Jumat, Mei 04, 2012

kata-kata itu....


yang lain bersadiwara, gua apa adanya…

Itulah kata-kata yang tertulis dalam sebuah papan reklame yang sering saya lihat di Jalan Raya Jatingaleh Semarang. Kata-kata yang sangat provokatif!.Secara sederhana saya mengartikan bahwa kata-kata tersebut mengajak kepada pembaca semua agar senantiasa jujur dalam bersikap alias tidak bertopeng. Mungkin sebagian para pembaca terhenyak ketika membaca  pesan tersebut. Apalagi saat ini banyak diantara kita yang senang bermain dengan citra.
Menurut saya tidak ada yang salah dengan citra. Setiap orang berhak menentukan citra dirinya terhadap orang lain sepanjang citra itu tidak merugikan, dan selama ia tetap bertanggung jawab atas citra yang diusungnya.  Disisi lain saya juga meragukan apakah memang ada sikap ‘apa adanya’ dalam diri seseorang? Seperti apakah wujud sikap ‘apa adanya’ itu?. Melihat saat ini banyak dikalangan kita yang mengelu-elukan sosok manusia (baca: pemimpin) yang ‘apa adanya’. Samakah sikap ‘apa adanya’ dengan ‘jujur’?. Bisa jadi justru orang yang menganggap dirinya itu ‘apa adanya’ juga sedang membangun citra dirinya sendiri agar dipandang ‘orisinil’ serta supatya orang lain berdecak kagum dengan sikapnya?
Saya kira tidak ada manusia yang bersikap ‘apa adanya’ dan bukan berarti jelek orang yang tidak bersikap ‘apa adanya’ itu. Justru dengan sikap yang tidak ‘apa adanya’ itu justru menunjukan dirinya sebagai manusia.
Sebagian orang merasa ‘bangga’ dengan sikap yang ia sebut sebagai ‘apa adanya’ itu. Dan bahkan ada yang ektrem menentang sikap orang-orang yang mereka anggap tidak ‘apa adanya’ itu dengan kata-kata sinis. Lalu dengan serampangannya menceritakan aib-aib atau keburukan-keburukan sikapnya itu dengan bangga. “ini loh gue… sikap gue orisinil gak hipokrit! Begitu ungkapnya.
Kita semua sepakat bahwa setiap manusia memiliki ‘aib’ masing-masing yang tidak perlu diceritakan. Dan cukuplah hanya Allah dan kita yang tahu. Bahkan kita tidak boleh marah jika ada orang yang menghina kita. karena bisa jadi penghinaan itu tidak lebih buruk dari kehinaan kita sendiri.
Jadi menurut saya tidak ada orang yang bersikap ‘apa adanya’ dimuka bumi ini karena selain istilah itu tidak tepat, juga tidak perlu dijadikan pegangan bahwa orang yang tidak bersikap ‘apa adanya’ itu juga buruk. Menurut saya sikap tidak ‘apa adanya’ itu justru baik selama tetap bisa dipertanggung jawabkan (integritas) dan sikap itu memberikan kemaslahatan bagi orang disekitarnya. Dan sikap yang katanya ‘apa adanya’ itu juga belum tentu baik jika akan memberikan ekses buruk. Semuanya kita kembalikan lagi dari definisi istilah ‘apa adanya’.
Dan saya heran jika ada orang yang mencap sesama saudaranya itu “munafik”. Dengan kerasnya mereka mengatakan “kamu munafik!”. Setahu saya hingga saat ini kata “munafik” itu saja hanya dijelaskan ciri-cirinya saja bukan definisinya. Apakah ada ceritanya seseorang benar-benar diklaim sebagai munafik dalam sejarah? Dan siapakah sebenarnya yang mempunyai otoritas untuk menggunakan kata tersebut? Bukankah seakan-akan orang yang menggunakan kata tersebut menafikan dirinya  sebagai manusia itu sendiri?.


Semarang, 3 Mei 2012

Tidak ada komentar: