Ada pepatah Arab yang berbunyi: waktu itu
seperti pedang, apabila kau tidak memotongnya, maka ia yang akan memotongmu
Pepatah ini mungkin
sering kita dengar dari guru-guru kita. Sebuah pepatah yang bermuatan nasehat
agar kita senantiasa menghargai waktu. Biasanya sesuatu yang awalnya luarbiasa
tetapi jika diungkapkan berulang-ulang akhirnya akan terasa menjadi biasa.
Dalam pepatah tersebut
pedang menjadi analogi dari waktu. Dan umumnya guru-guru kita menjelaskan waktu
dengan ketajaman pedang. Jika kita lalai dalam menggunakan waktu maka mau
tidak mau harus siap tertebas oleh waktu yang tajamnya ibarat pedang, dan
dampaknya seseorang akan menyesal.
Tetapi mengapa harus pedang yang menjadi
analogi? Nah inilah yang kerap kali luput dari pertanyaan. Sekali lagi, mengapa
harus pedang yang dijadikan analogi? Bukan golok, pisau, silet, sinyal, cahaya,
atau listrik?. Oleh sebab itu menurut saya pepatah ini juga harus ditelusuri
asal-asal usulnya agar kita bisa memahami isi nasehat itu secara baik. Jangan
sampai pepatah yang selama ini kita pahami dan diwariskan telah terjadi reduksi
makna.
Sekilas menurut
pemahaman saya, nasehat itu mengajak kepada kita supaya terus berlomba dengan
waktu. Jangan sampai kita didahului waktu. Tetapi mampu-kah kita mendahului
waktu?. Ataukah nasehat itu bermakna agar kita mengisi waktu kita agar lebih
bermanfaat terkait dengan usia manusia yang sementara?
Kemudian jika kita
menengok nasehat-nasehat dari “barat” terkait waktu, maka akan lebih berbeda
lagi. Mereka mengatakan Times is money, waktu adalah uang. Dengan
kata lain mereka mengatakan waktu itu ya uang. Penghargaan mereka terhadap
waktu sejajar penghargaan mereka terhadap uang (materi). Nah itu yang saya
maksud bahwa konsep awal pepatah dari tempat satu ke tempat yang lainnya ternyata
tidak sama. Bahkan jika dibandingkan dengan pepatah Arab diatas, malah makna
waktu menurut “barat” diperkhusus/dipesempit kepada uang. Dan tentu saya tidak
akan membahas lebih dalam konsep waktu menurut “barat” karena memang cacat
secara makna.
Dalam catatan
singkat ini saya lebih tertarik membahas konsep waktu yang berasal dari pepatah
Arab itu. Bukan berarti saya juga menerima namun karena saya masih ingin
mencari makna yang shahih.
Seperti diawal saya
mengartikan bahwa pepatah itu terdapat nasehat berlomba dengan waktu dan
waspada terhadap waktu. Untuk yang pertama yakni berlomba dengan waktu apakah
bisa kita berlomba dengan waktu? Sedangkan kecepatan berfikir kita terhadap
waktu itu sendiri sadar tidak sadar telah terikat oleh dimensi waktu. Waktu
tidak sedetikpun berhenti memberikan kesempatan kepada kita memikirkannya dalam
kondisi diamnya (waktu). Ia terus melaju cepat tanpa kompromi dengan kita.
Terus menerus kita ditinggalkannya. Sehingga menurut saya tidak mungkin kita
berlomba mendahului kecepatan waktu. Jadi saya sementara menyimpulkan tidak
tepat jika memaknai kita dengan waktu sebagai ajang adu kecepatan. Belomba
dengan sang waktu adalah suatu hal yang mustahil. Mengejar-ngejar kecepatan
waktu itu bisa berefek berbahaya bahkan berpotensi menjadikan kita budak waktu.
Kemudian, saya justru
lebih menerima jika yang dimaksud dari pepaah Arab tersebut menganjurkan agar
kita senantiasa waspada terhadap waktu. Setelah tidak mungkin kita
berlomba-lomba dengan kecepatan waktu maka yang hanya bisa kita lakukan adalah
mengisi waktu itu dengan sebaik-baiknya. Waktu menjadi begitu berharga dimata
kita (bagi yang sadar) karena mau tidak mau, suka tidak suka, memang kita dalam
ikatan waktu. Contoh saya menganalogikan waktu seperti BBM. Mengapa BBM saat
ini menjadi mahal? Karena memang jumlahnya terbatas tidak seperti air dan udara
yang melimpah ruah. Sama halnya seperti waktu, waktu menjadi berharga karena
kita-lah yang terikat oleh waktu. Alias tidak kekal dan hidup selama-lamanya.
Nah disnilah saya baru menyadari pentingnya mengisi waktu itu dengan sebuah
perencanaan. Sering kita menyepelekan perencanaan misal agenda harian,
mingguan, tahunan. Bukan menyepelekan mungkin sering lupa. Padahal saat lupa
sendiri kita dalam posisi terikat dengan waktu.... (waduuuuuh mari cemunguuuud
yaaah :P)
Semarang, 21 Juli 2012
Wisma Abdurrahman bin Auf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar