Senin, November 23, 2015

Arsip Sebagai Kekuatan Membangun Peradaban (Versi Edit)



Seorang astronom kenamaan asal Amerika Serikat Carl Sagan (1934-1996) pernah melontarkan penyesalannya; “Seandainya perpustakaan Alexandria tidak dibakar dan tradisi keilmuannya terus berlanjut, maka barangkali sosok Albert Einstein sudah muncul lima abad yang lalu. Atau mungkin malah seorang Einstein tidak akan pernah ada, sebab perkembangan ilmu pengetahuan yang integral dan menyeluruh sudah terjadi, dan mungkin pada akhir abad keduapuluh Masehi ini, sedikit saja umat manusia yang masih tinggal di bumi, karena sebagian besar telah menjelajah dan mengkoloni bintang-bintang, dan telah beranak-pinak sampai mencapai miliaran jiwa!. Kalau pada tahap sekarang ini kita baru memasuki era globalisasi dengan adanya kemudahan transpotasi berkat pesawat-pesawat jumbo, maka jika seandainya pusat ilmu di Mesir itu tidak dibakar kaum fanatik, dan warisan ilmiahnya berkembang terus tanpa terputus, kita sekarang sudah memasuki era antar bintang (interstellar era), dengan kapal-kapal ruang angkasa yang berseliweran di atas orbit bumi, dan dengan nama-nama kapal yang tidak dalam bahasa Inggris seperti kebanyakan sekarang, tapi dalam bahasa Yunani!”.


Apa jadinya jika semua benda-benda bersejarah bangsa kita hilang tak berbekas. Masyarakat kita tentu akan kesulitan mengidentifikasikan diri. Dan, yang akan terjadi adalah masyarakat kita akan terjangkit sindrom amnesia kolektif. Nur Kholish Madjid (Cak Nur) pernah mengatakan bahwa “jika suatu masyarakat tidak mampu memahami sejarahnya maka  ia akan mengalami krisis intelektual!”

Arsip sebagai Penjaga Identitas
Arsip atau benda-benda bersejarah lainnya sering kali dipandang sebelah mata. Bahkan tidak dipandang sama sekali. Padahal perannya sangat urgen dalam membersamai menyelesaikan persoalan kemanusiaan. Sering kali dalam menyelesaikan sengketa baik perdata maupun pidana keberadaan arsip sangat dibutuhkan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Dengan didampingi pengacara masing-masing mereka beradu bukti (arsip) menujukkan siapa sebenarnya yang bersalah atau tidak. Siapa yang legal maupun yang ilegal. Apalagi dalam skup kenegaraan dimana persoalannya sangat kompleks. Sebuah kewajiban bagi negara/lembaga memelihara arsip-arsipnya. Kekokohan negara akan bisa dilihat dari kepeduliannya memelihara arsip. Lihatlah negara-negara maju seperti Inggris, Prancis, Amerika Serikat, Belanda, dan Jerman. Negara-negara tersebut sangat rapi dalam memelihara arsip.

    Krisis identitas yang terjadi masyarakat kita saat ini bisa jadi lantaran kurang pedulinya masyarakat kita dalam menjaga identitasnya. Siapa sebenarnya kita, sedang dimana dan akan kemana masih belum tergambarkan dengan baik. Masyarakat kita mengalami penyakit yang istilah anak sekarang disebut “gagal move on”. Jika identitas kuat, tentu masyarakat tidak akan terombang-ambing oleh faktor-faktor eksternal. Oleh sebab itu diera globalisasi saat ini justru penjagaan identitas diri harus menjadi prioritas utama. Ditengah-tengah kebingungan tidak memiliki pegangan, masyarakat akan cenderung mencari-cari identitasnya sebagai pegangan. Tapi apakah harus menunggu kebingungan datang kemudian mencari?

Sejarah mencatat bahwa nenek moyang kita di masa lalu penuh dengan catatan keberanian, dan heroisme. Lihatlah keberanian bangsa Sriwijaya dalam mengarungi samudra. Sriwijaya menjadi amat berpengaruh se Asia tenggara sebagai kerajaan yang perekonomiannya berbasis maritim. Lihatlah Mataram Kuno yang meninggalkan bangunan megah seperti Candi Borobudur dan Prambanan. Belum lagi para leluhur kita yang berasal dari luar Jawa seperti Aceh, Bugis, dan masih banyak lagi. Semuanya meninggalkan cerita yang penuh heroisme. Meskipun pada masa itu belum dikenal Indonesia, akan tetapi cukup untuk menunjukkan kebesaran kapasitas personal masyarakat Asia.

Membangun Masyarakat Indonesia Yang Sadar Arsip
Sejarawan Muslim Ibnu Khaldun (1332-1406 M) mengatakan bahwa sejarah adalah hikmah. Kehidupan masyarakat sangat terkait dengan semangat zaman yang melingkupinya. Kehidupan manusia juga sangat terkait  dengan masa lalunya. Masyarakat  yang hidup tahun 1900-an tentu sangat berbeda dengan masyarakat di tahun 2000-an. Dalam jangka waktu satu abad ternyata banyak sekali perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat kita. Perubahan itu bisa meliputi pola pikir, sikap bahkan material. Dengan melestarikan arsip, sama halnya dengan menjaga mata rantai peradaban. Kemajuan-kemajuan yang diperoleh suatu masyarakat menjadi tidak hilang. Dan generasi selanjutnya tidak akan mengalami stagnanisasi atau kemunduran (set back).

Oleh sebab itu Pemeliharaan kearsipan sejatinya harus mendapatkan perhatian pribadi dan instansi dalam tiap level. Tidak berlebihan kiranya ungkapan yang mengatakan bahwa kekokohan sebuah organisasi/instansi ditentukan salah satunya oleh pemeliharaan arsipnya. Kita harus  merubah cara pandang  dalam melihat arsip. Tidak semua peninggalan-peninggalan masa lalu itu sampah. Setiap keputusan penting yang akan diambil oleh sebuah lembaga tentunya harus memperhatikan rentetan pengalaman lembaga itu sendiri. Apabila catatan-catatan atau rekaman mengenai jatuh bangun lembaga terpelihara dengan baik, maka akan sangat memudahkan pihak-pihak pengambil kebijakan menentukan kebijakan alternatif. sehingga bisa menghindari “jatuh ke lubang yang sama”. Dengan demikian grafik kemajuan sebuah lembaga akan terus bergerak naik mencapai penyempurnaan demi penyempurnaan. 

Tidak ada komentar: