JUMAT nanti (29 Maret 2013) KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia) ganjil sudah berusia 15 tahun. Penetapan usia ini berdasarkan
peristiwa Deklarasi Malang tanggal 29 Maret 1998 di Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM) dalam pertemuan Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus Nasional
(FSLDKN) ke - X.
Sehari
setelah Deklarasi Malang, Ketua Umum Fahri Hamzah mengadakan jumpa pers di
Masjid Arif Rahman Hakim Universitas Indonesia. Fahri Hamzah menyampaikan Lima Pandangan
Umum KAMMI atas Berbagai Persoalan Bangsa Indonesia.
Didepan
para wartawan Fahri Hamzah membacakan pandangan setebal lima halaman yang
berisi antara lain; (1) Bahwa krisis nasional yang sedang terjadi adalah
tanggung jawab pemimpin dan pemerintahannya yang mengemban amanat rakyat untuk
menjalankan pembangunan nasional. (2) KAMMI mengkritisi bahwa para pemimpin dan
pemerintahannya justru selama ini mempertunjukan sikap dan perilaku
kontradiktif yang telah meruntuhkan kepercayaan dan harapan rakyat terhadap
mereka. (3) Menegaskan bahwa rakyat dengan berbagai komponennya yang memiliki
rasa memiliki dan cinta terhadap negeri ini harus segera berbuat secara sadar
dan yakin untuk enyelamatkan negeri. (4) KAMMI menunut dilaksanakannya
reformasi dalam berbagai bidang, bukan saja reformasi dibidang ekonomi, tetapi
juga politik, hukum, budaya, dan moral. KAMMI melihat bahwa kesemuanya ini
saling terkait dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Ini enjadi
seruan pertama KAMMI untuk menuntut reformasi total. (5) Dalam pemahamannya,
KAMMI menegaskan bahwa persoalan yang paling mendasar bangsa Indonesia adalah
rusaknya nilai dan moralitas yang berbasis agama. Bangsa Indonesia dan para
pemimpinnya, mayoritas adalah muslim. Kehancuran negeri ini dan pemerintahannya
adalah akibat langsung dari rusaknya nilai dan moralitas agama (Islam) para
pemimpin negeri ini. Kelima poin pandangan inilah merupakan cara pandang dan
gagasan dasar KAMMI dalam meyikapi persoalan krisis nasional yang sedang
terjadi.
Kelahiran yang menimbulkan kontroversi
Kelahiran KAMMI di Malang ternyata
mengundang kontroversi, baik dikalangan Aktivis Lembaga Dakwah Kampus (LDK) sendiri
maupun dari pihak luar. Dikalangan internal aktivis LDK khususnya yang ikut
didalam FSLDK Nasional X di Malang, beberapa orang peserta tidak sependapat
bila KAMMI dikaitkan dengan FSLDKN. Mereka berpendapat bahwa KAMMI tidak
diputuskan dalam sidang komisi maupun pleno FSLDKN X, tetapi dideklarasikan
setelah berakhirnya FSLDK Nasional X. Adapun penandatanganan “Piagam Deklarasi
Malang” yang dilakukan sebagian besar peserta FSLDKN menurut pandangan ini
mereka tidak mewakili LDK tetapi representasi dari perorangan. Hal ini senada
dengan kesaksian Imam Mardjuki salah seorang delegasi yang mewakili LDK Rohis
Undip (Semarang) dan juga salah Deklarator KAMMI Daerah Semarang. Menurut
kesaksiansnya pada saat itu terjadi perdebatan yang cukup alot mengenai status
KAMMI, apakah KAMMI berada didalam LDK ataukah di luar LDK.
“Jadi
ceritanya waktu itu gini, waktu itu tahun 98 ya saat puncak-puncaknya krisis
yang terjadi dinegara kita, hingga saat itu muncul pertanyaan filosofis,
pertanyaan ideologis dan pertanyaan praktis menyangkut LDK apa tanggung jawab
LDK terhadap kondisi bangsa yang demikian ini, akhirnya disitu ada kata sepakat
bahwa LDK harus berkiprah ikut terlibat menentukan kemana arah bangsa ini.
Waktu itu kan krisis, krisis ekonomi, memuncak pada krisis kepemimpinan ya,
krisis kepemimpinan Suharto yang memuncak, sehingga semua sepakat bahwa LDK dan
ADK, aktivis dakwah kampus harus mengambil berperan aktif mengarahkan perubahan
kemana arah bangsa ini. Itu artinya disepakati harus ada wadah yang menaungi
aktifitas politik ADK. Makanya yang menjadi pertanyaan perdebatan waktu itu
apakah wadah politik ini didalam atau diluar LDK/FSLDK waktu itu ya, ada
perbedaan pendapat, tapi demi kenyamanan LDK, karena kita tidak tahu bagaimana
nasib politik kedepan waktu itu hinnga disepakati wadah ini berada diluar,
diluar FSDK. Maka dibentuk KAMMI, nama yang diharapkan inikan nama ini mirip
dengan KAMI (Komite Aksi Mahasiwa Indonesia) tahun 66 diharapkan semangat
gerakan mahasiwa tahun 66 bisa dilahirkan kembali oleh KAMMI di tahun 98.”
Sedangkan
kontroversi dari kalangan masyarakat mempertanyakan KAMMI sebagai kemungkinan
rekayasa kelompok kepentingan tertentu. Bahkan ada wartawan yang menyampaikan pertanyaan bernada suriga kepada
Haryo Setyoko selaku Sekretaris Umum pertama KAMMI 1998 “Bagaimana bisa
organisasi yang berusia sehari mengeluarkan sikap politik yang sedemikian solid
dan merangkum 60 LDK?”. Sedangkan kontroversi lainnya mengatakan bahwa KAMMI di
back up oleh militer, pendapat ini
beralasan bahwa pada FSLDKN X dalam sesi diskusi panel, hadir Letjend Prabowo
Subianto sebagai pembicara.
Pandangan
ini wajar terjadi karena ketidaktahuan kalangan masyarakat umum. Padahal selama
20 tahun-an para ADK melakukan inkubasi di masjid-masjid kampus. Inkubasi ini
bukan tanpa alasan, inkubasi ini merupakan respon terhadap rezim yang represif
terhadap gerakan mahasiswa, termasuk kepada aktivis Islam. Para orientalis
menyebutnya gerakan aktivis Islam ini sebagai gerakan “bawah tanah” atau
gerakan rahasia. Dan bisa dipahami pandangan-pandangan antara KAMMI dengan
FLSDK sering terjadi kesalahpahaman para pengamat karena secara klutural para aktivis
ADK dan KAMMI berasal dari rahim Aktivis Dakwah Kampus. Setidaknya hingga tahun
2000. Jika dicermati para aktivis KAMMI era sebelum tahun 2000 adalah pengurus
LDK, namun setelah tahun 2000 KAMMI secara terbuka merekrut anggota tidak saja
dari ADK tetapi juga dari mahasiswa muslim non LDK.
Jauh-jauh hari sudah menjalin komunikasi
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa kelahiran
KAMMI mengundang banyak pertanyaan dan kecurigaan dikalangan luar. Namun
sebenarnya bisa dijelaskan mengapa KAMMI sebagai organisasi “bungsu”
seolah-olah langsung menjadi dewasa.
Salah
seorang ADK Rohis Undip Suhendra yang juga merupakan ketua umum KAMMI Daerah
Semarang pertama periode 1998 mengakui bahwa mereka sebenarnya telah jauh-jauh menjalin
komunikasi antar kampus yang ada di Indonesia.
“Saya waktu itu
berangkat sebagai wakil UKM Rohis UNDIP, menghadiri FSLDK se Indonesia ke-10 di
UMM Malang. Hadir saat itu perwakilan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dari Sabang
sampai Merauke. Saya sudah tidak hafal
lagi satu persatu rangkaian acaranya. Tetapi yang masih saya ingat, acara FSLDK
ini di kampus UMM Malang yang pada waktu itu dipimpin oleh Prof. Malik Fajar.
FSLDK ini intinya membahas peran dakwah kampus di masa mendatang, yang meliputi
membahas anggaran dasar dan rumah tangga FSLDK dan juga membahas alternatif
tempat FSLDK berikutnya beserta semacam "presidium" FSLDK.
Rapat-rapat FSLDK saat itu dipimpin oleh Faisal Sanusi (mahasiswa Ilmu Komputer
UI) didampingi Haryo Setyoko (mahasiswa FISIP UGM), Hadi Asmara (mahasiswa MIPA
UI), Suhartono (Mahasiswa FISIP UGM) dan Ananto Pratikno (Mahasiswa Teknik UMM,
sebagai tuan rumah). Ada beberapa ketegangan di akhir acara berupa wacana
apakah FSLDK harus menjadi satu-satunya wadah bagi aktivitas dakwah kampus,
atau perlu kita bentuk wadah baru berupa organisasi eksternal kampus yang bisa
lebih leluasa bergerak tanpa tersekat oleh aturan kemahasiswaan yang saat itu
mayoritas masih dibungkam oleh kebijakan kampus yang pro- orde baru. Namun pada akhirnya, acara FSLDK tersebut
KAMMI dideklarasikan sebagai wadah ekstra kampus untuk para aktivis dakwah
dengan ketua saudara Fachri Hamzah.
Tentu,
bagi para aktivis dakwah kampus, FSLDK di Malang bukanlah yang pertama kalinya
kami saling kenalan. Yang jarang diketahui dari sejarah berdirinya KAMMI adalah
bahwa berdirinya KAMMI di Malang bukanlah proses satu hari. Artinya, KAMMI di
Malang betul-betul direncanakan oleh para aktivis LDK yang sudah saling
berinteraksi dan kenal satu sama lain sebelumnya. Para aktivis dakwah kampus
jauh sebelum FSLDK dilaksanakan sangat aktif saling berbagi pengalaman dakwah
masing-masing LDK. Kegiatan saling tukar pengalaman dakwah ini dilakukan baik
dengan forum resmi seperti kunjungan LDK satu kampus ke kampus lainnya, maupun
kunjungan tidak resmi dalam bentuk diskusi, seminar, dan lain-lain. Sebagai
contoh, antara saya dan kawan-kawan UI seperti Fachri Hamzah, Rama Pratama,
Faisal Sanusi, Zulkiefli Mansyah, Slamat Nurdin, Haryo Setyoko, serta
kawan-kawan lainnya dari UGM, UNS, UMM Malang, Universitas Brawijaya, Unnair,
ITB, IPB dan ITS sudah beberapa kali bertemu membahas peran kader dakwah kampus
ke depan. UKM Rohis UNDIP sendiri sudah mengenal sebelumnya para aktivis Rohis
UI ataupun Senat UI melalui kegiatan kunjungan resmi UKM Rohis UNDIP ke UKM
Rohis UI. Akhirnya Allah mengizinkan para aktivis dakwah ini bertemu kembali
dalam forum yang lebih besar dan formal dalam bentuk FSLDK. Oleh karena itu,
kesempatan tersebut tidak kami sia-siakan dengan merancang sebuah wadah bagi
gerakan ekstra kampus untuk mahasiswa Indonesia. Pada akhir dari sebuah diskusi
sebelum berdirinya KAMMI, tercetuslah ide nama KAMMI dengan beberapa alternatif
nama calon ketua umumn pertamanya. Salah satunya yang dipersiapkan adalah
saudara Fachri Hamzah dari UI.
Jadi,
intinya kegiatan FSLDK menurut pengalaman saya berjalan seperti yang
direncakana panitia, dengan tambahan ide dari beberapa aktivis LDK untuk
membuat organisasi ekstra kampus yang kami beri nama waktu itu KAMMI. KAMMI
tepat dideklarasikan hari ahad, 29 Maret 1998 sekitar pukul 13.
Saya maju di barisan
deklarator KAMMI. Deklarasi dibacakan oleh Fachri Hamzah dan ditutup dengan doa
oleh Faisal Sanusi.
Para
aktivis yang ada di barisan deklator KAMMI pada umumnya adalah orang yang
ditunjuk kemudian hari sebagai pengurus KAMMI Pusat atau Ketua Komisariat
Daerah atau Kampus masing masing.”
Jadi memang pembentukan KAMMI merupakan
ide sebagian aktivis dakwah pada pertemuan FSLDN X di Malang dimana sebelumnya
para aktivis dakwah tersebut memang telah menjalin komunikasi secara intens mengenai
peran aktivis dakwah kampus kedepan. KAMMI
adalah manifestasinya.
KAMMI daerah secara otomatis berdiri
Setelah menghasilkan “Piagam Deklarasi
Malang”, para delegasi ADK yang sepakat mendirikan KAMMI pulang tidak dengan
tangan kosong, tetapi telah dibekali mandat hasil syuro di Malang. Hasil-hasil
syuro tesebut diputuskan antara lain; (1). Menetapkan pengurus KAMMI Daerah
tahun 1998, (2) Aksi dikemas dalam bentuk rapat akbar mahasiswa dan masyarakat,
(3) Penentuan tanggal aksi (disesaikan dengan pengurus daerah masing-masing,
(4) penetapan koordinator aksi daerah, (5) agenda aksi (Pembacaan Deklarasi
Malang, dan Pandangan Umum KAMMI, orasi-orasi, deklarasi pendirian KAMMI Daerah
masing-masing, Doa), dan (6) penentuan
orator-orator. Dengan demikian bisa dipahami bahwa bulan April dari Sabang
hingga Merauke digelar aksi secara serentak.
*) Tulisan ini
dipersebahkan untuk memperingati 15 Tahun KAMMI
Sumber buku
Khaeri, Mawardi. 2010. Gerakan Dakwah
KAMMI di Bumi Seribu Masjid Selayang pandang Gerakan Pemuda
Sidiq, Mahfud. 2006. KAMMI dalam Pergulatan Reformasi Kiprah
Politik Aktivis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di tengah
Gelombang Krisis Nasional Multidimensi. Yogyakarta: Era Intermedia
Rahnat, Andi dkk. 2007. Gerakan Perlawanan
dari Masjid Kampus. Yogyakarta:Profetika
Wawancara
Imam Mardjuki (Ketua KAMMI Daerah
Semarang periode 2000-2002) tanggal 12 Desember 2012
Suhendra
(Ketua KAMMI Daerah Semarang Periode 1998) 19 Desember 2012 via Facebook
Tidak ada komentar:
Posting Komentar