Rabu, Oktober 19, 2011

Perjalanan Latsar


Pesan singkat itu aku terima pada tanggal 22 Maret 2011 sekitar pukul 16.00. waktu itu aku sedang berjualan snack di kampus dalam rangka fund rising untuk kegiatan Raker KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Islam) komisariat Fakultas Ilmu Budaya. Kulihat dikeranjang snack yang sedang aku jajakan tinggal 10 buah lagi. Dalam hati aku bertanya “kira-kira habis tidak ya hari ini daganganku?. Namun alhamdulillah atas kemurahan Allah akhirnya daganganku pun habis terjual kurang dari pukul 5 sore. 
 
Pesan singkat itu berisi ucapan selamat yang ditujukan kepadaku bahwa aku berhasil lolos seleksi Bea Mandiri DPU DT. Kemudian bagi mereka yang telah lolos, diharapkan berkumpul pada tanggal 23 Maret 2011 pukul 15.30 untuk menerima pengarahan-pengarahan untuk mengikuti Pelatihan Dasar (Latsar) yang akan diselenggarakan pada tanggal 25 sampai dengan tanggal 27 Maret. Aku terkejut dan sedikit Akhih belum percaya. Aku baca sekali lagi SMS itu dan ternyata memang benar aku telah lolos seleksi. 
 
Tanggal 23 tepatnya sore hari pukul 15.30 aku bergegas ke kantor DPU DT cabang Semarang. Waktu itu cuaca sangat mendung, seolah-olah gumpalan awan hitam dilangit yang menyimpan titik-titik air itu ingin tumpah ruah. Dan ternyata memang benar tak lama setelah aku meninggalkan rumah kontrakanku di Tembalang, hujanpun turun sangat deras. Untungnya aku telah berada didalam bus, sehingga tubuhku selamat dari basah kuyup. 
 
Setelah hampir setengah jam berada di dalam bus, akhirnya aku sampai di depan kantor DPU DT. Karena jarak antara jalan raya dengan kantor sekitar 20 meter-an, akupun terpaksa berlari kearah kantor agar hujan yang deras tidak terlalu membasahi pakaianku. Namun sayangnya setelah aku turun dari bus dan berlari-larian kearah kantor, tubuhku benar-benar basah kuyup, mungkin karena saking derasnya hujan sore itu. walaupun dalam keadaan basah kuyup aku tetap datang dan mengikuti arahan-arahan yang di sampaikan oleh Pak Mustaqim selaku pembimbing. Sekitar pukul 17.30, arahanpun selesai. Aku mendapat banyak tugas untuk persiapan-persiapan mengikuti latsar ke Bandung. 
 
Kemudian dalam perjalanan pulang ke rumah kontrakanku, pikiranku melayang memikirkan bagaimana dalam waktu 2 hari aku harus mempersiapkan segala perlengkapan-perlengkapan yang diperintahkan. Keesokan harinya dalam suasana normal aktivitas perkuliahan, aku berusaha mencari perlengkapan yang diperintahkan seperti peci warna putih, baju, training dan sepatu olahraga, baju koko warna putih, dan celana latsar warna hitam. Untuk perlengkapan yang terakhir, aku benar-benar kesulitan mendapatkannya karena memang aku belum pernah membelinya. Aku SMS semua teman-teman laki-laki yang aku kenal di UNDIP, namun hampir semuanya tidak memilikinya kalaupun ada, warnanya tidak sesuai. Sambil silaturahmi dari kost ke kost aku benar-benar kesulitan mendapatkan celana latsar warna hitam. Hingga tanggal 25 Maret senja hari aku masih belum mendapatkan celana latsar warna hitam. Sehingga aku memutuskan tidak usah meminjam. Sore itu aku langsung menuju sebuah tempat penjual celana dan baju bekas yang berlokasi di pinggir jalan Ngesrep. Padahal jika keuanganku cukup aku ingin membeli celana yang baru. Namun lagi-lagi aku terbentur dengan Akhalah finansial. Setelah sampai di tempat penjualan baju dan celana bekas, aku langsung menanyakan kepada penjualnya. Sayangnya lagi-lagi aku harus mengigit jari. Si penjual menggeleng-gelengkan kepada. Padahal aku sangat yakin beranggapan pasti disana akan ada, tapi ternyata tidak ada. 
 
Kemudian aku pulang dalam keadaan kosong, pikiranku Akhih tertuju dengan bayang-bayang celana latsar dengan kantong besar di kanan kirinya. Alangkah gagahnya jika aku memakainya. Aku mulai pesimis dan dalam hati aku bertanya-tanya “kok susah banget ya nyari celana latsar, aku kira nyarinya gak sesulit ini?!”. Padahal esok sore pukul 17.00 aku harus berangkat berangkat ke Bandung. Hingga malam hari aku lanjutkan pencarianku memburu celana latsar warna hitam. Aku bersilaturahmi ke tempat kost sahabatku, mungkin saja ia punya, dan seandainya tidak punyapun semoga saja ia bersedia menjadi pendengar setia keluh-kesahku. Sahabatku pun mengeleng-gelengkan kepala menandakan bahwa ia tidak punya. 
 
Aku berniat menginap semalam di kostnya, sambil pikiranku melayang mencari-cari siapa lagi yang harus aku minta bantuan. Sambil menggengam ponsel selular aku terus berikhtiar meng-SMS semua kawanku. Tubuhku lelah dan mataku mulai redup laksana bola lampu 5 Watt. 
 
Namun Alhamdulillah pertolongan Allah pun datang. Aku mendapatkan balasan pesan dari kawanku Suyadi anak Peternakan UNDIP angkatan 2007. Ia ternyata mempunyai celana latsar warna hitam. Kontan saja pikiranku yang awalnya diliputi rasa suntuk berubah menjadi gembira dan bangkit kembali. Setelah bercakap-cakap lewat SMS, akhirnya aku membuat janji akan mengambil celana latsar keesokan harinya pukul 2 di Kostnya. 
 
Setelah selesai kuliah sekitar pukul 13.00, aku langsung menemui Akh Suyadi di Kostnya. Setelah sampai di Kostnya aku langsung mengetuk pintunya seraya mengucapkan salam. Dengan hangat ia menjawab salamku. Kemudian ia mempersilahkan aku Akhuk. Dan kulihat diatas meja belajarnya telah dipersiapkan celana latsar. Namun sebelum aku membawa celana latsar, ia meminta aku mencobanya terlebih dahulu. Akupun menuruti permintaannya. Dan alhamdulillah ukuran celananya pas dengan ukuran pinggangku. 
 
Sekitar setengah jam dari kost Akh Suyadi, aku langsung pamit dari kostnya. Dua jam waktu yang tersisa aku maksimalkan untuk berkemas-kemas dan mengecek apa saja yang belum lengkap. Peci putih, celana latsar, sepatu hitam, baju plus training, baju koko, perlengkapan pribadi, jaket, dan sepatu olahraga, semuanya lengkap. 
 
Setelah semuanya lengkap, ba’da ashar aku langsung berangkat meninggalkan kost menuju kantor DPU DT. Ketika baru beberapa meter meninggalkan kost tiba-tiba ponselku bergetar, dan ternyata ada SMS Akhuk dari sahabatku DiAkh. Dia merupakan perserta yang lolos seleksi DPU DT dari IKIP PGRI. Dalam pesan singkat itu ia menanyakan kepadaku apakah aku memiliki peci putih dua?. Aku menjawabnya bahwa aku tidak memiliki peci lagi, peci yang aku miliki pun baru saja aku beli dari Toko Annida Tembalang. Kemudian aku memberikan solusi kepadanya untuk membelikannya juga di Toko Annida, karena kebetulan tokonya pun nanti akan aku lewati. Setelah sampai di Annida sekalian membelikan peci putih untuk Akh Dimas. 
 
Akupun memberhentikan Bus yang melewati kantor DPU DT. Dengan tertatih-tatih membawa ransel yang berisi perlengkapan latsar yang beratnya sekitar 5 kilogram, aku meletakkannya di atas pahaku. Sekitar setengah jam perjalanan bersama bus tua itu akhirnya pada pukul 16.05 aku tiba di kantor DPU DT. Aku sengaja berangkat lebih awal karena aku mengantisipasi jika nanti turun seperti 2 hari yang lalu. Dan lagi pula cuaca yang lebih sering turun hujan di sore hari membuatku harus belajar dari pengalaman sebelumnya. 
 
Dengan selamat akupun tiba di kantor DPU DT. Ternyata aku datang paling awal sementara teman-teman yang lain belum ada yang datang. Layaknya tamu akupun disambut dan dipersilahkan duduk sejenak diruang tamu. Aku tahu bahwa pada hari itu bertepatan dengan kajian rutin sehinga para penghuni kantor hampir semuanya mengikuti kajian tersebut. Akupun diantar oleh salah seorang penghuni tersebut untuk mengikuti kajian rutin di lantai 2. 
 
Aku sudah terlambat 15 menit. Sehingga aku tidak tahu sang ustad memberi tema apa dalam ceramahnya. Akupun tidak bertanya, dan langsung aku mengikuti kajian tersebut. Karena sang ustad sering mengucapkan kata-kata “kematian” atau “mengingat kematian”, aku paham bahwa sang ustad sedang memberi taujih mengenai mengingat kematian. Para perserta kajian terdiri dari Ikhwan (laki-laki) dan Akhwat (perempuan). Mereka cukup antusias mendengarkan kajian tersebut. Kajian dengan tema yang amat menakutkan bagi sebagian orang. 
 
Kemudian teman-teman yang lainpun segera berdatangan. Ada Hanafi, Dimas, Zainudin, Bagus serta akhwat-akhwatnya pun tidak mau kalah. Mereka juga mulai berdatangan. Setelah acara kajian selesai kami sempatkan untuk berbincang-bincang sambil menanti adzan magrib. Kemudian Pak Mustaqim selaku pembimbing kami datang dan memberitahukan bahwa setelah selesai shalat magrib akan diadakan breefing terlebih dahulu. 
 
Setelah selesai shalat magrib, Pak Mustaqim langsung meminta kami untuk sejenak berkumpul dan sedikit memberikan pengarahan serta mengecek perlengkapan kita semua. Tak lupa kita saling kembali berkenalan kembali satu dengan yang lainnya. Sekitar pukul 18.30 kita dipersilahkan makan terlebih dahulu. Hingga adzan isya berkumandang kita semua sudah selesai menghabiskan makanan. Kemudian kita lanjutkan dengan shalat isya berjamaah di kantor DPU DT. 
 
Setelah selesai melaksanakan sahalat isya berjamaah, kita diperintahkan untuk segera turun ke lantai satu dan diperintahkan untuk memasuki mobil yang sudah terparkir didepan kantor. Setelah seluruh barang-barang dimasukkan kedalam mobil, kita diperintahkan untuk berfoto-foto terlebih dahulu untuk bahan dokumentasi.
Setelah sesi foto-foto selesai kita segera menempatkan diri ke dalam mobil. Untungnya walaupun ukuran mobil yang cukup kecil, kita semua mendapatkan tempat duduk. Posisi akhwat (perempuan) di belakang dan Ikhwan (laki-laki) di depan. 
 
Bismillahi tawakaltu ‘alallah.. kitapun berangkat sekitar pukul 20.30. dalam perjalanan waktuku ku habiskan untuk berbincang-bincang dengan kawan-kawan yang lain. Padahal tadinya aku berniat ingin aku habiskan waktuku untuk membaca buku karya M. Fethullah Gulen, seorang pemikir asal Turki yang menulis bukunya dengan judul “Versi Terdalam: Kehidupan Rosulullah Muhammad SAW”. 
 
Namun kondisi berkata lain, didalam mobil lampunya sangat remang, sehingga tidak memungkinkan untuk aku membaca buku. Akhirnya buku itu aku letakan dibawah kursi. Selama perjalanan aktivitas didalam mobil bermacam-macam. Ada yang menghibur diri dengan memainkan ponselnya entah untuk SMS-an ataupun mendengarkan mp3, serta ada juga yang asyik berbincang-bincang hingga kelelahan menghampiri dengan sendirinya. Ada juga yang tetap istiqomah memperhatikan sekitar tempat dikanan kiri. Kebetulan aku duduk diapit oleh Dimas disebelah kanan, dan Hanafi di sebelah kiri. Rupanya Dimas adalah orang pertama yang sudah pulas tertidur. Sedangkan aku dan Hanafi yang berada diposisi depan termasuk orang yang asik menikmati suasana perjalanan. Namun aku dan Hanafipun turut pulas tertidur karena memang perjalanan tersebut cukup panjang dan melelahkan. Aku kagum kepada Pak Supir yang memiliki stamina luarbiasa. Ketika kami dalam keadaan terkadang sadar dan terkadang tidak, ia tetap istiqomah mengemudikan mobil. Two Thumbs buat Pak Supir.

Kemudian tak terasa kita sudah berada di Provinsi Jawa Barat. Kita sudah berada di Ibukota Jawa Barat, Bandung. Karena sudah menginjak waktu sholat subuh, akhirnya kita singgah di sebuah masjid yang berlokasi didaerah Sumedang. Telinga kamipun mendengarkan percakapan-percakapan penduduk dengan menggunakan Bahasa Sunda. Inilah Bandung..

Setelah melaksanakan sholat subuh berjamaah, kami melanjutkan perjalanan ke Daarut Tauhid yang terletak didaerah Geger Kalong. Detik demi detikpun berlalu, mentaripun sejengkal demi sejengkal mulai naik dan haripun semakin terang. Sekitar pukul 05.30 kita masih dalam perjalanan kearah Daarut Tauhid. Dalam hati aku bergumam “kapan ya sampainya kok tidak sampai-sampai”?. Padahal aku penasaran ingin mengetahui seperti apa sih pesantren yang populer itu?. Jujur saja walaupun aku berasal dari Provinsi Jawa Barat, aku sama sekali belum pernah berkunjung ke Pesantren Daarut Tauhid. 
 
Setelah sempat tersesat kesana-kemari mecari jalan yang tepat ke arah pesantren, mengakibatkan waktu kami terbuang untuk berhenti dari perempatan jalan yang satu ke perempatan jalan yang lainnya. Kami bertanya-tanya kepada penduduk setempat agar mereka bisa membantu kami menunjukan jalan kearah pesantren. Akhirnya jalan kearah pesantrenpun kami temukan. Kulihat jam di ponsel telah menunjukan pukul 06.10, berarti kita sudah terlambat 10 menit. Padahal pukul 06.00 waktunya kami sebagai peserta rombongan dari semarang sudah harus berada di ruang sentral V. 
 
Kamipun akhirnya tiba juga di pesantren. Kami terkejut ketika melihat peserta yang lainnya sudah rapi berbaris didepan aula ponpes. Kami mendapatkan sambutan sekaligus arahan-arahan agar segera berbenah diri untuk segera mangikuti acara. Tanpa banyak cakap kami segera berganti kostum. 
 
Aku buka ransel dan mengeluarkan barang-barang yang dibutuhkan untuk upacara pembukaan latsar. Aku cek segala perlengkapan seperti baju koko, celana latsar dan sebagainya. Namun sayang seribu sayang aku meninggalkan sesuatu yang amat penting waktu itu. bayangkan aku lupa membawa sepatu hitam!. Padahal sudah jauh-jauh hari sepatu itu aku persiapkan, tapi aku lupa tidak membawanya. Hatiku sungguh jengkel. Bayangkan sepatuku tertinggal diatas rak di semarang!

Mustahil aku kembali ke Semarang. Untungnya aku membawa sepatu olahraga berwarna merah. Aku terpaksa menggunakan sepatu berwarna merah dihari pertama. Kuperhatikan kawan-kawan dari Jawa Barat menggunakan baju kokok berwarna putih dan semuanya bersepatu hitam. Kemudian mereka memakai name text di dadanya masing-masing. Begitu pula yang akhwat, walaupun adapula memang yang tidak membawa. Tapi sebagian besar kosyum mereka seragam. Mungkin rombongan kamilah rombongan yang paling berwarna. Hal itu dapat dimaklumi karena dari pihak DPU DT cabang Semarang tidak secara rinci menjelaskan mengenai perlengkapan-perlengkapan latsar. Kostumku yang paling unik dari semua. Baju koko berwarana biru, peci putih, celana berwarna hitam, dan sepatu berwarna merah menyala. Memang kosyumku yang paling aneh. Namun mau bagaimana lagi?.

Selanjutnya dari panitia melakukan penertiban panjang rambut. Ini adalah hal yang cukup menghawatirkan. Rambutku yang sebelumnya aku kira sudah sangat pendek seperti tentara, dikatakan masih belum pendek. Begitu juga dengan teman-teman yang lainnya. Kita hanya diberi waktu 20 menit untuk mencukur rambut. Dari pihak panitia tidak mau tahu dengan apa dan dengan siapa rambut kita akan di cukur. Menimbang waktu yang diberikan cukup singkat, kita yang rambut kepalanya dianggap masih panjang berhamburan keluar, berlari-lari mencari tukang cukur. Padahal waktu itu masih menunjukan pukul 07.00 dan sangat mustahil kami menemukan tukang cukur yang buka. Tukang cukur mulai buka pada pukul 08.00. Ini adalah tantangan bagi kami. Waktupun terus bejalan mondar-mandir kami terus berusaha mencari tukang cukur, siapa tahu saja ada tukang cukur yang buka pukul 07.00. Namun memang mustahil. Akhirnya gerak-gerik kami diketahui oleh penduduk setempat mereka mengetahui bahwa kami sedang kesulitan mencari tukang cukur. 
 
Kemudian mereka menawarkan jasa menjadi tukang cukur dadakan. Kebetulan yang menawarkan jasa adalah ojek-ojek sepeda motor di sekitar pesantren. Apa boleh buat kita mengiyakan. Aku dan Hanafi di cukur oleh tukang ojek, sedangkan Dimas di cukur oleh tukang becak. Sedangkan bagus dan Zainudin aku tidak tahu mereka pergi kearah mana. Aku dan Hanafi masih sangat beruntung karena dicukur oleh tukang ojek yang cukup berbakat dan lumayan rapi karena diusahakan menggunakan sisir dan silet. Sehingga hasilnyapun tidak kalah jauh dengan tukang cukur asli. Namun yang paling mengenaskan adalah nasib Dimas, ia kebetulan dicukur oleh tukang becak. Parahnya si tukang becak itu tidak memakai sisir dalam mencukur rambut. Alhasil rambut Dimas benar-benar tidak berbentuk. “Ancur Pokoknamah!!!” komentar salah seorang tukang ojek yang menyaksikan proses pencukurannya. Jujur saja aku dan Hanafi tertawa terbahak-bahak mendengar kondisi rambut Dimas yang “ancur”. Dan memang benar, ketika Dimas lewat dihadapanku aku terkejut bukan kepalang. Sebelumnya aku tidak membayangkan akan se-ancur itu hasilnya. Namun ternyata lebih mengerikan dari yang aku bayangkan. Malang nian nasibmu Dimas…

Setelah selesai mencukur, Hanafi dan Dimas langsung kembali ke aula untuk mendapatkan perintah selanjutnya. Kita semua pasti merasa akan mendapatkan hukuman karena memang kita telah molor hampir setengah jam. Dan memang benar kita mendapatkan hukuman yang lumayan berat push up hingga berpuluh-puluh seri bagi ikhwan. Sedangkan akhwat skot jump
 
Daarut Tauhid sangat menekankan kedisiplinan. Satu menitpun kami terlambat kami akan mendapatkan hukuman. Satu orang yang terlambat konsekuensinya harus ditanggung semua. Jargon yang sering di ungkapkan “tiada kesediaan tanpa kesetiaan, tiada kesetiaan tanpa kesediaan”. Memang kesannya kurang adil, namun dengan cara itulah kami dididik untuk hidup disiplin. Hal lain yang ditekankan yakni menjaga kebersihan, kerapihan dan persaudaraan.

Kemudian dalam hal makanpun sangat diperhatikan. Adab makan seperti berdoa, menggunakan tangan kanan, dan yang pati batasan waktu makan yang super singkat memberikan kesan tersendiri. Rasanya kita benar-benar dididik untuk mengargai waktu dan disiplin. 
 
Pada hari pertama kegiatan kita lebih banyak indoor. Kita mendapatkan banyak materi-materi seputar DPU DT, zakat, dan Training Motivasi. Juga dikenalkan dengan akronim-akronim khas Aa Gym seperti KOMIBA (kotor=bersihkan, miring=luruskan, basah=keringkan) kemudian 5 as (kerja keras, kerja cerdas, keja berkualitas, kerja ikhlas, kerja tuntas) kemudian 3 M (mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil dan mulai dari sekarang). Itulah pesan-pesan yang senantiasa harus kita hayati dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun selain itu masih banyak lagi akronim-akronim khas Daarut tauhid yang telah mengubah santri-santri biasa menjadi santri yang luabiasa. 
 
Kemudian kami di hari pertama mendapatkan materi hingga pukul 21.00. Setelah itu semua peserta dibawa ke lapangan untuk mendapatkan pelatihan-pelatihan dengan system post. Dan sebelumnya memang kami telah dibagi menjadi kelompok-kelompok. Ikhwan ada 2 kelompok dan akhwat ada 2 kelompok juga. Ketika menjalani kegiataan dengan sistem post kakak-kakak panitia lebih banyak lagi memberikan nasehat-nasehat atau spirit dimana memang sudah banyak diamalkan dalam lingkungan pesantren Daarut Tauhid. 
 
Dihari kedua acara lebih banyak keluar (out door) dimulai dari senam pagi, makan dengan waktu super singkat, menyicil hukuman yang kita semua sebagai peserta seperti orang yang dikejar-kejar utang. Kami harus selalu mencicil hukuman. Utang atau hukuman harus di bayar.

Dihari kedua kita melaksanakan out bond disekitar pesantren. Dimulai dengan permainan climbing, latihan baris-berbaris yang menguras tenaga dan pikiran. Namun disela-sela kesibukan itu kami masih diberikan kesempatan untuk melaksanakan ibadah shalat dhuha. Panitia dan perserta semuanya melaksanakan shalat dhuha tanpa kecuali. 
 
Setelah itu kami diajak berlari maraton. Ketika berlari maraton, kami bisa lebih jelas memperhatikan kativitas penduduk sehari-hari. Suasana lingkungan pesantren yang damai seperti peradaban tersendiri menimbulkan kesan tersendiri. Lingkungannya yang sangat ramah semakin menambah semangat kami untuk senantiasa bersemangat menjalankan perintah-perintah dari panitia. Dalam berlari pun kita dididik agar barisannya selalu rapi dan tertib. Selanjutnya kami di bawa....... (lanjutannya hilang)

Tidak ada komentar: