Itulah kata-kata yang tertulis dalam
sebuah papan reklame yang sering saya lihat di Jalan Raya Jatingaleh Semarang. Kata-kata
yang sangat provokatif!.Secara sederhana saya mengartikan bahwa kata-kata
tersebut mengajak kepada pembaca semua agar senantiasa jujur dalam bersikap
alias tidak bertopeng. Mungkin sebagian para pembaca terhenyak ketika
membaca pesan tersebut. Apalagi saat ini
banyak diantara kita yang senang bermain dengan citra.
Menurut saya tidak ada
yang salah dengan citra. Setiap orang berhak menentukan citra dirinya terhadap
orang lain sepanjang citra itu tidak merugikan, dan selama ia tetap bertanggung
jawab atas citra yang diusungnya. Disisi
lain saya juga meragukan apakah memang ada sikap ‘apa adanya’ dalam diri
seseorang? Seperti apakah wujud sikap ‘apa adanya’ itu?. Melihat saat ini banyak
dikalangan kita yang mengelu-elukan sosok manusia (baca: pemimpin) yang ‘apa
adanya’. Samakah sikap ‘apa adanya’ dengan ‘jujur’?. Bisa jadi justru orang
yang menganggap dirinya itu ‘apa adanya’ juga sedang membangun citra dirinya
sendiri agar dipandang ‘orisinil’ serta supatya orang lain berdecak kagum
dengan sikapnya?
Saya kira tidak ada
manusia yang bersikap ‘apa adanya’ dan bukan berarti jelek orang yang tidak
bersikap ‘apa adanya’ itu. Justru dengan sikap yang tidak ‘apa adanya’ itu
justru menunjukan dirinya sebagai manusia.
Sebagian orang merasa
‘bangga’ dengan sikap yang ia sebut sebagai ‘apa adanya’ itu. Dan bahkan ada
yang ektrem menentang sikap orang-orang yang mereka anggap tidak ‘apa adanya’ itu
dengan kata-kata sinis. Lalu dengan serampangannya menceritakan aib-aib atau
keburukan-keburukan sikapnya itu dengan bangga. “ini loh gue… sikap gue
orisinil gak hipokrit! Begitu ungkapnya.
Kita semua sepakat
bahwa setiap manusia memiliki ‘aib’ masing-masing yang tidak perlu diceritakan.
Dan cukuplah hanya Allah dan kita yang tahu. Bahkan kita tidak boleh marah jika
ada orang yang menghina kita. karena bisa jadi penghinaan itu tidak lebih buruk
dari kehinaan kita sendiri.
Jadi menurut saya tidak
ada orang yang bersikap ‘apa adanya’ dimuka bumi ini karena selain istilah itu
tidak tepat, juga tidak perlu dijadikan pegangan bahwa orang yang tidak
bersikap ‘apa adanya’ itu juga buruk. Menurut saya sikap tidak ‘apa adanya’ itu
justru baik selama tetap bisa dipertanggung jawabkan (integritas) dan sikap itu
memberikan kemaslahatan bagi orang disekitarnya. Dan sikap yang katanya ‘apa
adanya’ itu juga belum tentu baik jika akan memberikan ekses buruk. Semuanya
kita kembalikan lagi dari definisi istilah ‘apa adanya’.
Dan saya heran jika ada
orang yang mencap sesama saudaranya itu “munafik”. Dengan kerasnya mereka
mengatakan “kamu munafik!”. Setahu saya hingga saat ini kata “munafik” itu saja
hanya dijelaskan ciri-cirinya saja bukan definisinya. Apakah ada ceritanya
seseorang benar-benar diklaim sebagai munafik dalam sejarah? Dan siapakah
sebenarnya yang mempunyai otoritas untuk menggunakan kata tersebut? Bukankah seakan-akan
orang yang menggunakan kata tersebut menafikan dirinya sebagai manusia itu sendiri?.
Semarang,
3 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar