Sabtu, Agustus 18, 2012

Tuhan di Pojok Gedung

Cinta akan selalu menjadi tema menarik dalam sejarah peradaban manusia. Baik dari timur maupun di barat banyak manusia yang berbicara tentang cinta. Harga mahal dari manifestasi cinta manusia sepanjang sejarah telah memunculkan decak kagum. Manifestasi (wujud) tersebut bermacam-macam, yang sejatinya ingin menyampaikan satu pesan yakni cinta.
Menarik jika kita perhatikan. Dalam sejarahnya kita bisa menyaksikan wujud-wujud tersebut bermacam-macam. Ada dalam bentuk puisi, kakawin, tarian, nyanyian, patung, gedung dan sebagainya. Biasanya bentuk karya tersebut menjadi begitu bernilai karena dibuat dengan sepenuh cinta. Kita bisa menyaksikan wujud-wujud cinta manusia itu baik cinta terhadap Tuhan maupun cinta kepada sesama makhluk.
Taj Mahal, Borobudur, Prambanan, Kitab Arjunawiwaha, Monas, Globa Bung Karno dan lain sebagainya adalah wujud cinta manusia, terlepas dari kepentingannya atas nama cinta. Yang jelas karya-karya agung tersebut hingga saat ini masih menyimpan pesona.
Pengalaman menarik pernah saya alami ketika sedang berjalan-jalan bersama sahabat di sebuah Mall di beberapa kota besar di Indonsia. Dalam gedung mewah tersebut saya dengan sahabat saya ingin melaksanakan ibadah shalat. Kebetulan memang sudah waktunya shalat magrib. Kami pun menyusuri setiap bagian dalam gedung mewah tersebut. Butuh beberapa menit bagi kami untuk mencari-cari mushola. Dan akhirnya kami menemukan ruang kecil terpojok yang “dijadikan” mushola. Ruangannya sempit, panas dengan karpet seadanya. Berbeda jauh dengan ruangan-ruangan komersil yang ada ditengah gedung.
Saya dan sahabat saya kemudian saling berpandangan dan sempat mengeluarkan komentar singkat. Sambil tersenyum miris kami menyayangkan sekali kepada pengelola gedung mengapa tempat untuk beribadah tidak diprioritaskan?.
Dari apa yang kami alami tersebut, kami terus berdiskusi mengapa hal itu bisa terjadi. Hingga kami mengeluarkan asumsi-asumsi sederhana. Dan tulisan inipun merupakan pengembangan dari hasil diskusi tersebut.
Kasus yang kami alami mungkin juga pernah pembaca alami. Begitu terpinggirkannya Tuhan dalam keseharian. Membangun tempat ibadah saja dicarikan tempat-tempat sisa yang tidak nyaman untuk beribadah. Dan akhirnya memang bermuara kepada cinta.
Walaupun bukan sebuah kesimpulan akhir dan hanya asumsi, mungkin kita bisa memahami cinta manusia adad 21 kepada Tuhan. Tentu bukan bermaksud menggeneralisasi bagi semua manusia yang bersikap demikian. Bisa jadi hanya tertuju kepada pemilik dan pengelola gedung saja. Mungkin pula pemilik gedungnya kebetulan non muslim. Tapi akan sangat memprihatinkan sekali jika ternyata diketahui bahwa pemiliknya adalah umat muslim sendiri.
Dan akhirnya akan terlihat kepada kita ternyata masih ada diantara manusia (mungkin didalamnya kita sendiri) yang menjadikan Tuhan sekedar “pelengkap” saja. Bukan suatu hal yang diprioriskan. Tuhan masih menjadi sandaran terakhir ketika “sandaran-sandaran lain” dianggap masih mampu memberi pertolongan.
Ya, Tuhan di pojok gedung bukti masih sombongnya manusia kepada Tuhan. Walaupun tetap perlu diapresiasi kepada pemilik gedung Mall yang masih ingat dengan membangunkan ruangan sempit yang “dijadikan” mushola itu. Ya itulah buktinya cinta manusia kepada Tuhannya.
Bogor, 16 Agustus 2012


Tidak ada komentar: