Rabu, Oktober 19, 2011

Ilmu Itu cahaya...


Begitu dalam ungkapan yang disabdakan Rosulullah “ilmu itu laksana cahaya” begitu agung firman Allah dalam Al-Quran. Allah berulang-ulang dalam firman-Nya menegaskan bahwa tidaklah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang bodoh. Tentunya bodoh disitu banyak sekali yang menafsirkan. Namun aku berkeyakinan bodoh yang dimaksud adalah bodoh yang memang benar-benar bodoh, dalam artian ia tidak memperoleh ilmu dengan sebenar-benarnya ilmu. Ilmu yang jika seseorang memperolehnya maka akan terbukalah tabir kegelapan, hilanglah keraguan dalam diri, jelaslah hal-hal yang masih samar. Ilmu yang jika diperoleh akan semakin mendekatkan kepada sumber ilmu yang hakiki yaitu Allah. 
 
Aku belum sepenuhnya sepakat kepada tokoh-tokoh tertentu yang sering di cap sebagai ilmuan jika ilmu-ilmu yang diperolehnya tidak membuatnya semakin mengenali sumber ilmu yang hakiki. Memang didunia ini ada banyak manusia yang memiliki pendapat mengenai arti dari ilmu itu sendiri. Tapi sejauh apapun cangkupan ilmu yang dimaksud jika ilmu yang diperoleh manusia belum mampu menyingkap tabir kebenaran, menghilangkan segala keraguan kepada keyakinan yang seyakin-yakinnya, memberikan kejelasan dengan sejelas-jelasnya, mengenali kepada sumber ilmu yang hakiki itu sendiri maka menurutku manusia tersebut belumlah memperoleh ilmu secara utuh. 
 
Didalam Al-quran Allah berfirman dalam surat Al-Mujadalah ayat 11; “Allah akan mengangkat orang yang beriman dan berilmu diantara kamu beberapa derajat”. Aku berusaha memahami ayat itu bahwa kata “beriman” saja didahulukan dari kata “berilmu”. Aku juga masih belum sepenuhnya memahami mengapa kata beriman didahulukan dari pada kata berilmu. Aku berusaha menangkap makna ayat tersebut bahwa kata beriman didahulukan dari pada kata berilmu karena ada beberapa kemungkinan. Yang pertama, bukan terjadi dikotomi antara orang yang beriman dengan orang yang berilmu secara kaku. Orang yang beriman merupakan orang yang berilmu. Karena ilmu juga bukan berarti tidak dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Dengan keimanannyalah maka samudra ilmu senantiasa ia peroleh. Yang kedua, kata beriman didahulukan untuk menegaskan bahwa orang yang beriman lebih utama dari pada orang yang hanya berilmu saja. Berilmu disini maksudnya bisa jadi orang yang berilmu tapi ilmu yang diperolehnya tidak mengantarkannya agar beriman kepada Allah sebagai sumber ilmu yang hakiki. Bisa jadi orang yang berilmu tersebut justru semakin menjauh dan mengingkari keberadaan Allah. 
 
Jika berilmu yang dimaksud adalah berilmu yang terpisah dengan embel-embel beriman atau berilmu tidak harus selalu beriman, sejatinya manusia tersebut telah mempersempit hakekat ilmu itu sendiri. Nah mungkin karena itulah kata beriman lebih didahulukan dibandingkan kata berilmu. Karena derajat yang dimaksudkan jika antara konsep beriman dan berilmu tidak terjadi dikotomi, maka parameter derajat yang dimaksud adalah parameter derajat yang hanya bersumber dari sisi Allah saja. Namun jika konsep beriman dan berilmu dimaknai sebagai dua hal yang masing-masing berbeda dan terpisah, maka derajat yang dimaksud dalam ayat tersebut bisa jadi tidak lagi bersumber dari parameter yang Allah tentukan, namun parameter untuk mengukur derajat itu ditentukan oleh manusia. Singkatnya, Allah akan menaikan derajat manusia secara hakiki dan ada yang sementara. Secara hakiki maksudnya manusia yang dinaikan derajatnya dengaan mendapatkan tempat yang tinggi dimata Allah dan dimata manusia. Derajat inilah yang didapatkan oleh orang-orang yang beriman dan berilmu, dimana keimanannya kepada Allah mampu menyingkap kebesaran-kebesaran Allah dengan menyampaikan pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya untuk kemaslahatan manusia. Sedangkan manusia yang diangkat derajatnya hanya dimata manusia dan ilmu-ilmu yang diperolehnya walaupun untuk kemaslahatan umat manusia, namun hanya sebatas itu saja dan tidak mengajak kepada manusia untuk mengenal lebih jauh hakekat ilmu dan sumber ilmu yang hakiki yaitu Allah, tidak mengenalkan bahwa sedikit ilmu-ilmu Allah yang telah diungkapnya untuk menunjukan kebesaran Allah, maka sebetulnya orang yang disebut berilmu menurut kebanyakan orang itu belumlah digolongkan orang yang berilmu secara utuh.

Tidak ada komentar: