Sabtu, Juli 21, 2012

dia yang paling tidak kenal kompromi



Ada pepatah Arab yang berbunyi: waktu itu seperti pedang, apabila kau tidak memotongnya, maka ia yang akan memotongmu

Pepatah ini mungkin sering kita dengar dari guru-guru kita. Sebuah pepatah yang bermuatan nasehat agar kita senantiasa menghargai waktu. Biasanya sesuatu yang awalnya luarbiasa tetapi jika diungkapkan berulang-ulang akhirnya akan terasa menjadi biasa.

Dalam pepatah tersebut pedang menjadi analogi dari waktu. Dan umumnya guru-guru kita menjelaskan waktu dengan ketajaman pedang. Jika kita lalai dalam menggunakan waktu maka  mau tidak mau harus siap tertebas oleh waktu yang tajamnya ibarat pedang, dan dampaknya seseorang akan menyesal.

Tetapi mengapa harus pedang yang menjadi analogi? Nah inilah yang kerap kali luput dari pertanyaan. Sekali lagi, mengapa harus pedang yang dijadikan analogi? Bukan golok, pisau, silet, sinyal, cahaya, atau listrik?. Oleh sebab itu menurut saya pepatah ini juga harus ditelusuri asal-asal usulnya agar kita bisa memahami isi nasehat itu secara baik. Jangan sampai pepatah yang selama ini kita pahami dan diwariskan telah terjadi reduksi makna.
Sekilas menurut pemahaman saya, nasehat itu mengajak kepada kita supaya terus berlomba dengan waktu. Jangan sampai kita didahului waktu. Tetapi mampu-kah kita mendahului waktu?. Ataukah nasehat itu bermakna agar kita mengisi waktu kita agar lebih bermanfaat terkait dengan usia manusia yang sementara?
Kemudian jika kita menengok nasehat-nasehat dari “barat” terkait waktu, maka akan lebih berbeda lagi. Mereka mengatakan Times is money, waktu adalah uang. Dengan kata lain mereka mengatakan waktu itu ya uang. Penghargaan mereka terhadap waktu sejajar penghargaan mereka terhadap uang (materi). Nah itu yang saya maksud bahwa konsep awal pepatah dari tempat satu ke tempat yang lainnya ternyata tidak sama. Bahkan jika dibandingkan dengan pepatah Arab diatas, malah makna waktu menurut “barat” diperkhusus/dipesempit kepada uang. Dan tentu saya tidak akan membahas lebih dalam konsep waktu menurut “barat” karena memang cacat secara makna.
Dalam  catatan singkat ini saya lebih tertarik membahas konsep waktu yang berasal dari pepatah Arab itu. Bukan berarti saya juga menerima namun karena saya masih ingin mencari makna yang shahih.
Seperti diawal saya mengartikan bahwa pepatah itu terdapat nasehat berlomba dengan waktu dan waspada terhadap waktu. Untuk yang pertama yakni berlomba dengan waktu apakah bisa kita berlomba dengan waktu? Sedangkan kecepatan berfikir kita terhadap waktu itu sendiri sadar tidak sadar telah terikat oleh dimensi waktu.  Waktu tidak sedetikpun berhenti memberikan kesempatan kepada kita memikirkannya dalam kondisi diamnya (waktu). Ia terus melaju cepat tanpa kompromi dengan kita. Terus menerus kita ditinggalkannya. Sehingga menurut saya tidak mungkin kita berlomba mendahului kecepatan waktu. Jadi saya sementara menyimpulkan tidak tepat jika memaknai kita dengan waktu sebagai ajang adu kecepatan. Belomba dengan sang waktu adalah suatu hal yang mustahil. Mengejar-ngejar kecepatan waktu itu bisa berefek berbahaya bahkan berpotensi menjadikan kita budak waktu.
Kemudian, saya justru lebih menerima jika yang dimaksud dari pepaah Arab tersebut menganjurkan agar kita senantiasa waspada terhadap waktu. Setelah tidak mungkin kita berlomba-lomba dengan kecepatan waktu maka yang hanya bisa kita lakukan adalah mengisi waktu itu dengan sebaik-baiknya. Waktu menjadi begitu berharga dimata kita (bagi yang sadar) karena mau tidak mau, suka tidak suka, memang kita dalam ikatan waktu. Contoh saya menganalogikan waktu seperti BBM. Mengapa BBM saat ini menjadi mahal? Karena memang jumlahnya terbatas tidak seperti air dan udara yang melimpah ruah. Sama halnya seperti waktu, waktu menjadi berharga karena kita-lah yang terikat oleh waktu. Alias tidak kekal dan hidup selama-lamanya. Nah disnilah saya baru menyadari pentingnya mengisi waktu itu dengan sebuah perencanaan. Sering kita menyepelekan perencanaan misal agenda harian, mingguan, tahunan. Bukan menyepelekan mungkin sering lupa. Padahal saat lupa sendiri kita dalam posisi terikat dengan waktu.... (waduuuuuh mari cemunguuuud yaaah :P)

Semarang, 21 Juli 2012
Wisma Abdurrahman bin Auf

Tidak ada komentar: