Suasana pagi itu masih terasa sepi dan dingin.
Meskipun begitu perlahan-lahan sinar mentari dari ufuk timur naik dan mulai
memberi kehangatan, hingga udara-pun berubah menjadi sejuk. Warga Jawa Tengah
(Jateng) pun mulai terbangun dari tidurnya. Seperti biasa, pada hari ahad Bundaran
Simpang Lima selalu tumpah ruah oleh warga. Bisa dikatakan mungkin hanya
seminggu sekali warga mengadakan “Pesta Rakyat”. Pada hari itu mereka secara
leluasa bermain diatas halusnya jalan raya sambil bersepeda dan berjalan kaki.
Ya, hari itu adalah hari ahad tanggal 17 Maret
2013 Pemerintah kota Semarang memberlakukan Car
free Day di sekitar alun-alun Simpang Lima. Meski hanya berlaku beberapa
jam saja tetapi warga seakan begitu menikmatinya. Warga saling berkumpul, saling
bercengkrama. Mulai dari anak-anak hingga orang tua, yang kaya, yang miskin,
semuanya membaur jadi satu. Sejenak mereka bersantai menikmati hari libur yang
spesial.
Tetapi disudut lain ada sesuatu yang berbeda. Pada
pukul 08.00 WIB satu persatu para pejalan kaki maupun pengendara motor dan
mobil dari arah lain saling berdatangan memenuhi halama parkir hotel. Bukannya ada
Car Free Day hari itu?, bukankah roda
dua dan roda empat dilarang masuk?. Tunggu dulu! Meski hari itu ada Car Free Day, tetapi hanya diberlakukan
jalan-jalan tertentu saja alias tidak disemua ruas jalan. Salah satunya adalah
Jalan Erlangga. Jalan yang letaknya dekat dengan Hotel Horison dan dari jalan
itulah para pengendara diijinkan lewat.
Salah seorang pemuda dengan kostum bertuliskan
“Pandu Keadilan” dengan ramah menyapa tamu undangan pria yang sedang kebingungan
dimana seharusnya memarkir motornya. Dengan sigap pemuda berkostum “Pandu
Keadilan” itu memberikan arahan kepada tamu undangan hingga sampai di tempat
parkiran. “Maturnuwun Mas....” tamu undangan itu mengucapkan terima kasihnya. Kemudian
dengan bersahabat pemuda itu mengulurkan tangannya tanda selamat datang. Uluran
tangan itu pun dibalas oleh sang tamu dengan ramah. Begitulah tradisi kader PKS
saat bertemu kader yang lainnya. Meski tidak saling mengenal, meski berbeda
daerah, namun jika sudah bertemu, seakan-akan seperti telah berkawan sejak
lama. Padahal itu adalah pertemuan yang pertama kalinya. Bisa jadi karena
atribut PKS yang dipakai sang tamu sehingga dengan mudah dapat dikenali bahwa
si tamu adalah sama-sama kader PKS. Bisa jadi bukan pula kerena sekedar
atribut, mungkin karena ikatan ukhuwah, ikatan akidah, ikatan dakwah yang
membuat mereka akrab. Siapapun yang
menyaksikan adegan itu mungkin akan tersenyum.
Hari itu memang hari penting bagi kader PKS
Jateng. Hari dimana akan diadakan konsolidasi akbar kader PKS Se-Jateng di
hotel Horison Semarang. Itulah mengapa pada hari Ahad secara berduyun-duyun
kader PKS berdatangan memenuhi hotel.
Tidak
Seperti Biasanya
“Balroom Lantai tujuh... Balroom lantai tujuh...”
dengan lantang salah seorang panitia pria memberi arahan kepada para tamu yang
mulai padat itu. Para tamupun---kader-kader PKS--mengikuti arahan tersebut dan
menuju tangga dan lift. Sebagian ada yang naik dengan lift tetapi ada juga yang
sengaja naik melalui tangga. Saya termasuk yang menggunakan lift.
Akhirnya saya sampai di Balroom lantai tujuh. Dari
ketinggian itu Bundaran Simpang Lima terlihat jelas. Warga terlihat satu
persatu mulai meninggalkan Bundaran. Unik memang, dari ketinggian itu ternyata
Simpang Lima itu tidak bundar, tetapi lebih berbentuk persegi.Selain itu gedung-gedung
bertingkat di Kota Semarang terlihat setara dengan tinggi saya berdiri. Dan
sebelum masuk ke Balroom, sebagian kader-kader PKS menyempatkan mengambil
gambar hamparan Kota Semarang. Mungkin mereka terkagum-kagum melihat hamparan
gedung bak miniatur jika dilihat dari ketinggian. Mungkin mereka kagum melihat
hasil karya manusia membuat desain kota yang sedemikian rumit itu. Luarbisa! manusia
memang telah diitimewakan oleh Allah dengan akalnya.
Akhirnya saya bersama kader PKS yang lainnya menuju meja registrasi.
Memang para petugas registrasi masih santai melayani para tamu yang datang. Para
petugas memberikan artibut seperti bendera, selebaran, dan snack. Ritme kerja para
petugas registrasi masih biasa-biasa saja. Dan ketika kami berada didalam
Balroom, kami dihadapkan pada spanduk besar berwarna cerah. Terlihat gambar
Presiden PKS Ustadz Annis Matta Lc mengenakan busana Jawa plus blangkon
bermahkota di kepala. Di samping gambar Ustadz Annis tertulis kalimat dengan
huruf tebal “Obah Kabeh Mundhak Akeh” yang dalam bahasa Indonesia artinya
“semua bergerak, naik banyak”. Ya, memang target PKS kedepan pada pemilu tahun
2014 nanti adalah masuk bursa partai 3 Besar!, dan itu akan terwujud jika semua
kader bergerak. Itu sekilas inti dari inti kata provokatif tersebut. Kemudian
didalam Balroom suasana masih sepi, hanya terdiri dari dua barisan akhwat dan satu
barisan ikhwan. Aneh memang. Benar-benar beda! Itulah kesan saya saat masuk ke
dalam Balroom. Kami disambut dengan bunyi-bunyian pentatonik Jawa yang khas. Benar-benar
serasa di Kraton Jogjakarta. Dengan khusyuk para panabuh memainkan gamelan
dengan kostum Khas Jawa. Nang..ning...nang,,,ning...duuung gamelan itu
dimainkan dengan lembut. Bagi saya suasana di Balroom benar-benar eksotis. Alunan gamelan yang lembut, lampu ruangan yang
temaram memberikan suasana berbeda. PKS memang beda kali ini.
Jika masih ada yang curiga bahwa PKS anti budaya
Jawa, PKS Wahabi saya berani mengatakan tidak! Butinya beberapa tahun yang lalu
juga PKS menyelenggarakan festival permainan tradisional Jawa Tengah. PKS
pernah mengadakan pertujukan Gobak Sodor terbanyak di Jateng. Bahkan hingga
mendapatkan penghargaan dari Muri (Museum Rekor Indonesia).
“Saya
sampai minta bantuan Mas!”
Sambil menikmati suasana ruangan dan alunan
musik gamelan yang lembut, saya penasaran ingin melihat keadaan di pintu depan.
Saya ingin memastikan apakah masih ada kader yang datang ataukah belum. Ternyata
saya dibuat kaget! Para petugas registrasi jumlahnya semakin banyak. Dan saya
juga menyaksikan antrean sudah mulai memanjang baik antrean ikhwan (pria),
maupun antrean akhwat (wanita). “Wow Cepat Sekali udah banyak yang antre ya
Mas?” ujar saya. “Iya Mas, tadi pada datang rombongan, saya sampai minta
bantuan tambahan petugas yang jaga”! ujar kholis petugas registrasi ikhwan.
Subhanallah... hanya beselang beberapa menit
saja kader PKS bagaikan air bah. Mereka datang seolah tak habis-habisnya dan
langsung memenuhi Balroom.Bahkan dilantai satu, kader sudah terlihat
berdesak-desakan dan membludak ke belakang. “Lantai dua..lantai dua...” teriak
salah seorang panitia memberikan arahan kepada sebagian kader yang masih
berdiri dibarisan paling belakan. Akhirnya secara berombongan kader-kader
tersebut naik ke lantai dua.
Mayoritas memang terdiri dari kalangan muda.
Tetapi tidak hanya dari kalangan muda saja. dari kalangan “tua”—orang yang
telah berkeluarga—pun tidak kalah banyak. Mereka bersama istri dan anak begitu
antusias menemapati sela-sela ruang kosong di Balroom.
Bongkar….bongkar…bongkar mitos itu!!!
Setelah para kader
diberikan kesadaran arti penting sebuah cinta, lalu sang Ustadz memberikan
pemahaman arti penting sebuah energi, sebuah optimisme kepada seluruh kader
dalam mecapai visi. Beliau dalam orasinya menegaskan agar pikiran kita jangan
terhegemoni oleh mitos. Jangan terpenjara oleh mitos. Jika mitos itu selalu
menghantui pikiran justru akan selama-lamanya mitos itu menjajah pikiran kita.
“Meski PKS di Jateng
bukan merupakan basis PKS, jangan biarkan dibenak kita tertanam bahwa Jateng
adalah basisnya “Si Fulan” selama-lamanya. Belum tentu 1000 tahun lagi “Si
Fulan” akan berkuasa.” Dengan gaya retoris ustadz menyamarkan apa yang
dimaksud. Hadirin-pun menanggapinya dengan wajah tersenyum-senyum.
“Usia kita baru lima
belas tahun dan tidak akan lama lagi Jateng menjadi basis kita”. Meliau
kemudian melanjutkan “Oleh sebab itu cara satu-satunya melawan mitos itu adalah
Bongkar…bongkar…bongkarrr!. Gema takbir
seakan menggetarkan setiap dinding Balroom yang megah itu.
Penulis
Anton
Ketua Komunitas Jurnalis (Keris) DPD PKS Kota
Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar