Menurut
saya sering kali kebutuhan pasar yang hegemonik berpotensi mengubur
dalam-dalam passion kita. Pandangan kita dialihkan agar berusaha
memiliki nilai tambah sebagaimana yang dibutuhkan pasar. Padahal belum
tentu dengan memenuhi kebutuhan pasar itu membuat kita bahagia dan total
melakukan kerja-kerja terbaik. Al-hasil kita hanya diciptakan
menjadi manusia-manusia pekerja yang memang ditugaskan sebatas "memenuhi
kebutuhan" tidak lebih dari itu. Dan faktanya kebanyakan memang itu
yang terjadi.
Memang sebuah pemikiran besar sering kali
lahir dari negara-negara yang sejahtera. Perut tidak lagi menghalangi
ide-ide besar mereka. Dan mereka bersemangat mewujudkan ide-ide besar
itu. Sehingga bisa kita saksikan perkembangan ilmu-ilmu tumbuh subur di
negara-negara tersebut seperti filsafat dan segala turunannya (Sains dan
Teknologi). Dan hal itu merupakan hal yang biasa karena kondisinya
memang kondusif melahirkan generasi-generasi hebat. Akan menjadi luar
biasa perjuangan seorang anak manusia yang hidup dalam kondisi yang
kurang kondusif mengembangkan ide besarnya, tetapi ia berani berfikir
besar dan berhasil merealisasikannya.
Itulah pentingnya imajinasi, ia tak terbatas
baik ruang dan waktu. Mari kita berusaha mencoba mengapresiasi
setinggi-tingginya sebuah imajinasi seseorang meski dalam konteks
tertentu "otak" kita berat menerimanya. Mungkin bukan tidak bisa
menerima, hanya saja kecendrungan otak kita menuntut
pembuktian-pembuktian empiris saja. Dan ketika terbukti, tidak mustahil
otak yang tadinya berat meneria itu akan
justru berbalik menerima. Imajinasi membuat kita semakin dinamis
berkembang dan maju dan terkadang hingga membawa seseorang lupa ia
sedang berada dimana dan dalam kondisi bagaimana. Dan kita sebagai
manusia juga perlu sadar bahwa hidup ini tidak semata-mata berimajinasi
saja. Ada hak-hak fisik yang harus kita penuhi. Semoga kita menjadi
orang2 yang menghargai setiap lintasan imajinasi serta menajdi orang2
yang sadar akan kondisi.
Dan memang sebaik-baiknya apresiasi adalah dari
Allah. Bisa jadi saat kita tidak diapresiasi manusia dalam hal tertentu
(saat mengembangkan potensi yang kita miliki), kita frustasi dan
beralih pilihan dengan mencari-cari disisi mana orang-orang disekitar
kita memberikan apresiasinya kepada kita. Dan dalam kondisi seperti ini
sangat besar potensi kita terkubur oleh arus besar hegemonik pasar dan
menjadi "barang permintaan" pasar demi
eksistensi dan apresiasi lingkungan tersebut. Pada saat-saat tertentu,
kita mendapatkan apresiasi dari lingkungan tersebut. Namun ketika
dititik jenuh dan apresiasi manusia-pun memudar terhadap kita, kita akan
perlahan tapi pasti akan kembali goyah dan menjadi manusia yang tak
berharga. Inilah yang saya maksud. Bisa jadi seringkali ketika bersandar
pada pendangan manusia, kita menjadi tidak total mengembangkan potensi
dan kerja-kerja terbaik kita. Dengan kata lain kita hanyalah menjadi
'budak" yang terkungkung oleh seribusatu macam pandangan manusia bukan
bersandar hanya kepada Allah saja yang kekal dan Maha melihat. Al-hasil
bisa jadi hingga saat ini potensi dan kerja kita belum optimal.
Tidak ada orang bodoh dan yang pintar di
dunia ini, klopun ada, itu hanyalah klaim yang diciptakan. Dan sarat
kepentingan. Hanya Tuhan yang berhak menilai. Namun sayang kita sering
salah memahami perkataan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar