Selasa, Mei 01, 2012

Cerita Santai Tanpa Pemanis Buatan


Pemuda itu masih berdiri didepan Toko Buku favoritnya. Toko Buku yang berada di Pojok Pasar  di daerah Antah Berantah. Toko yang biasa menjajakan buku-buku lama dan murah meriah. Kegemarannya mengoleksi buku-buku memang membanggakan dan patut diapresiasi. Ia memang ingin menjadi ‘Kutu Buku’ sejak duduk di bangku kuliah. Menurut teman-teman yang melihatnya ia dijuliki sebagai ‘Si Kutu Buku’. Saya juga tidak mengerti mulai sejak kapan orang yang rajin membaca buku di juluki sebagai ‘Si Kutu Buku’. Apakah julukan itu bermakna menghina ataukah mengapresiasi? Mengapa harus ‘Kutu Buku’ mengapa bukan Kutu Loncat, Kutu Ayam, Kutu kambing , Kutu Kerbau, bahkan Tom Cat?. Apakahkah karena sering ditemukan binatang kutu dalam setiap lembaran buku? Nyatanya juga saya jarang melihat kutu-kutu bertebaran. Memang sesekali saya pernah menemukan binatang kutu didalam sebuah buku yang tidak terlalu terawat dan biasanya bukunya sudah tua atau klasik. Saya serahkan kepada anak Sastra Indonesia.
                                                                                        ******
Flash back……
Sebuah keputusan yang sebenarnya aneh dan sedikit ‘memaksa’. Ia (Si Pemuda) memaksakan harus suka membaca dalam sebuah deklarasi yang sebagian orang masih menganggapnya lux (mewah) “Mulai saat ini saya harus suka membaca!. Ya, memang sebuah keputusan hebat sekaligus menantang. Bagaimana tidak aneh, ia dibesarkan dan bergaul dengan teman-teman yang memang belum menjadikan tradisi membaca sebagai sebuah gaya hidup lalu tiba-tiba ia ingin berbeda sendiri?. Tetapi ia jalani saja sikap barunya itu.  Awalnya memang biasa-biasa saja. Diapun merasakan hal biasa-biasa saja setelah deklarasi itu diungkapkan. Mana mungkin sebuah kebiasaan baru akan dengan  mudah mengubah sikapnya hanya dengan sebuah ‘deklarasi’ ditambah dorongan lingkungan yang minim?
Ia memaksakan dirinya harus ‘mencintai’ sesuatu yang awalnya tidak diakrabi-nya. Sebuah keputusan yang aneh menurut sebagian orang. Jika Pujangga Jawa mengatakan bahwa Witing Tresno Jalaran Soko Kulino adalah sebuah alasan yang bisa diterima untuk ‘mencintai’, namun hal ini berbeda baginya. Ia harus ‘mencintai’ dalam sekejap hanya karena sebuah keinginan saja. Keinginan menggebu-gebu yang ia sendiri masih belum merasakan secara nyata apa manfaatnya. Dan juga atas dasar dari pengalaman yang cukup ‘tragis’ dalam dirinya sendiri. Ia bosan hanya sekedar jadi pendengar, ia ingin juga mengetahui apa yang sebenarnya terjadi disekitarnya. Mengapa terjadi seperti ini dan mengapa terjadi seperti itu. “Rasa-rasanya kok saya banyak tidak tahu” begitu katanya. Terkadang ia juga merasa minder jika diajak diskusi dengan teman-temannya yang lain tentang suatu hal. Ia hanya diam dan manggut-manggut saja. “Saya harus cinta baca walau belum bisa jatuh cinta!” ungkapnya dalam hati.
Kemudian ia pun sering mengunjungi tempat-tempat dimana buku-buku bacaan disimpan. Ia harus menyerap sebanyak mungkin informasi. “Yang terpenting harus memperoleh sebanyak mungkin informasi” begitu ungkapnya. Pada saat ketika ia berada di Perpustakaan, sebenarnya ia baru sekedar mondar-madir membaca-baca judul buku yang telah terbit. Sambil merasa bingung mau baca buku apa. Akhirnya ia ambil saja buku sastra tebal berhalaman sekitar 500. Teman-teman barunya yang baru datang  dengan serta merta mencap dirinya sebagai ‘Kutu Buku’. Wajar saja teman-teman barunya itu berasumsi demikian. Bisa jadi stigma terhadap seseorang akan selalu diingat sesuai dengan citra  pertama yang ditunjukaannya. Temannya berkata:  “Wah anda Kutu Buku yaa kok bacaanya tebal sekali, memang ini kebiasaan anak-anak pinter seperti anda ya …”.  Awalnnya si Pemuda itu juga GR (Gede Rasa). Dalam batinnya “hmmm pujiannya berlebihan, perasaan saya cuma pegang buku saja deh, belum baca-baca apa-apa. Tapi ya gak apa-apa sih, wong disebut pinter, semoga aja jadi doa”. Ia pun nyaman dengan pernyataan sang teman. Dan secara tidak sadar peryataan itu ia identikan dengan dirinya. “Emang saya pantes ya di sebut pinter?, bangga juga disebut jadi orang pinter hehe….” Ibarat orang yang sedang kasmaran, pujian sang teman terhadap dirinya begitu ‘mengena’ dan terus terngiang dalam benaknya, setara dengan setiap kata dari sang pujaan hati, “sesuatu banget! Begitu mungkin ungkapan anak zaman sekarang.
Perjuangannya untuk bisa ‘mencintai’ apa yang belum ia cinta bukan tidak mendapat tantangan. Cibiran, sinisme, bahkan tertawaan dari teman-temannya terhadap life style baru nya itu sudah menjadi makanan sehari-hari. Dikala ada waktu senggang ia sempatkan membaca buku walau hanya sekedar membolak-balikan halaman. Ketika sedang berada diangkutan umum, ia juga menyempatkan membuka buku. Terkadang ia juga merasa jengah dengan sikap barunya itu. Suara hatinya berbisik “saya merasa aneh sendiri ya, apa sikap saya sudah over acting ? tetapi ia tetap pada pendiriannya toh apa yang saya lakukan sama sekali tidak merugikan orang lain. Begitu suara hati yang lain membisikinya. “Bukankah  justru sangat mulia dan bisa menjadi contoh bagi orang yang melihat sikap saya. Sesekali juga ada semacam perasaan ria. Tetapi ia juga masih tetap pada pendiriannya “Mengapa saya harus menyembunyikan kebaikan yang memang baik, mengapa saya harus malu jika kebaikan saya memberikan dampak baik, sungguh aneh hati ini. Jika memang sesuatu yang dilakukan itu baik dan tidak merugikan orang lain dan bahkan baik jika diikuti orang lain, bukankah itu  adalah tindakan yang mulia, lalu apa alasan saya untuk tidak melaksanakannya?” Si Pemuda itu pun tegas dengan pendiriannya dan rasa cinta terhadap buku pun kian bersemi. Dan kebiasaan yang awalnya tidak dicinta itulah yang membentuk dirinya. Sekian ^^
“Seseorang yang menyembunyikan kebaikan karena takut dilihat manusia, sesungguhnya ia telah berbuat RIA. Dan seseorang yang memperlihatkan kebaikan dengan niat ingin di puji manusia, sesungguhnya ia telah berbuat SYIRIK” (Fudhail bin Iyadh)

Prof. Dr. Anton Saputra. M.Phil
Semarang
Wisma Zaid Bin Tsabit
30 November 2012

  • Cerita diatas hanyalah fiksi dan juga tidak bersifat non fiksi. ^^

Tidak ada komentar: