Selasa, April 24, 2012

Kekuatan Dakwah Melalui Pena


Sejak kita duduk dibangku Sekolah Dasar (SD) Hingga Perguruan Tinggi, guru-guru Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa secara garis besar pembabakan sejarah di Indonesia terbagi menjadi 2 yakni Zaman Pra-Sejarah dan Zaman Sejarah. Zaman Pra-Sejarah dicirikan dengan zaman yang masih sangat terbelakang, barbar, berperadaban rendah dan belum mengenal tulisan. Sedangkan zaman sejarah dicirikan dengan zaman yang lebih maju dan telah mempunyai tingkat peradaban yang lebih tinggi yang dicirikan dengan telah ditemukannya tulisan dalam sebuah prasasti di Kalimantan Timur pada abad ke-5 M. Sedangkan Bangsa Cina, Mesir, dan Yunani, jauh berabad-abad sebelum Masehi telah mengenal tulisan. Sejarah bangsa Cina tercatat dimulai tahun + 2500 SM, Mesir 4000 SM, Yunani 800 SM.
Mengapa para ahli kebudayaan menjadikan tulisan sebagai pembeda antara zaman Pra-Sejarah dengan zaman Sejarah, bukan lukisan, bangunan, ataupun patung-patung? Jawabannya adalah karena tulisan merupakan hasil karya masyarakat yang telah berkebudayaan tinggi. Banyangkan saja mengapa tulisan dijadikan pembeda yang menandai telah terjadinya sebuah revolusi kebudayaan? Hal ini menandakan bahwa tulisan bukanlah perkara sepele dalam kehidupan manusia.
 Tradisi Menulis dalam Islam
Menulis merupakan tradisi ulama dan intelektual muslim. Tradisi ini merupakan konsekuensi logis dari dorongan Islam yang sangat menekankan arti penting penguasaan ilmu dalam kehidupan. Menulis dalam Islam merupakan suatu kewajiban setelah perintah untuk membaca (belajar, meneliti dan menelaah). Menulis berarti menyimpan apa yang telah kita baca dalam sebuah media yang bisa diakses oleh siapa saja. Dalam perkembangannya, menulis memiliki peran yang sangat urgen dalam sejarah kejayaan umat Islam beberapa abad silam. Semua ulama yang menjadi arsitek kejayaan Islam masa lalu adalah para penulis ulung yang telah menghasilkan berbagai buah karya mereka yang sampai saat ini masih menjadi rujukan umat Islam sedunia dalam berbagai disiplin keilmuan. kemunduran umat Islam dewasa ini bisa dipastikan karena tradisi membaca dan menulis yang pernah dipopulerkan oleh para ulama masa lalu telah ditinggalkan.
Menulis Sebagai Ibadah
Carilah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat”, “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim”, “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina”, dan lain-lain. Para ulama terdahulu rupanya telah begitu menghayati sabda Rosulullah tersebut. Dorongan itu telah menggerakan para ulama melakukan aktivitas ilmiah dan menulis karya-karya intelektual. Imam Syafi’i, misalnya. Kendati lahir dari keluarga sederhana, namun hidupnya sangat kaya dengan karya. Contoh lainnya adalah Ibnu Taimiyyah. Produktivitas karya Ibnu Taimiyyah jauh lebih banyak ketimbang bilangan usianya. Yang menjadi luar biasa adalah para ulama-ulama tersebut tidak hanya menulis dalam satu bidang ilmu saja, namun menulis dalam beberapa bidang keilmuan.
Hasan Al-Banna pendiri organsisasi ”Ikhwanul Muslimin” di Mesir juga pernah menulis berbagai wasiatnya kepada umat Islam. Tulisan-tulisan yang pada akhirnya dibukukan itu sanggup membangkitkan semangat dan gelora pergerakan Islam(Harakah Islamiah) diberbagai di berbagai belahan penjuru dunia untuk bangkit mengejar ketertinggalan dengan tanpa melepaskan nilai-nilai Islam sebagai prinsip hidup yang konsepsional dan fundamental. Kita tahu, bahwa kumpulan tulisan Hasan Al-Banna dalam bentuk surat wasiat yang kemudian diberi nama ”Majmu’ Rasail” itu, ternyata sanggup membangkitkan kembali semangat jihad umat Islam melawan berbagai bentuk penjajahan. Saat ini, hampir semua pergerakan Islam di dunia lahir karena terinspirasi dari kekuatan perjuangan, teladan dan surat wasiat Hasan Al-Banna tersebut.
Di  Indonesia tercatat ulama-ulama Indonesia yang ketajaman penanya telah menghasilkan karya buku yang berbobot, seperti Hamka, Aboebakar Atjeh, Mahmud Yunus, A Hasan, Tengku Hasbie Ash-Shiediqie, Munawar Cholil, dan lain-lainnya. Hal itu menunjukkan kepada kita, bahwa para ulama, pada masa dan di mana pun mereka bertempat, telah memiliki etos dan tradisi menulis yang kuat. Hal itu sebagai manifestasi dan implementasi dari ajaran Islam itu sendiri yang menekankan arti penting ilmu dalam kehidupan.  
Dengan demikian, menulis memiliki peran yang sangat strategis dalam transformasi kehidupan masyarakat dan menulis merupakan tradisi yang dalam Islam yang menjadi salah-satu kekuatan dalam mensyiarkan Islam. (Dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar: