Senin, April 09, 2012

Beberapa catatan bagi yang hobbi menggunakan kata “Afwan”


Yang hobi menggunakan kata Afwan mohon acungkan jari kaki!
 Ya, trus ada apa dengan kata Afwan?
Bukanya kata itu bagus jika sering-sering diucapkan?
Afwan kan artinya “maaf”. Dan bukanya sebagai seorang muslim yang baik kita diperintahkan agar selalu saling memaafkan saudaranya?
Memang kata ini tidak digunakan oleh semua kalangan tapi hanya dipakai oleh kalangan-kalangan tertentu saja yang telah “teridentitaskan” secara sistematis melalui proses-proses tertentu (sokilmiah.com). Kata afwan juga berfungsi sebagai “penanda”. Uniknya bagi para pemakainya bisa bertindak “professional” memainkan kata ini. Jika ada kesalahan-kesalahan teknis alias salah sasaran dalam penggunaan kata Afwan mungkin fenomena itu itu hanya fiksi dan tokoh-tokoh yang ada didalamnya hanya rekaan belaka (garing.com). Saya pernah menyaksikan teman saya lupa menempatkan kata Afwan. Suatu ketika saya dan teman saya sedang “sik asik” berbincang di salah satu rumah makan di Tembalang. Tiba-tiba ada seorang “Mbak-Mbak” yang menghampiri dan menanyakan sebuah alamat kost temannya yang ia sendiri masih bingung. Kurang lebih percakapannya seperti ini “Mas numpang tanya tahu alamat Kost bla bla bla ndak? Kemudian teman saya menjawab secara spontan “Wah Afwan mbak saya ndak tahu alamatnya klo kost perempuan saya kurang paham”. Saya perhatikan si Mbaknya rada melonggo sedikit, mungkin dia bertanya-tanya “makanan apa tuh si Afwan” atau mungkin juga ia shock “hmm sembarangan nama gw Sheila bukan afwan! (imajinasi.com)
Jika didalam bahasa Indonesia kita mengenal ada makna menyempit dan meluas, mungkin kata Afwan juga mengalaminya. Dahulu kala mungkin para pendahulu mengunakan kata afwan masih dalam penempatan yang benar. Mereka menggunakannya disaat melakukan tindakan-tindakan kekeliruan diluar batas kemampuannya dan itupun mungkin terjadi hanya sesekali saja. Sehingga kata “afwan” yang ia ucapkan masih sangat logis dan bisa dipertimbangkan. Misalkan dalam sebuah syuro, seharusnya syuro dimulai pukul 08.00 pagi di tempat A namun ada salah seorang peserta syuro yang alamat kostnya di lokasi Z meminta keringanan untuk datang terlambat. Ia menginformasikan bahwa tidak bisa datang ontime sekitar 1 jam sebelum syuro dimulai. Apalagi pada saat itu hari sedang hujan lebat. Dan si peserta akhirnya datang pukul 08.30 alias terlambat 30 menit. Kemudian ada lagi peserta syuro yang alamat kostnya dilokasi B pada saat yang sama ia meminta ijin agar datang terlambat alasannya antara lain karena turun hujan, gak ada angkot, jaraknya jauh (padahal jika dibandingkan antara peserta syuro pertama dengan yang kedua jaraknya lebih jauh peserta syuro pertama). Kemudian ia juga menginformasikan keterlambatannya 30 menit setelah syuro dimulai. Jika pembaca posisinya sebagai Qadi (hakim) kira-kira anda akan membela yang mana? Peserta syuro yang kedua, ataukah peserta syuro yang pertama?
Tidak ada yang salah dengan kata afwan. Menurut saya kata afwan itu digunakan pada saat-saat tertentu saja dengan asumsi kata tersebut digunakan pada saat-saat secara de facto kita tidak bisa menjalankan tugas secara mestinya. Karena jika kata “afwan” menjadi “barang yang murahan” dan dengan mudahnya diumbar justru akan semakin menghawatirkan. Kata afwan telah mengalami penyempitan dan mungkin hanya menjadi life style (gaya hidup) saja. Kata afwan bukan sebagai pengakuan kesalahan yang secara sadar dilakukan dengan keinginan tidak akan mengulanginya lagi, tapi lebih digunakan sebagai perisai, pelindung, pembenaran-pembenaran, mencari-cari alasan, bahkan untuk menutupi kedustaan (nauzubillahi min zaalik).
Sedikit-sedikit afwan, sedikit-sedikit afwan, afwan kok sedikit-sedikit??! (Cha phe deh). Alangkah lebih baik kata Afwan itu kita pelihara dengan penuh kesadaran bukan pembenaran atas segala kekeliruan yang kita buat secara “senagaja”.  
Orang-orang di Negara “maju” sana saja yang mayoritas non Islam masih memiliki rasa malu yang cukup tinggi ketika melakukan kesalahan (ketidakdisiplinan), mereka amat merasa bersalah. Padahal dimensi rasa malu mereka bisa jadi hanya sebatas malu kepada manusia atau aturan mereka buat sendiri. Hanya sebatas itu!. sedangkan kita sebagai umat Islam (Khususnya yang beriman) tidak hanya sebatas itu saja tapi lebih dari memiliki rasa malu terhadap sesame manusia saja namun kita harus memiliki rasa malu kepada Allah SWT.
Semoga kemirisan demi kemirisan yang kita saksikan mampu kita minimalisir bersama. Apalagi sebagai seorang muslim kita harus memberi contoh yang baik bagi umat-umat agama lain. Kata Afwan biasanya sering digunakan bagi mereka-mereka yang mengemban misi kenabian yang perjuangannya adalah mengubah nilai-nilai keburukan menjadi nilai-nilai kebaikan. Apakah logis seandainya kita menginginkan sebuah perbaikan nilai jika kita sendiri tidak melaksanakannya (Ash-Shaf :2) dan Bukankah kita adalah umat yang terbaik? (Ali Imran: 110).  Mari kita introspeksi diri dan saling nasehat menasehati dalam sabar dan shalat (Al-Asr :1-3). Wallohua’lam bishawab

Disini afwan
Disana afwan
Dimana-mana bilangnya afwan
Disini afwan
Disana afwan
Dimana-mana bilangnya afwan
La la la la la la la la la la la la la la
La la la la la la la la la la la la la la
La la la la la la la la la la la la la la

 Sekian terimakasih (gak usah dikasih tepuk tangan)^^

Wisma Zaid bin Tsabit, 09/04 2012

Tidak ada komentar: