Sejak kita duduk dibangku Sekolah Dasar
(SD) Hingga Perguruan Tinggi, guru-guru Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa
secara garis besar pembabakan sejarah di Indonesia terbagi menjadi 2 yakni
Zaman Pra-Sejarah dan Zaman Sejarah. Zaman Pra-Sejarah dicirikan dengan zaman
yang masih sangat terbelakang, barbar, berperadaban rendah dan belum mengenal tulisan. Sedangkan zaman
sejarah dicirikan dengan zaman yang lebih maju dan telah mempunyai tingkat
peradaban yang lebih tinggi yang dicirikan dengan telah ditemukannya tulisan dalam sebuah prasasti di
Kalimantan Timur pada abad ke-5 M. Sedangkan Bangsa Cina, Mesir, dan Yunani,
jauh berabad-abad sebelum Masehi telah mengenal tulisan. Sejarah bangsa Cina
tercatat dimulai tahun + 2500 SM, Mesir 4000 SM, Yunani 800 SM.
Mengapa para ahli
kebudayaan menjadikan tulisan
sebagai pembeda antara zaman Pra-Sejarah dengan zaman Sejarah, bukan lukisan,
bangunan, ataupun patung-patung? Jawabannya adalah karena tulisan merupakan hasil karya masyarakat yang telah berkebudayaan
tinggi. Banyangkan saja mengapa tulisan
dijadikan pembeda yang menandai telah terjadinya sebuah revolusi kebudayaan?
Hal ini menandakan bahwa tulisan bukanlah perkara sepele dalam kehidupan
manusia.
Tradisi
Menulis dalam Islam
Menulis merupakan tradisi ulama dan
intelektual muslim. Tradisi ini merupakan konsekuensi logis dari dorongan Islam
yang sangat menekankan arti penting penguasaan ilmu dalam kehidupan. Menulis
dalam Islam merupakan suatu kewajiban setelah perintah untuk membaca (belajar,
meneliti dan menelaah). Menulis berarti menyimpan apa yang telah kita baca
dalam sebuah media yang bisa diakses oleh siapa saja. Dalam perkembangannya,
menulis memiliki peran yang sangat urgen dalam sejarah kejayaan umat Islam
beberapa abad silam. Semua ulama yang menjadi arsitek kejayaan Islam masa lalu
adalah para penulis ulung yang telah menghasilkan berbagai buah karya mereka
yang sampai saat ini masih menjadi rujukan umat Islam sedunia dalam berbagai
disiplin keilmuan. kemunduran umat Islam dewasa ini bisa dipastikan karena
tradisi membaca dan menulis yang pernah dipopulerkan oleh para ulama masa lalu
telah ditinggalkan.
Menulis
Sebagai Ibadah
“Carilah ilmu
sejak dari buaian sampai liang lahat”, “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim”, “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina”,
dan lain-lain. Para ulama
terdahulu rupanya telah begitu menghayati sabda Rosulullah tersebut. Dorongan
itu telah menggerakan para ulama melakukan aktivitas ilmiah dan menulis
karya-karya intelektual. Imam Syafi’i, misalnya. Kendati lahir dari keluarga
sederhana, namun hidupnya sangat kaya dengan karya. Contoh lainnya adalah Ibnu
Taimiyyah. Produktivitas karya Ibnu Taimiyyah jauh lebih banyak ketimbang
bilangan usianya. Yang menjadi luar biasa adalah para ulama-ulama tersebut
tidak hanya menulis dalam satu bidang ilmu saja, namun menulis dalam beberapa
bidang keilmuan.
Hasan Al-Banna pendiri organsisasi
”Ikhwanul Muslimin” di Mesir juga pernah menulis berbagai wasiatnya kepada umat
Islam. Tulisan-tulisan yang pada akhirnya dibukukan itu sanggup membangkitkan
semangat dan gelora pergerakan Islam(Harakah Islamiah) diberbagai di berbagai
belahan penjuru dunia untuk bangkit mengejar ketertinggalan dengan tanpa
melepaskan nilai-nilai Islam sebagai prinsip hidup yang konsepsional dan
fundamental. Kita tahu, bahwa kumpulan tulisan Hasan Al-Banna dalam bentuk
surat wasiat yang kemudian diberi nama ”Majmu’
Rasail” itu, ternyata sanggup membangkitkan kembali semangat jihad umat
Islam melawan berbagai bentuk penjajahan. Saat ini, hampir semua pergerakan Islam
di dunia lahir karena terinspirasi dari kekuatan perjuangan, teladan dan surat
wasiat Hasan Al-Banna tersebut.
Di
Indonesia tercatat ulama-ulama Indonesia yang ketajaman
penanya telah menghasilkan karya buku yang berbobot, seperti Hamka, Aboebakar
Atjeh, Mahmud Yunus, A Hasan, Tengku Hasbie Ash-Shiediqie, Munawar Cholil, dan
lain-lainnya. Hal itu menunjukkan kepada kita, bahwa para ulama, pada masa dan
di mana pun mereka bertempat, telah memiliki etos dan tradisi menulis yang
kuat. Hal itu sebagai manifestasi dan implementasi dari ajaran Islam itu
sendiri yang menekankan arti penting ilmu dalam kehidupan.
Dengan
demikian, menulis memiliki peran yang sangat strategis dalam transformasi
kehidupan masyarakat dan menulis merupakan tradisi yang dalam Islam yang
menjadi salah-satu kekuatan dalam mensyiarkan Islam. (Dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar