Sabtu, Oktober 08, 2011

Hubungan kita dengan sang waktu berbanding terbalik

Sesuatu yang terikat dengan waktu akan memiliki dimensi masa lalu, kini, dan masa depan. Dan manusia, setiap detik akan selalu berhubungan berhubungan erat dimensi waktu. Sebagai contoh, kalimat pertama yang telah saya tuliskan dalam catatan ini telah menjadi masa lalu setelah kalimat selanjutnya saya buat begitu juga kondisi penulisnya. Dan apa yang akan saya tulis selanjutnya masih merupakan tanda tanya, begitu juga nasib penulisnya. Begitu seterusnya siklus waktu yang akan kita jalani. Sesuatu yang terikat dengan waktu memiliki ukuran masa berakhirnya alias tidak kekal. Ini berlaku kepada semua makhluk yang terikat dengan waktu baik makhluk yang menyadari keterikatannya dengan waktu seperti manusia maupun yang (menurut kita) makhluk yang tidak menyadari keterikatannya dengan waktu seperti batu, hewan tumbuhan, dan sebagainya. Masa lalu, kini dan masa yang akan datang berlaku bagi makhluk-makhluk yang sadar akan keterikatannya dengan waktu dan juga bagi yang tidak sadar. Bagi yang sadar seperti manusia, entah tingkat penghargaan terhadap waktu berbeda-beda sesuai kapasitas pemahamannya. Akan berusaha mengisi waktu-waktunya untuk menjalankan berbagai macam aktivitas.

Mereka menyadari keterikatannya dengan melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri bahwa ia adalah makhluk yang selalu berubah. Sehingga atas kesadaran itulah mereka berfikir mengapa terjadi perubahan-perubahan dalam dunia ini. Semakin lama manusia hidup, ternyata semakin merapuhkannya. Ketika ia melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri sejak dari bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga tua dan mati. Kemudian ia melihat tumbuh-tumbuhan selalu berganti-ganti dan sebagainya. Dengan demikian, dimensi waktu menjadi penting bagi manusia. Dan manusia memiliki kecendrungan berusaha semaksimal mungkin mengimbangi kecepatan waktu. Bahkan jika memungkinkan manusia berusaha untuk terbebas dari keterikatannya dengan waktu walaupun itu mustahil. Semakin sadarnya seseorang akan keterikatannya dengan waktu adalah bukti keterbatasannya sebagai manusia untuk berkuasa terhadap waktu.

Kini seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, manusia semakin pandai mengisi waktunya. Dalam sedetik saja ia mampu melihat seluruh pelosok dunia hanya dengan berbekal modem dan laptop atau juga alat komunikasi yang menggunakan aplikasi internet sejenis. Sehingga kita bisa membayangkan sebuah percepatan dan efisiensi yang menakjubkan di abad 21. Bumi dimasa orang-orang terdahulu seakan-akan tak ada batasnya, namun kini menjadi semakin sempit. Dahulu seseorang memerlukan waktu berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun untuk mengelilingi bumi tapi kini hanya dalam hitungan detik semuanya bisa dijangkau dengan bantuan teknologi Informasi yang semakin canggih. Namun manusia memang makhluk yang serba terbatas tak akan mungkin ia menguasai waktu. Manusia hanya bisa se-maksimal mungkin memanage waktu jika ia tidak mampu memanage waktu, sadar maupun tidak disadari, waktu tetap akan menggilasnya.

Respon manusia terhadap waktu bermacam-macam. Bahkan ada sebagian mereka yang berandai-andai dalam imajinasinya untuk menciptakan mesin waktu dimana mesin waktu itu bisa digunakan untuk melakukan wisata baik ke masa lalu maupun untuk melihat masa depan. Namun sayang mesin waktu itu hanya ada dalam dunia fantasi. Mari kita bayangkan jika manusia diberikan kemampuan oleh Allah untuk menciptakan mesin waktu akan seperti apakah wajah dunia ini? coretan-coretan kehidupan manusia dimasa lalu dengan sesukanya dihapus dan diperbaikinya jika coretan itu tidak di inginkan harus terjadi. Sehingga waktupun menjadi amat tidak berharga dan hidup ini pun menjadi tidak berharga. Manusia dengan seenaknya saja memperlakukan waktu. Apalagi jika manusia tidak diberi pengetahuan bagaimana kesempatan hidup ini harus dijalani. Dan jika manusia tidak memiliki patokan nilai-nilai kehidupan, manusia akan seperti mayat-mayat yang berjalan di permukaan bumi. Tidak memiliki arahan yang pasti.

Masa lalu penuh dengan misteri tapi tidak semisteri masa depan. Peristiwa masa lalu setidaknya masih bisa di cari jejak-jejaknya walaupun tidak 100% potretan masa lalu itu bisa di ketahui. Semakin jauh peristiwa masa lalu dari masa kini, semakin buramlah potretan masa lalu itu. Serpihan-serpihan masa lalu masih bisa “dinikmati” manusia untuk kepentingannya dimasa kini. Hanya “menikmati” dari kejauhan dalam dimensi dunia yang berbeda dan tak mampu menyentuhnya. Kemudian, seiring semakin berkembangnya teknologi dokumentasi saat ini sehingga sedikit membantu membuka misteri-misteri masa lalu yang asing itu walaupun tidak 100% manusia mampu menghadirkan secara utuh. Selain dengan bantuan alat buatan manusia, ternyata Allah SWT telah menganugrahkan kita memori untuk mengingat-ingat masa lalu. Sehingga dalam dunia nyata sebuah peristiwa tertentu memang telah berlalu dan menjadi masa lalu, tapi belum tentu menjadi masa lalu didalam ingatan kita. Bisa jadi masa lalu itu tetap tersimpan pada masa kini dan untuk masa yang akan datang. Jika memang peristiwa yang telah terjadi menjadi masa lalu yang hanya sekali terjadi dan tidak terulang kembali, bukankah berarti peristiwa masa lalu itu hilang dan berlalu dalam memori? Samakah sesuatu yang telah berlalu dengan hilang?

Masa depan adalah tanda tanya besar dan penuh spekulasi. Apalagi yang berkaitan dengan kehidupan kemanusiaan yang amat dinamis. Perilaku alam mungkin masih bisa diprediksi karena alam berbeda dengan manusia. Manusia mampu memformulasikan gejala-gejala alam dalam rumus yang matematis dan universal. Sebagai contoh rumus Phytagoras, dimana untuk mencari sisi miring dari sebuah segitiga dapat dihitung dengan rumus =√(a^2+b^2 ) . Rumus itu berlaku dari dulu hingga saat ini dan tak pernah berubah dan berlaku di seluruh dunia. Tapi akan amat sulit untuk memformulasikan kehidupan manusia yang unik dan begitu dinamis dimana setiap detik akan selalu berubah dan tak terduga .
Lima belas tahun yang lalu mungkin kita tidak pernah membayangkan keadaan kita menjadi seperti sekarang ini. lima belas tahun yang lalu mungkin kita tidak pernah membayangkan perubahan fisik dan sikap kita menjadi seperti sekarang ini. Yang pasti dari hari ke hari tanpa sadar setiap detik degup jantung ini semakin mendekati “masa berakhirnya” tanpa sadar ia semakin melemah dan terus melemah. Tanpa sadar fisik yang kita bangga-banggakan ini semakin rapuh dimakan waktu. Dimakan makhluk ciptaan-Nya.

Dan itu semakin membuktikan bahwa kita sebagai manusia memang tidak kuasa atas diri kita sendiri. Mengatur degup jantung yang melekat pada diri barang sedetikpun kita tidak mampu.

Dengan menyadari itu semua maka apalah artinya sombong, apalah artinya bangga dengan ketampanan, kecantikan, kekayaan, kepopuleran yang kita dengung-dengungkan? Dimana semua yang kita “anggap” milik kita akan hilang karena memang kita tidak memiliki kuasa untuk mempertahankannya. Sehebat-hebatnya pakar kecantikan kulit tidak akan sanggup melakukan tawar-menawar dengan sang waktu untuk mengurangi kecepatannya. Walaupun dengan segala cara berusaha mengajak berdamai dengan Sang waktu. Tapi waktu menjalankan amanah Allah dengan istiqomah. Ia tidak menghiraukan tawaran apapun dari makhluk yang tidak menyadari keterlambatan dan keterbatasannya. Perpisahan terhadap sesuatu yang kita cintai adalah sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan. Pangkat yang kita rintis bertahun-tahun, kekayaan yang kita tumpuk-tumpuk dari masa muda, gelar akademik yang kita peroleh selangkah demi selangkah, istri cantik dan anak yang amat kita sayangi, semuanya akan meninggalkan kita.

Mari kita renungi firman Allah SWT dalam surat Al-Asr; Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. melainkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Dan yang saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran (Q.S Al-Asr: 1-3)

Semoga nikmat umur panjang ini kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk selalu memperbaiki diri. Tiada hari kecuali untuk selalu memperbaiki diri. Karena tugas kita dalam hidup ini adalah memperbaiki diri (Nasehat Aa Gym).

Dan semoga dihari yang fitri ini menjadi momentum kita dalam rangka hijrah dari sesuatu yang belum baik menjadi baik, yang sudah baik menjadi lebih baik dan seterusnya. Hingga kebaikan-kebaikan itu mengantarkan kita kepada ajal.
Menarik petikan syair yang dari lagu yang berjudul “Air Mata” oleh Ahmad Dhani terlepas kontroversinya selama ini. Yang pasti kita sebagai manusia berusaha mengambil yang baik-baik saja.

Air mata yang telah jatuh membahasahi bumi
Tak akan sanggup menghapus penyesalan
Penyesalan yang kini ada jadi tak berarti
Karena waktu yang begis terus pergi
Menangislah, bila harus menangis
Karena kita semua manusia
Manusia bisa terluka
Manusia pasti menangis
Dan manusia pun bisa mengambil hikmah
Dibalik segala duka tersimpan hikmah
Yang bisa kita petik pelajaran
Dibalik segala suka tersimpan hikmah yang tak mungkin bisa jadi cobaan

Parung Bogor, 29 Sept-04 Agust 2011

Tidak ada komentar: