (Ust. M. Arifin
Ilham via MP3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar