Selasa, April 24, 2012

Kisah kasih kisruh dengan Pak Sopir Angkot



Hari itu tanggal 23 November 2011. Mentari seakan-akan abadi. Pagi itu sinarnya begitu cerah. Bintik-bintik halus kabut memperlihatkan seolah-olah spectrum warna putih sinar menyapa setiap helai daun rindang yang kokoh tertanam di depan kontrakanku. Mungkin ia bahagia dengan kehangatan sinar itu, dan mungkin pula ia tersenyum dan mengucapkan berterima kasih Kepada Allah yang menciptakan mentari yang setia menyinarinya. Entahlah hanya Allah Sang Pencipta yang Maha Tahu bahasa kedua makhluk itu.
            Burung-burung seperti biasa menyambut pagi dengan paduan suara yang anggun. Kiacauannya mengingatkan kepada seluruh makhluk bahwa hari memang masih pagi. Mungkin juga ia sedang bertasbih menagungkan asma Allah.  Mungkin juga ia sedang menertawakan manusia-manusia yang masih terlelap tidur dikala mentari sudah meninggi. Entahlah.
     “donat-donat”… suara itu begitu menggema. Suara itu terdengar dari depan kontrakanku. Semakin lama suara itu semakin menggema keras dan mendekat.  “Dia adalah penjual donat keliling yang disiplin” gumamku dalam hati dari balik jendela. Masih dari balik jendela kuperhatikan sosok pemuda itu. Ia memang masih cukup muda. Mungkin usianya sekitar 25 tahun-an. “Apakah ia sudah berkeluarga?” lagi-lagi pertanyaan itu terbersit dalam benakku.
Sedikit membandingkan dengan diriku, juga kawan-kawan dikonrakan yang masih bersantai-santai atau mungkin “bermalas-malasan” dikamar. Lagi-lagi batinku sedikit tersindir oleh si Penjual donat itu. “Ah.. pikiran gw aja yang terlalu ambil pusing. Setiap orang pasti punya cerita masing-masing! Ku mencoba meng cover dialog didalam batinku yang kian menjadi.
            Jam dinding menunjukan pukul 06.00 tepat. Waktu yang masih cukup leluasa tuk bersantai-santai pagi. Hari ini aku ada kelas pukul 08.40. Masih ada kesempatan 2 jam 40 menit. Tapi pukul 07.00 syuro  telah menantiku. Seperti biasa ku lihat Handphoneku mengecek inbok yang masuk untuk hanya sekedar meyakinkan diri sendiri bahwa hari ini memang ada syuro. SMS itu dari seorang akhwat yang  bersemangat sekali.
--------------------------
From: Al-Ukh
22.11.2011
19:40
Asslkum…
Kpd sluruh panitia DM1
KAMMI JARSAT SOSIAL FIB-FISIP-FH-FEB
Tuk hadir dlm syuro persiapan DM
Bsok 23 November @ Masjid Kampus pukul 07.00.
Agenda : Fiksasi pembicara, Jmlh Peserta, transpotasi, dll
Harap on time!
Berrsemangat!
Allohuakbar!
----------------------------
Setelah mandi dan rapi. Aku bersiap-siap menuju jalan besar Banjarsari. Kebetulan kontrakanku berada di Gang Gayamsari No 27 A. Jarak antara kontrakanku dengan jalan besar sekitar 50 meter. Suasanapun sudah terlihat lebih ramai. Teriakan-terikan motor menggemakan sudut-sudut lorong jalan yang dikanan-kiri nya merupakan bangunan bertingkat. Bagunan bertingkat itu adalah rumah kost.  Aku berjalan kaki menuju jalan besar. Allah belum memperkenankan aku dibelikan motor oleh ortu. Entahlah… namun aku yakin bahwa Allah akan memberikannya pada saat yang tepat. Aku teringat pesan guru spiritualku yang menyampaikan sebuah nasehat. Katanya kurang lebih begini:  “Allah Maha Tahu kapasitas Iman Hamba-hamba-Nya. Ia memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya sesuai kepasitas. Bisa jadi terbaik menurut manusia tapi belum tentu terbaik menurut Allah begitu juga sebaliknya, sesuatu yang dianggap manusia tidak baik tapi menurut Allah itu merupakan yang terbaik baginya”.
            Menunggu beberapa saat akhirnya “jemputanku” datang juga. “Kampus Mas” seru Pak Sopir. Aku menganggukkan kepala dan segera masuk kedalam. ternyata didalam sudah terlihat sesak sekali. Hanya kursi depan yang terlihat masih kosong. Lalu aku pilih didepan saja dekat dengan pak Sopir. “wow beruntung sekali aku dapet kursi depan, longgar dan leluasa!” gumamku dalam hati. Ku tengok kebelakang ternyata penuh sekali bahkan jika berdasarkan ukuran kapasitas mungkin sudah tidak layak. Kadang aku suka jengkel dengan sopir-sopir angkot maupun bus yang terlalu memaksakan kapasitas penumpang.
    Pernah suatu ketika aku sempat bersitegang dengan seorang supir angkot di Patung Kuda daerah Ngesrep. Penumpang-penumpang yang ada didalam juga terlihat “jengkel” dengan tingkah Pak Sopir yang “maksa”.  Mereka terlihat menggerutu didalam mobil namun masih terlihat segan. Aku juga tidak bisa terima dengan kebijakan Pak Sopir. Tanpa bisa ku kendalikan, akhirnya uneg-unegku terungkap secara verbal. “Pak Ini sudah penuh! Jangan ditambah lagi donk mau ditaro dimana tuh penumpang!” Akhirnya dengan wajah yang sama-sama jengkel Pak Sopir tidak menerima para penumpang itu. Itulah pengalaman tidak mengenakkanku dengan sopir angkot.
        Dan semoga Pak Sopir yang ada disampingku ini tidak seperti sopir yang dahulu bersitegang denganku. Namun terkadang aku juga merasa prihatin dengan nasib para sopir yang berlomba-lomba dengan sopir yang lain dalam mencari penumpang. Pernah aku juga memikirkan kembali sikapku terhadap sopir yang bersitegang denganku dahulu. Apakah sikapku sudah berlebihan?. Mungkin aku bisa memprotes sikap Pak Sopir yang menurutku “kelewatan” itu Karena aku tidak di posisi dia sebagai Sopir. Aku juga belum pernah merasakan menjadi seorang kepala keluarga yang harus mencari nafkah mencukupi kebutuhan sitri dan anak-anakku. Aku belum pernah merasakan betapa tangisan seorang anak yang minta jajan kepada bapaknya itu sungguh menjadi pikiran sang ayah. Terkadang aku berimajinasi seandainya aku dalam posisi dia mungkinkah aku juga akan bersikap seperti dia. Ya Allah… betapa masih belum seberapa pengalamanku dalam mengarungi hidup ini.
Angkotpun terus berjalan disekitar Masjid Al Hidayah Tembalang. Dari Kejauhan ku lihat ada seorang akhwat yang sedang berdiri dipinggir jalan. Sepertinya ia memang ingin pergi ke kampus. Pikir punya  pikir aku juga mulai panic. Di belakang penumpang sudah sangat penuh berdesakan. Di depan hanya ada aku dengan Pak Sopir. “Waduh ni kayaknya mau dipaksain juga duduk didepan nih… wah gawat kii, walaupun jujur ada sebersit “kegembiraan” (haha^^). Terjadilah pertempuran batin yang cukup sengit dalam diri ini  “klo seandainya ni sopir maksain tuh akhwat duduk didepan dampingan sama gw, bisa bahaya, ntar muncul cerita macem-macem. Klo pun misal dalam kondisi yang ky gtu dibolehin tapi gw masih ragu dalam hukum fiqihnya. Terpaksa gw kudu ngalah!”.
Dan ternyata benar dugaanku. Pak Sopir mengajak si Akhwat itu naik didepan. Apa yang terjadi? Alhamdulillah, walaupun sedikit dipaksa oleh Pak Sopir bahwa kursi masih bisa longgar dan layak ditempati 2 orang. Tapi ia masih bersih keras tidak mau naik. Lega hatiku. Dan aku sangat salut kepada akhwat itu yang tegas menjaga iffahnya (kesuciannya). “mantaaaaap” gumamku dalam hati. Akhirnya si akhwat dengan jaket hitam itu mundur bebarapa langkah kebelakang. Dan kembali keposisi ketempat duduk pelsteran tempat ia tadi menunggu angkot. Ketika mundur ia sedikit balik kanan menyerong. Dan aku melihat tulisan dijaketnya  “MUSLIM NEGARAWAN”.  Dan akhirnya aku sampai di depan Masjid Kampus. “kirrri Pak”! “disini mas?”  “iya pak” jawabku. Aku keluarkan uang sebesar 2000 rupiah. Pak Sopir itu terlihat senang dan tersenyum riang.
Sekian
Wisma Zaid bin Tsabit, 6 Januari 2012

Tidak ada komentar: