Sabtu, Oktober 08, 2011

"Ingat Rumus 3 A!"

“Ingat rumus 3 A !
Aku aman bagimu..
Aku nyaman bagimu..
Aku bermanfaat bagimu…
(Nasehat Aa Gym)

Sore itu tepatnya tangal 2 April 2011 saya sempat mendengar ceramah singkat yang di sampaikan oleh Aa gym lewat Mp3. Saya merasakan ada kerinduan kepada Ulama yang satu ini. Dan seperti biasa beliau menyampaikan nasehatnya dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.

Dengan penuh perhatian saya pun mendengarkan nasehatnya. Yang saya suka dari gaya penyampaiannya adalah beliau terlihat tenang dan tawadhu dan tidak terlalu banyak mengutip dalil-dali Al-qur’an. Sikap inilah yang membuatku nyaman ketika mendengarkan nasehatnya. Bukan berarti mengesampingkan dalil, namun beliau menjelaskan spirit dan luasnya makna dalil. Sehingga cermah yang disampaikannya pun terkesan ringan dan tidak berat-berat.

Dalam ceramahnya beliau menjelaskan bagaimana seharusnya seseorang memposisikan diri dalam hidup bermasyarakat. Menurut beliau tahap pertama yang harus dilakukan ialah jangan sampai seorang muslim menjadi ancaman bagi orang lain. Maksudnya hadirnya individu tersebut dalam hidup bermasyarakat harus senantiasa membuat orang lain aman bukan malah sebaliknya menjdai ancaman. Sebagaimana sabda Rosulullah “Muslim yang paling utama ialah yang membuat orang Islam lainnya selamat dari lisan dan tangannya”. Saya sangat tersentuh sekali dengan penjelasan yang di sampai kan Aa Gym tersebut.

Saya mencoba merenungkan hadits Rosulullah diatas, sudahkah saya sendiri menjadi perbadi yang membuat orang-orang disekitar saya merasa aman, nyaman dan memberi manfaat?. Kemudian Aa Gym dalam ceramahnya melontarkan sebuah pertanyaan retoris “Bukankah tolak ukur seorang muslim yang baik itu dilihat dari respon orang lain terhadapnya?. Apakah lisan kita telah terjaga dengan baik ketika berinteraksi dengan orang lain?”.

Mungkjin kita sering lalai dan jarang menanyakan kepada orang-orang disekitar kita apakah mereka merasa aman dengan hadirnya kita. Saya sendiri sering mengalami berinteraksi dengan beberapa orang. Dan dari berbagai macam pertemuan itu saya menjadi sadar bahwa suka dan tidaknya, aman dan tidak amannya saya dengan seseorang itu lebih karena lisan dan sikapnya. Ada orang yang jika diajak bicara selalu memberi semangat, nasehat dan saling pengertian. Dan ada pula seseorang yang jika diajak bicara terkesan meremehkan, menghakimi, dan menjatuhkan.

Sekali-lagi kita harus sering-sering mengkoreksi diri, jangan selalu meminta orang lain bersikap baik kepada diri kita sebelum kita memperlakukan orang lain dengan baik. Karena baik atau tidak nya orang kepada kita sebenarnya tergantung kepada diri kita sendiri.

Mari sama-sama kita hisab diri kita sendiri. Berapa orang atau teman-teman yang menghindar gara-gara “sumpek” karena lisan dan sikap kita?. Hal ini penting dilakukan agar kita tidak hanya menilai sikap-sikap orang lain kepada kita, tapi juga menilai perasaan orang lain atas sikap kita.

Pernah juga saya mengalami ketika bertamu ke rumah kontrakan teman-teman, ketika kami sedang ngobrol-ngobrol di ruang tamu, tiba-tiba seseorang yang mereka anggap “senior” itu menuju kearah kami, kemudian diantara teman kami berceloteh “huh si (menyebutkan nama) kok cepet baget pulang ke kontrakan sih? Pindah aja yuk ngobrolnya jangan disini gak enak klo dia gabung”.

Plek, saya miris sekali mendengarnya. Padahal si senior itu “orang yang terkenal alim” dan lantang sekali menyampaikan kebaikan. Tapi kok di jauhi sampai seperti itu sama adik-adik di kontrakannya. Nauzubillah minzalik!

Semoga lisan dan sikap kita terlindungi dari perkataan dan perbuatan yang merugikan orang lain. Dan semoga kita menjadi insane-insan yang senantiasa dirindukan. Apa lagi jika kita memiliki posisi sebagai penyampai kebaikan atau Da’i. Mana mungkin mereka akan mengikuti nasehat-nasehat yang kita sampaikan jika mereka saja sudah merasa tidak aman dengan kehadiran kita?. (2/4/2011)
Wallohu’alam bisshawab…

Tidak ada komentar: