Sejatinya bulan Ramadhan dimanfaatkan sebagai
bulan introspeksi diri baik secara individu, keluaraga, masyarakat bahkan dalam
lingkup kenegaraan. Apa saja yang telah dilakukan selama ini. Apakah hari ini
sama dengan hari kemarin, lebih baik, ataukah malah lebih buruk?. Setiap
lingkup perlu yang namanya introspeksi. Akan bagaimana jadinya jika dalam
setiap fase hidup yang telah dilalui berlalu begitu saja tanpa ada unsur
introspeksi diri. Setelah sekali terperosok dalam got, ternyata tidak mengambil
pelajaran hingga membuatnya terperosok kembali pada got yang sama. Ada pepatah
klasik yang mengatakan “hanya keledai yang jatuh kedua kalinya”. Tentu setiap
orang tidak ingin disama-kan seperti keledai. Oleh karena itu dalam pepatah itu
memberikan nasehat yang berharga kepada kita yang intinya “jangan mengulangi kesalahan
yang sama”.
Indonesia perlu
perbaikan! Jelas, banyak sekali yang harus diperbaiki bersama-sama. Indonesia
yang diproklamirkan 65 tahun yang lalu tepat pada suasana bulan Ramadhan masih
perlu banyak perbaikan. Mungkin pada pendiri bangsa yang gurur itu menangis
melihat negeri yang dibela dengan pengorbanan jiwa raga itu terlunta-lunta
seperti saat ini. Mungkin mereka akan kecewa mendalam melihat para pemimpin
negeri banyak yang tidak amanah. Hasil survei menunjukan bahwa Indonesia
menempati rangking pertama se-Asean sebagai negara terkorup. Kemudian survei
terbaru tahun 2011 menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indonesia berada pada level 0,617 pada tahun 2011 dengan posisi peringkat pada
nomer 124 dari 187 negara di dunia. "IPM Indonesia tahun lalu berada pada
level 0,613, tapi tahun ini meningkat tipis pada level 0,617," kata Staf
Ahli Menkokesra Bidang Kreativitas dan Inovasi Teknologi, Dr H TB Rahmad Sentika.
(Republika 27 November 2011). Indonesia berada dibawah posisi Singapura dan
Malaysia yang merdeka-nya belakangan.
Kemudian Indonesia dibanggakan sebagai negara yang kaya.
Kekayaan alamnya begitu melimpah baik didaratan maupun dilautan. Namun nyatanya
masyarakatnya sebagian besar dalam kondisi miskin. Menurut pengamatan Asian Development Bank (ADB) menyebutkan, jumlah
kaum papa di Indonesia melompat tajam dari 40,4 juta di 2008 menjadi 43,1 juta
orang pada 2010, atau selama tiga tahun jumlah orang miskin di
Indonesia bertambah 2,7 juta orang. Mereka yang dikatakan miskin, menurut ADB,
yang berpenghasilan di bawah Rp 7.800 per hari. Angka itu berselisih 10 persen
dari standar kemiskinan pemerintah: Rp 7.600 per hari. (Metronews.com). Belum
lagi kasus korupsi para pejabat-pejabat daerah dan pusat yang semakin menggila.
Bahkan yang lebih heboh lagi, pengadaan Al-quran-pun di korupsi oleh oknum di Kementrian
Agama. Lalu akan dibawa kemana negeri yang katanya kaya raya ini? Tepat kiranya
ungkapan Jaya Suprana bahwa kekayaan negeri ini telah menjadi kutukan yang
sangat mengerikan.
Masalah-masalah yang
saya paparkan diatas hanyalah beberapa saja karena masih banyak permasalahan
lain yang perlu diselesaikan. Itulah tantangan bagi manusia saat ini dan dimasa
yang akan datang. Tentu kita tidak bisa menyelesaikan semua permasalahan itu
semua dalam waktu singkat. Kepemimpinan merupakan kunci agar
permasalahan-permasalahan itu bisa terselesaikan. Oleh sebab itu yang
dibutuhkan Indonesia saat ini adalah sosok-sosok pemimpin yang memiliki sifat
seperti Rosulullah yakni siddiq, (benar), amanah (Jujur), dan fathonah
(cerdas) dan tablig (menyampaikan/komunikasi).
Setidaknya para pemimpin masa depan negeri ini berkiblat terhadap sifat-sifat
kerosulan tersebut bukan berkiblat terhadap sifat-sifat Fir’aun yang menindas.
Indonesia adalah negera besar, sehingga butuh pemimpin yang memiliki karakter
seperti Rosulullah. Tidak mungkin negeri ini diwariskan oleh orang-orang yang
kerdil.
Oleh sebab itu kita bangsa
Indonesia sebagai pewaris sah negeri ini harus menentukan sikap. Tahun 2014
mendatang kita akan menghadapi pesta demokrasi dimana tampuk kepemimpinan
nasional akan “diperebutkan”. Berarti kita masih menunggu dua Ramadhan lagi untuk
menentukan pemimpin-pemimpin yang akan membawa Indonesia menuju kemenangan. Jangan
sampai kita terperosok dalam lubang yang sama, karena “Hanya keledai-lah yang
jatuh dalam lubang yang sama”. Dan kita adalah manusia bukan keledai.
Semarang, 25 Juli 2012
Anton
KAKOM FIB 2011-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar