Rabu, Januari 11, 2012

Merekayasa Energi

Setiap orang pernah merasakan kelelahan. Lelah melakukan ini dan lelah melakukan itu. Mungkin diantara kita ada yang hanya berberapa jam saja tidur dalam sehari semalam. Ketika bagun pagi ternyata “segudang” aktivitas dari amanah-amanah yang diembannya sudah menanti. Misal; seorang mahasiswa yang memilih jadi “aktivis” kampus. Rapat lagi-rapat lagi, syuro lagi, syuro lagi dimana seakan-akan “rutinitas itu” menjadi makanan sehari-hari. Sering dikalangan “aktivis” dikenal dengan istilah ahli syoro atau ahli rapat. Bahkan ada sebagian yang mahasiswa yang selain kuliah, ia juga menambah uang saku tambahan dengan bekerja paruh waktu (part time).

Ditengah-tengah kesibukan itu mungkin ada sebagian dari kita yang “menyerah” karena tidak sanggup menjalani itu semua dan akhirnya ia memilih untuk keluar dari zona tidak aman dan berpindah ke zona yang menurutnya labih aman. Tapi ada juga yang tetap istiqomah dan gigih menjalani aktivitas itu dengan kesungguhan. Memang setiap orang memiliki karakter yang tidak sama. Ada tipe yang baru beraktivitas “sedikit” tapi mudah sekali mengeluh. Tapi ada juga tipe orang yang dengan “segudang” kegiatan, namun ia tetap tahan banting. Parameter “sedikit” dan banyaknya aktivitas saya serahkan kepada pembaca. Karena tulisan ini bertujuan sebagai otokritik bagi saya sendiri dan juga ajakan untuk merenung kepada seluruh pembaca.

Nah dari contoh-contoh tipe orang yang saya gambarkan diatas muncul sebuah pertanyaan, mengapa bisa ada orang yang bermental tangguh dan ada yang bermental lemah? Bermental tangguh disini masksudnya adalah dia adalah tipe orang yang walaupun segudang aktivitas begitu padat, ia masih “betah” menjalaninya? Tapi ada juga orang yang “sedikit-sedikit mengeluh, sedikit-sedikit mengeluh, mengeluh kok sedikit-sedikit?” sehingga status FB-nya pun penuh dihiasi dengan “sejuta” keluhan demi keluhan. FB selain berfungsi sebagai sarana jejaring sosial telah beralih fungsi menjadi “keranjang sampah”.

Lelah itu wajar dirasakan semua orang. Lelah itu manusiawi. Manusia memang butuh istirahat dikala lelah menghinggapi. Tapi yang menarik adalah rasa lelah itu ternyata berhubungan subjektif relatif bagi seseorang. Pekerjaan yang menurut kita cukup melelahkan belum tentu menurut orang lain dikategorikan melelahkan.

Ada sebuah cerita menginspirasi yang saya ingin sampaikan disini. Suatu ketika ada seorang pemuda yang baru pulang kerja di sebuah pabrik, ia cukup kelelahan dan ingin segera pulang untuk istirahat. Ketika diperjalanan ia melewati gang yang begitu ramai. Tidak seperti biasanya keramaian ini terjadi. Ia menyaksikan masyarakat yang mondar-madir berlarian sambil membawa barang-barang. Didalam benaknya ia bertanya-tanya “ada apa gerangan ini?” oh ternyata telah terjadi kebakaran hebat. Kemudian ia langsung mendekati lokasi kebakaran tersebut. Didepan lokasi itu ada seorang ibu meraung-raung tak karuan, ia menjerit-jerit menyaksikan rumahnya dilalap api. Suaminya belum pulang dan anak-anaknya yang lain tidak berada dirumah. “tolong pak tolooong anak saya ada didalam... tolong paaak Ya Allahh....Anak sayaaaaa paaak dilantai 2” begitu ia memohon-mohon dengan amat sangat semoga ada orang yang menolongnya. Kabar punya kabar ternyata ada anaknya yang masih bayi yang terjebak didalamnya tepatnya dilantai 2. Dengan segera si pemuda itu meletakan sepeda motor nya dan segera berlari. Dengan berbekal jaket kumal yang ia pakai, ia padamkan api dengan semampunya. Kelelahan yang tadi begitu meliputi fisiknya hilang seketika. Ia bagaikan melupakan dirinya sendiri ditengah kepungan api. Ia teroboslah rumah yang pebuh jilatan-jilatan api itu. Kemudian ia susuri lantai 2 sebagai mana petunjuk sang ibu. Alhamdulillaah ternyata si bayi masih selamat, ia masih berada dalam keranjang. Lalu ia raihlah angkatlah bayi itu kemudian ia bawa hingga sampai keluar.
Ketika sang bayi terselamatkan, si Ibu bukan kepalang bahagianya ia sambil menangis menciumi bayinya dan mengucapkan seribu pujian dan terima kasih kepada sang pemuda.


Kemudian kisah lain yaitu ketika seoarng pekerja supir bus antar provinsi yang begitu kelelahan. Ia baru saja sampai dirumah. Rencananya ia langsung menuju kamar tidur untuk istirahat, Hampir semalaman ia tidak tidur. Ketika baru beberapa detik ia merbahkan tubuhnya dikasur. Tiba-tiba Hp nya berdering. Oh ternyata Bosnya yang memanggil. Seketika saja ia angkat telepon. Ternyata ada order lagi. Awalnya ia dengan halus menolak tawaran itu dengan alasan yang cukup rasional. Ia masih kelelahan dan belum cukup tidur dan juga dengan alasan keselamatan. Tapi si bos masih juga meyakinkan bahwa ia tidak akan mengendarai bus dengan waktu panjang sebagai mana biasanya. Hanya 3 Jam saja, karena yang meminta adalah para pejabat pemerintahan. Lalu si Bos mengiming-iminginya dengan gaji 5 kali lipat. Akhirnya dengan senang hati pak sopir bus itu menerimanya dan ia segera bangkit dari kasur empuknya, padahal sebelumnya ia sangat kelelahan.


So pelajaran yang bisa diambil adalah bahwa kelelahan itu subjektif relatif dan penuh dengan rekayasa. Siapa yang merekayasa? Yang merekayasa adalah pikiran kita sendiri. Lalu bagi para pejuang dakwah yang saat ini merasa lelah dan ingin keluar. Alasan apa yang membuat kita sampai terpikir untuk menyerah padahal Allah dalam surat cintanya telah menjanjikan Surga bagi siap-siapa yang membela Agama-Nya. Apakah kita tidak yakin dengan janji-Nya?. Mari kita selalu meningkatkan kapasitas diri kita dengan selalu menuntut ilmu dan selalu memperdalam pemahaman kita. Bukankah Tarbiyah itu madal hayah (seumur hidup)?


Zaid bin tsabit 11 januari 2012

Tidak ada komentar: