Rabu, Oktober 19, 2011

Urgensi Dakwah Akademis bagi Mahasiswa

-->
I. Latar Belakang


Sisi akademis sebagai sisi yang tidak terpisahkan oleh mahasiswa mempunyai peran yang sangat strategis sebagai sarana berdakwah. Jika melihat aktivitas mahasiswa dikampus, kita akan menemukan berbagai tipikal-tipikal mahasiswa, dimana tipikal-tipikal tersebut muncul berdasarkan kecendrungan-kecendrungan yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa. Ada tipikal mahasiswa yang senang berorganisasi (organisatoris) dan memiliki kecendrungan suka me-manage, lalu ada juga yang memiliki kecendrungan hanya belajar saja tidak perlu ikut kegiatan-kegiatan lain karena dikhawatirkan nanti akan mengangu konsentrasi belajar. Mahasiswa tipe terakhir sering disebut sebagai mahasiswa kupu-kupu atau kuliah pulang-kuliah pulang atau sering juga disebut sebagai mahasiswa 3 K (kuliah, kantin, kost). Namun dari kedua tipe tersebut ternyata memiliki alasan masing-masing. Bagi tipe yang pertama mempunyai alasan bahwa dengan hanya belajar saja didalam kelas belum cukup, belajar tidak hanya di dalam kelas saja namun juga di luar kelas yaitu dengan ikut dalam organisasi kemahasiswaan baik ekstra maupun intra, kemudian belajar saja di dalam kelas belumlah cukup, maka perlu didukung oleh kemampuan-kemampuan soft skill lainnya yaitu dengan ikut serta dalam organisasi, dengan berorganisasi potensi soft skill mahasiswa akan lebih terasah dan bisa jadi belum tentu di dapatkan dengan hanya belajar didalam kelas. Kemudian alasan lainnya yakni peran mahasiswa sebagai middle class (kelas tengah-tengah) yang mampu menjadi jembatan antara rakyat bawah (low class) dengan kalangan atas (upper class) yakni pemerintah, juga dengan berbagai macam idealisme dsb. Alasan-alasan yang muncul bagi tipe yang pertama tentunya hanya muncul dari mahasiswa-mahasiswa yang telah mengerti perannya sebagai mahasiswa seutuhnya.

Selanjutnya alasan-alasan bagi mahasiswa tipe kedua menganggap bahwa tugas mahasiswa cukup fokus belajar di kelas saja, tidaklah perlu untuk menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan sampingan lain yang berpotensi akan menggangu belajar, yang penting lulus dengan segera, IPK cumlaude, dan segera memperoleh pekerjaan. Menurut mahasiswa tipe kedua mungkin sudah terbentuk didalam benaknya suatu image negatif bahwa mahasiswa yang sering disibukan oleh kegiatan lain seperti organisasi kebanyakan memiliki reputasi akademik yang belum baik (jika tidak di sebut buruk), IPK di bawah rata-rata, absensi yang sering bolong-bolong karena terlalu banyak ijin untuk kegiatan-kegiatan organisasi. Inilah mungkin pandangan-pandangan umum yang terbentuk dalam benak kebanyakan mahasiswa terkait masing-masing tipikal tersebut. Walaupun tidak sedemikian ‘saklek’ bahwa mahasiswa organisatoris melulu kalah bersaing di sisi akademik, karena ada juga mahasiswa yang bisa di bilang organisatoris atau aktifis, namun dalam sisi akademispun cemerlang. Namun karena pandangan-pandangan umum mahasiswa lahir dari sebuah generalisasi, dan generalisasi muncul karena hal-hal yang bersifat khusus dalam hal ini yaitu oknum-oknum mahasiswa organisatoris yang bermasalah dalam sisi akademis dengan jumlah yang ‘lumayan’ (jika belum bisa dikatakan bannyak), maka turut menyuburkan dan menghidupkan pandangan-pandangan negatif tersebut.

Oleh karena itu dengan mencermati pandangan-pandangan yang berkembang dalam pikiran mahasiswa, kita akan memperoleh sebuah gambaran bahwa tantangan dakwah dalam sisi akademis adalah dimulai dengan merubah paradigma berfikir mahasiswa dan orang tua pada umumnya yang telah terbentuk oleh pandangan-pandangan negatif yang sudah tumbuh subur dalam benak mereka. Untuk merubah paradigma ini tentunya para organisatoris (khususnya bagi aktifis dakwah) perlu berintrospeksi diri dan secara bersama-sama kembali memaknai kesyumulan Islam, serta berusaha merubah Image buruk tersebut. Perubahan image (citra) sangat penting karena citra merupakan kualitas atau pembawaan bagi yang membawa citra. Luar biasa citra ini, bahkan musuh-musuh Islam “memporak-porandakan” umat ini hanya dengan politik citra seperti kita tahu bahwa pemimpin-pemimpin Amerika yang anti Islam mencitrakan umat Islam dengan sebutan “Terrorist”, “fundamentalis”, “ekstrimis” dll. Padahal jika dikaji secara bahasa pencitraan yang disematkan terhadap umat Islam tersebut tidak seburuk seperti apa yang dibayangkan umat Islam kebanyakan saat ini atau bisa dibilang istilah-istilah tersebut sebenarnya tidak sesuai pada tempatnya. Namun karena saat ini mereka yang menguasai media sehingga mereka mereduksi makna sesungguhnya istilah-istilah tersebut untuk kepentingan mereka yang dalam hal ini untuk menghancurkan Islam dengan memunculkan citra-citra buruk terhadap umat Islam. Namun dalam hal ini saya tidak akan panjang lebar membahas masalah bahasa dan istilah karena bukan pada tempatnya.



  1. Analisis singkat seputar pembentuk image “mahasiswa akademis” dan “mahasiswa organisatoris”

Dahulu sebelum diberlakukannya NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) pada tahun 1980-an oleh menteri pendidikan pada zaman Orde Baru, pergerakan mahasiswa pada saat itu cukup dinamis. Kampus menjadi basis yang sangat strategis bagi mahasiswa untuk mengontrol dan mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. Kampus menjadi tempat rapat demi rapat mahasiswa untuk menentukan sikap terhadap pemerintah, Aksi dan demo pun menjadi sarana yang paling ampuh sebagai wujud penentuan sikap tersebut. Pemerintah menyadari sikap mahasiswa kian hari semakin meresahkan kedudukannya. Atas dasar kesadaran tersebut pemerintah mencari berbagai cara untuk meredamkan aksi mahasiswa. Sehingga ditemukanlah sebuah cara cemerlang untuk meredam gerakan mahasiswa dengan muncul kebijakan NKK/BKK.

Dengan dikeluarkan kebijakan tersebut, maka dalam hal ini senat mahasiswa (sekarang BEM) sebagai Koordinator kegiatan-kegiatan mahasiswa di kampus tidak bisa leluasa dalam melakukan pergerakan serta kegiatan-kegiatan kemahasiswaan karena mendapatkan kontrol yang ketat oleh pihak fakultas/Universitas. Intel-intel Orde Baru yang bersliweran selalu mengawasi kegiatan-kegiatan mahasiswa dikampus. Sehingga mahasiswa menjadi tidak nyaman dan takut dengan kondisi tersebut sehingga mereka memilih mengambil jalan aman yaitu dengan cara diam. Kalau pun ada aktifis mahasiswa yang berani dan tetap kritis terhadap pemerintah maka ada beberapa kemungkinan yakni “diamankan” oleh pemerintah atau hilang dari permukaan entah kemana tak pernah kembali. Sehingga kegiatan mahasiswa yang sebelumnya dinamis kini diarahkan pemerintah untuk menyibukan diri di bidang akademis dengan alasan menjaga stabilitas dan mendukung pembangunan nasional. Selanjutnya pemerintah juga membatasi masa studi mahasiswa yang sebelumnya tidak ada batasan masa studi kini di batasi. Sehingga mahasiswa semakin sibuk mengurusi akademiknya dan semakin jauh dari peran lainnya sebagai controller terhadap pemerintah. Mungkin dampak kebijakannya sampai saat ini masih kita rasakan walaupun rezim telah berganti dan tekanan pemerintah tidak se-otoriter dahulu. Namun jika diperhatikan jiwa mahasiswa masih terlihat Academic Oriented. Hal ini bisa dilihat dengan monotonnya kegiatan mahasiswa di kampus tidak se-dinamis para senior-seniornya dahulu. Atau singkatnya mahasiswa telah dilumpuhkan atau terlumpuhkan sikap kritisnya secara tersistematis.



  1. Solusi Dakwah Akademis

Dengan memperhatikan permasalahan yang menjadi tantangan dakwah akademis bahwa factor yang paling mendasar adalah image atau pencitraan. Kemudian dengan melihat bahwa sisi akademis sangat potensial untuk sarana dakwah. Maka seharusnya para da’i/da’iyah harus menunjukan kesyumulan Islam bahwa mahasiswa (aktifis dakwah atau secara umum Rohis) juga tidak kalah dari sisi akademis. Kita harus membuktikan dari sisi prestasi mampu mendominasi bahkan secara terus-menerus selalu menjadi yang terdepan. Mungkin usulan konkretnya adalah didalam UKM Rohis lebih difamiliarkn kembali semacam kelompok studi, kelompok diskusi, kelompok karya tulis ilmiah, kelompok penelitian (reaserch club), kelompok enterpreneur, jika memungkinkan bisa di bentuk dari tataran universitas sampai fakultas memiliki departmen-departemen tersebut, serta mengharuskan kepada seluruh pengurus rohis untuk berpartisipasi dan berkompetisi untuk menghasilkan sebuah tulisan atau karya. Kemudian hal yang tidak boleh diabaikan adalah sikap aktifis dakwah dikampus harus berusaha menunjukan keaktifannya serta sikap kritis dengan cara banyak bertanya atau mengungkapkan pendapat. Hal ini tidak bisa di remehkan dalam usaha pembentukan citra da’i/daiyah cerdas. Aktifis dakwah tidak hanya berada di zona nyaman saja namun juga harus menyentuh zona-zona lain yang lebih menantang. Hal ini perlu kita sadari dan kita pahami semua sebagai aktifis dakwah. Kita tidak hanya memahami Islam hanya sebatas ritual-ritual agama saja seperti yang terjadi dalam agama-agama lain.

Namun kita harus menghayati bahwa Islam itu syumul dan mengajarkan ka-tawazun-an (keseimbangan) antara ilmu akherat dan ilmu dunia. Justru sebagai aktifis dakwah kita harus membuang jauh-jauh sikap yang mungkin secara tidak langsung sikap kita telah tersekularisasi oleh ketidaktahuan kita sendiri. Ada kecendrungan di dalam benak kita dikarenakan salah memahami, kita lebih mengutamakan aspek-apek keagamaan saja dan kita cukup merasa puas hanya dengan berhubungan secara vertikal dan sedikit mengabaikan aspek habluminannas dalam hal ini aspek habluminannas yang dimaksud adalah mencetak prestasi dalam ilmu-ilmu keduniaan. Sikap demikian seharusnya di buang jauh-jauh oleh aktifis dakwah. Karena dengan besikap demikian maka kita belum menghayati kesyumulan Islam malah justru mendikotomisasi konsep ilmu dalam Islam. Padahal setahu saya Islam tidak terdapat dikotomisasi konsep ilmu, kita meyakini bahwa sumber ilmu semuanya berasal dari Allah, dan kita akan mendapatkan ilmu itu dengan mempelajari Al-quran. Islam menerangkan bahwa kita adalah umat terbaik (Ali Imran;110), manusia di ciptakan Allah untuk menjadi khalifah (Al-Baqarah:30).

Oleh karena itu kita yang menyakini bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik, seharusnya umat Islam yang memegang tampuk kepemimpinan dunia. Karena kita sendiri telah menyadari bahwa Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin bagi seluruh alam. Kemudian wahyu pertama yang diturunkan Allah (surat Al-‘alaq1-5) dengan tegas bahwa Allah memerintahkan umat Islam untuk iqraa’ yang mengandung makna yang sangat dalam bahwa umat Islam harus membaca, tidak hanya memaknai membaca secara denotatif saja, namun memikirkan mengkaji, meneliti (reaserch) secara mendalam segala ciptaan Allah. Dan Allah juga dalam firmannya mengatakan bahwa Ia akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat (Al- Mujadilah:11). Jika kita perhatikan kata ‘beriman’ didahulukan oleh Allah dibandingkan kata ‘berilmu’. Sehingga tidak ada pemisahan antara orang-orang beriman dengan orang-orang yang berilmu dan semakin tinggi iman seharusnya dari sisi ilmu harus mumpuni. Dimana sampai saat ini konsep iman dalam ilmu oleh barat tidak memperoleh tempat. Barat menganggap iman tidak dapat di kategorikan sebagai ilmu. Oleh karena itu saya berkesimpulan bahwa umat Islam haruslah menjadi yang terdepan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan mengamalkan perintah serta motivasi-motivasi yang banyak sekali kita temukan dalam ayat-ayat Alquran mengenai dorongan untuk berfikir dan mengkaji segala ciptaan Allah dengan melakukan kegiatan pengkajian dan penelitian. Rohis harus juga mengadakan acara-acara seperti seminar-seminar berbau akademis sesuai dengan bidangnya masing-masing. Jika kita ingin membuktikan kepada umat bahwa Islam itu syamil (sempurna) dan menyeluruh dan bahwa umat Islam memang di ciptakan sebagai umat yang terbaik, mungkin kita bisa menengok sejarah peradaban Islam pada abad pertengahan. Banyak sekali literatur baik dari sudut pandang timur maupun barat yang menulis mengenai kejayaan peradaban umat pada abad pertengahan dan kita sebagai umat Islam harus meneladani sikap para ulama-ulama abad pertengahan tersebut, bagaimana mereka mampu menciptakan peradaban gemilang pada masanya bahkan hingga sekarang karya-karya mereka masih dipakai sebagai rujukan bagi umat padahal karya-karya tersebut dibuat berabad-abad lalu.



  1. Mengembalikan kejayaan umat dengan mencontoh perilaku para ilmuan-ilmuan terdahulu.

Setiap kita pasti menginginkan umat Islam kembali jaya seperti terjadi pada abad pertengahan. Setiap kita memiliki harapan suatu saat akan muncul ilmuan-ilmuan muslim yang lahir seperti Al-Kindi, Ibnu Rushd, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Khaldun dan ratusan ilmuan-ilmuan muslim lainnya dengan hasil-hasil temuan yang luar biasa dalam berbagai disiplin keilmuwan. Bahkan seorang ilmuwan ahli dari berbagai disiplin ilmu. Namun pertanyaan nya adalah apakah kita serius menganalisis faktor-faktor apa yang telah mendorong pesatnya ilmu pengetahuan di masa kejayaan Islam?, Lembaga-lembaga pendidikan yang bagaimana yang telah bertanggung jawab atas munculnya ratusan ilmuwan Muslim yang agung di berbagai bidang?, dan apa sistem pendidikan yang diterapkan di sana Selain tiga pertanyaan di atas adalah lagi tiga pertanyaan yang tidak kalah fundamentalnya yaitu kegiatan-kegiatan ilmiah apa saja yang telah dilakukan para ilmuwan Muslim sehingga mereka telah melahirkan ratusan ribu karya ilmiah di berbagai bidang riser-riset ilmiah yang bagaimana yang mereka lakukan sehingga mereka berhasil mengembangkan berbagai disiplin ilmiah, baik yang berkenaan dengan ilmu-ilmu agama (naqliyyah) maupun umum (‘aqliyyah) dan terakhir metode-metode ilmiah apa saja yang mereka gunakan dalam mempelajarai dan menganalisa berbagai objek ilmu yang berbeda-beda jenis dan sifat dasarnya?. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut kita akan tahu kunci-kunci sukses mereka. Pertama, faktor-faktor yang mendorong pesatnya ilmu pengetahuan pada masa itu adalah:

(1) Dorongan religius di mana agama Islam sangat menekankan pentingnya bagi umat Islam untuk menuntut ilmu, dengan menjadikannya sebagai kewajiban agama.

(2) Apresiasi masyarakat yang sangat tinggi terhadap ilmu, ilmuwan dan buku, dan

(3) Patronasi yang sangat besar dan tulus dari para penguasa dan pengusaha terhadap perkembangan ilmu.

Sebuah bangsa yang tidak lagi mempedulikan kewajiban agama dalam menuntut ilmu, tidak adanya apresiasi yang tinggi terhadap ilmu dan tidak ada pengayoman yang serius terhadap dari para penguasa dan pengusaha terhadap ilmu, maka di sana sulit dibayangkan ilmu pengetahuan akan mendapat kemajuan. Selanjutnya tentang lembaga pendidikan yang di bangun pada masa itu, kita jadi mengenal dua jenis lembaga pendidikan. Pertama lembaga pendidikan formal dan yang kedua informal. Perdidikan formal berupa madrasah (colleges) yang didirikan para penguasa untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama. Sedangkan lembaga-lembaga informal meliputi banyak jenis: akademi, perpustakaan, rumah sakit, observatorium, dan zawiyyah. Melalui lembagalembaga informal ini maka disiplin-disiplin ilmu umum telah dikembangkan dengan baik. Tentang sistem pendidikan, para ilmuwan Muslim telah mengembangkan metode pengajaran yang khusus, yang sangat berpengaruh pada pesatnya perkembangan ilmu, yaitu menyalin buku, menghafal dan metode debat yang sangat merangsang daya kritis sang murid. Bebarapa poin penting yang saya diskusikan antara lain, motivasi mencari ilmu, yaitu untuk mencari kebenaran, dan bukan sekedar untuk mendapatkan pekerjaan seperti yang berlaku di negeri ini, menyusun klasifikasi ilmu, sehingga tahu peta ilmu dan saling hubungan antara bidang, dan kurikulum, yaitu materi-materi apa saja yang harus dipelajari oleh seorang murid. Adapun tentang kegiatan ilmiah apa saja yang mereka lakukan, kita kemudian mengenal beberapa kegiatan ilmiah yang esensial bagi setiap tradisi ilmiah, yaitu memburu manuskrip, menerjemahkan, membuat komentar atas karya-karya orang-orang terdahulu, menulis karya-karya orisinal yang bukan saja ekstensif tetapi juga sangan intensif, menyalin dan mendistribusi buku, rihlah dan khalwat, sebuah upaya untuk mengeksplorasi dunia fisik dan dunia batin, seminar dan diskusi ilmiah baik yang diselenggarakan di lingkungan istana atau di tempat kediaman seorang sarjana, melakukan kritik baik yang bersifat ilmiah (agama maupun umum), sosial dan politik dn terakhir eksperimen-eksperimen yang menyebabkan ilmuwan-ilmuwan Muslim dipandang sebagai perintis metode eksperiman dalam kegiatan ilmiah mereka. Tentang riset-riset ilmiah yang para ilmuwan Muslim lakukan, kita terperangah akan luasnya bidang yang mereka tekuni. Penelitian atau riset yang mereka lakukan ternyata tidak hanya ada bidang-bidang ilmu keagamaan sebegaimana yang dikesankan selama ini, tetapi juga bidang-bidang ilmu rasional yang melipun ilmu-ilmu fisika, matematika dan metafisika. Ribuan karya telah mereka hasilkan dari penelitian tersebut.1

  1. Tantangan yang harus dihadapi umat Islam dalam sisi akademis

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan merupakan sarana yang sangat penting dalam rangka mengubah peradaban. Pendidikan dalam bebagai tingkatannya merupakan sarana yang efektif dalam membentuk kerangka pikir seseorang. Pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai sarana transfer pengetahuan saja. Namun juga sebagai sarana transfer nilai-nilai, sikap seseorang dalam berbuat.

Saat ini kita telah menyadari bahwa dari sisi akademis umat Islam masih jalah bersaing dengan barat. Walaupun memang tidak dapat di pungkiri bahwa saat ini kita telah mengadopsi systematau model pendidikan barat. Namun yang menjadi permasalahan adalah bukan system. Rosulullah mengajarkan kepada kita bahwa dari manapun terdapat ilmu, walaupun ilmu itu berasal dari kalangan non Islam kita harus belajar dari mereka “ tuntutlah ilmu walau sampai kenegeri Cina”. Namun yang menjadi permasalahan adalah isi yang disampaikan cendrung berakar pada kerangka pikir barat yang sekuler dan menjauhkan umat Islam sendiri kepada agamanya. Parahnya lagi saat ini yang menjadi acuan mahasiswa dalam belajar (khususnya di perguruan-perguruan tinggi umum atau swasta yang bukan berbasis Islam) masih menggunakan literature-literatur barat yang filsafat pemikirannya cendrung sekuler.

Ilmuan-ilmuan barat sekuler tersebut telah familiar di dalam bidang akademik, bahkan telah dijadikan rujukan dalam penelitian-penelitian ilmiah. Ilmuan-ilmuan sekuler tersebut telah menguasai berbagai disiplin ilmu baik dalam ilmu-ilmu eksak maupun ilmu-ilmu sosial. Didalam ilmu-ilmu eksak nampaknya belum terlalu kentara walaupun sudah terasa namun efeknya masih terbilang kecil. Namun yang lebih parah ilmuan-ilmuan barat tersebut sangat terasa dan berpengaruh ddidalam ilmu-ilmu sosial kebudayaan. dalam perjalanan sejarah kita mengenal ilmuan-ilmuan yang bisa dikatakan yang telah mengubah peradaban seperti ilmuan-ilmuan pada zaman Renaisans seperti Rene Deskartes dengan Rasionalismenya, kemudian John Lock dengan empirismenya dll,,, banyak sekali. Ilmuan-ilmuan tersebut melakukan revolusi ilmu pengetahuan dan telah menanamkan teori-teorinya dalam bidang ilmu pengetahuan, kemudian pada zaman aufklarung (zaman pencerahan eropa tahun 1800-an) semakin jelas para ilmuan-ilmuan barat berjaya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, teori-teori mereka semakin tajam dan berpengaruh dalam disiplin keilmuan dan pemantapan dalam sisi metode-metode keilmuan. Kita mungkin telah mengenal tokoh-tokoh ilmuan Eropa seperti Hegel, Karl Marx, Frderick Engels, Aguste Comte, Imanuel Khan, Adam Smith, Freud dan masih banyak tokoh-tokoh ilmuan lainnya. Bahkan sampai sekarang penerus-penerus mereka semakin mengembangkan pemikiran-pemikiran mereka kedalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang tidak mungkin dijelaskan dalam lembar ini. Mereka semua berjaya dalam bidang akademis dan sampai sekarang para mahasiswa di seluruh dunia telah memakai teori-teori mereka dalam segala macam disiplin ilmu termasuk umat Islam. Hal ini tentunya cukup menghawatirkan dalam frame work berfikir umat Islam. Jika sampai saat ini umat Islam tidak jeli dan masih belum sadar akan pengaruh-pengaruh pemikiran ilmuan-ilmuan tersebut, dan tidak berusaha mengantisipasi dengan melahirkan prinsip-prisip keilmuan baru untuk menyaingi mereka maka kemungkinan besar selamanya kita akan menjadi budak intelektual mereka. Walaupun sebagian perguruan tinggi ada yang menerapkan basis Islam, namun jika metode-metode keilmuannya masih mengadopsi metode-metode barat malah akan semakin membahayakan. Hal ini mungkin bisa kita saksikan bersama banyaknya muncul pemikiran-pemikiran aneh dan bertolak belakang terhadap Islam dari para akademisi-akademisi, mahasiswa-mahasiswa perguruan tunggi Islam.



  1. Penutup

Menurut saya jika kita mengamati lebih saksama tantangan terbesar umat adalah justru dalam bidang pendidikan khususnya konten pendidikan itu sendiri. Kita tidak akan bisa merubah peradaban jika konten atau teori-teori keilmuan (teori-teori yang bertentangan) masih sepenuhnya di kuasai oleh ilmuan-ilmuan barat yang cendrung sekuler.

Kita melihat sendiri bahwa moral masyarakat dari hari kehari dimulai dari para pemimpin, akademisi, pengusaha, seniman, sastrawan, dan lainnya masih terwarnai oleh pemikiran-pemikiran barat. Dan secara tidak langsung masyarakat kita telah menjadi budak intelektual ilmuan-ilmuan barat.

Oleh karena itu umat Islam harus dicerdaskan terlebih dahulu dengan cara ilmuan-ilmuan muslim yang telah menyadari keterjajahan dalam bidang keilmuan harus lebih gencar menelurkan karya-karyanya dalam bidang media, penulisan-penulisan, dan penelitian-penelitian ilmiah.



Catatan kaki

Mulyadhi Kartanegara, 2006, “Masa Depan Filsafat Islam antara cita dan fakta”, paper disampaikan dalam acara ulang tahun Universitas Paramadina yang ke XX di Jakarta pada tanggal 23 November 2006