Hari itu hari Jumat tanggal 23 Juni 2012
cuaca begitu bersahabat. Seperti biasanya udara di Semarang cukup panas bahkan
hingga menjelang sore hari, panas-nya masih tetap terasa menggigit kulit.
Sekitar pukul 16.30 saya dan Amin Suryanto sudah berada di Tembalang. Memang sejak
dari pukul 13.00 siang tadi kami melakukan ‘pemburuan’ tiket Bus menuju Tol
Cikampek. Alhasil setelah kami mencari-cari di Terminal Sukun, kami tidak
mendapatkan bus yang cocok.
Akhirnya
kami mencoba turun ke bawah (Sekitar Kota Semarang) tepatnya daerah Krapyak.
Tanpa menunda-nunda lagi, kamipun meluncur ke bawah. Setelah sampai di area
Tugu Muda kamipun langsung mengambil arah ke Barat menuju Bandara Ahmad Yani
dimana jika terus ditelusuri akhirnya kita nanti akan sampai di Krapyak. Kami
hanya memiliki waktu setengah hari untuk memesan tiket. Sehingga apa boleh buat
kita harus kejar mengejar dengan waktu. Udara yang panas ditambah padatnya
kendaraan roda dua dan roda empat semakin membuat emosi meletup-letup dan
kepala pening. Sekujur badanpun benar-benar basah oleh keringat. Apalagi arah
menuju ke Kalibanteng kecepatan kendaraan yang lalu lalang sangat cepat,
sehingga perlu ekstra hati-hati dalam berkendara.
Setelah kami berada di
area sekitar Kalibanteng, banyak sekali deretan P.O ataupun calo yang
menawarkan jasanya. Tentu saja jasa bus perjalanan. Akhirnya kami menemukan
salah satu P.O yang sekiranya bisa memberikan bus kepada kami. Tawar-menawar-pun
terjadi, dengan gaya lobinya, Amin Suryanto melakukan tawar-menawar yang cukup
sengit dengan seorang perempuan. Dan akhirnya kami mendapatkan harga
kesepakatan yakni dari Semarang kea rah Gerbang Tol Cikampek kita dikenai
tariff 80 ribu per kepala full AC.
Setelah itu, kami-pun
sebagai penanggung jawab pembelian tiket pemberangkatan langsung menghubungi
teman-teman dari UNISSULA dan juga guru SD Diponegoro Tembalang yang juga
diundang dalam konsolidasi tersebut. Akhirnya merekapun sepakat dan kami
mengadakan janjian bahwa pukul 18.00 WIB kita berkumpul. Dan tanpa banyak
protes merekapun menyepakati dengan harga bus 80 ribu.
Kami memang benar-benar
berkejaran dengan waktu, khususnya Amin. Dia harus menyelesaikan soal DM 3 (Dauroh
Marhalah) terlebih dahulu. Karena jika tidak diselesaikan maka tidak ada
kesempatan lagi untuk ikut tes pada tahun ini, kecuali tahun depan. Selain itu
ternyata dia juga telah mengiyakan untuk mengisi materi Madrasah KAMMI 1 (MK1)
Komisariat Peternakan. Sayapun tak habis pikir bagaimana dia akan menyelesaikan
pekerjaannya yang bentrok seperti itu. Saat dia mengisi soal, handphone-nya selalu berdering dan
berdering. Dan aku baru menyadari bahwa Amin-pun “menyerah” dan memutuskan
tidak bisa mengisi materi MK1.
Pukul 17.30 kamipun
segera berkemas-kemas membawa perlengkapan yang dibutuhkan. Sisa air mineral,
dan jus buah kemasan pemberian para sahabat ketika saya masih dirawat-pun
diminta dibawa sebagai bekal perjalanan. Akhirnya sayapun mengiyakan usulan
Amin dan membawanya.
Ternyata disaat-saat
genting kami belum mendapatkan motor satu lagi. Kami baru mendapatkan satu
motor dan satu pengantar. Baru akh
Ahmad Eko Prasetyo (FEB 2008) yang bersedia mengantarkan saya ke Krapyak,
sedangkan Amin belum mendapatkan orang yang bisa mengantarkannya. Untungnya di
Wisma Amin banyak teman-temannya yang memiliki motor. Akhirnya akh Eko dari
Fakultas Sains dan Matematik angkatan 2010 bersedia mengantarkan kami. Namun
bukan saya yang berbondengan dengan Akh Ahmad Eko Prasetyo, tetapi saya
beboncengan dengan Akh Eko yang satunya lagi. Memang dua-duanya bernama Eko.
Adzan-pun berkumandang.
Sempat terjadi ketegangan diantara saya dan Akh Ahmad Eko Prasetyo, apakah
shalat magrib terlebih dahulu ataukah langsung berangkat. Saya mengusulkan agar
langsung berangkat terlebih dahulu saja dan shalat magribnya di Mushola Pom
Bensin Krapyak yang lokasinya cukup dekat. Hal ini untuk mengantisipasi keterlambatan
yang bisa fatal akibatnya. Akhirnya kita sepakat brangkat terlebih dahulu. Dan
saya mendengar ada yang mengusulkan agar shalat di Masjid Pangeran Diponegoro
(MPD). Karena suasananya begitu “grasak-grusuk” akhirnya kami langsung saja
tancap gas menuju ke Krapyak. Saya berboncengan dengan Akh Eko FSM, sedangkan
Amin berboncengan dengan Akh Ahmad Eko Prasetyo FEB. Gas kendaraan pun kami
tancap dan kami segera meluncur. Ketika kami berada dekat Masjid Diponegoro
kami berpisah lumayan jauh ditambah hari yang sudah gelap sehingga penglihatan
saya dan Eko agak kabur. Saya tidak melihat Akh Amin dan Akh Eko didepan. Saya
menduga mungkin mereka shalat di MPD. Karena memang adzan sudah lumayan lama
berkumandang. Dan ternyata Eko-pun berfikiran demikian, sepertinya akh Amin dan
Akh Eko shalat di MPD. Akhirnya kamipun menentukan Shalat di MPD. Namun
ternyata kami tidak menemukan kedua orang itu. “Wah mereka tidak zhalat disini
ternyata” ucap batin saya. “Ya sudahlah ndak
apa-apa kita shalat disini saja, nanti kita menyusul wong brangkatnya saja pukul 19.00 dan pukul 18.00 cuma seruan agar
semuanya bisa bekumpul sebelum pukul 19.00”. lagi-lagi bisikan hati saya
berkata sebagai obat penenang.
Ternyata yang datang
terlambat adalah saya dan Eko. Mas Agus dan Mas Fatur yang rombongan dari
UNISSULA dan SD Diponegoro ternyata sudah sampai ditempat. “Aduh bagaimana ini,
saya yang memerintahkan kumpul pukul 18.00, malah saya sendiri yang terlambat”
ungkapan itu yang selalu terngiang dibenak saya.
Setelah shalat usai,
saya dan Eko segera tancap gas menyusul Akh Amin dan Akh Ahmad Eko Prasetyo
yang sejak tadi jalan terlebih dahulu. Sepertinya mustahil kami mengejar
mereka. Untungnya saya masih ingat rutenya. Akhirnya saya menjadi penunjuk
jalan Akh Eko yang benar-benar masih bingung. Dia benar-benar belum pernah
pergi ke Kali Banteng. Sehingga ketika saya tanya “ Akh antum tahu jalannya
ndak?” dia menjawab “ Gak tahu mas, saya seringnya ke Selatan pas pulang
kampung, klo ke utara-utara saya belum tahu” .
Pejalananpun tetap kami
teruskan. Pikiran saya saat itu benar-benar khawatir. Khawatir terlambat dan
macet diperjalanan. Malam itu jalan raya benar-benar sedang padat. Kami
sesekali menyalip diantara kendaraan-kendaraan. Perlahan-lahan kami menuju
kearah Kali Banteng, terus mengambil jalur kiri ke-arah Jakarta. Dan ketika di
pertigaan saya salah mengambil keputusan. ternyata pertigaan yang kami
mengambil arah kiri bukanlah pertigaan yang kami maksud. “Masya Alloh ini bukan
pertigaannya, kok jalannya agak sempit begini ya, sepertinya kita salah
pertigaan” pikiran saya sudah mulai kalut. Sesekali saya berfikir buruk “waduh
ini bisa bahaya jika kesasarnya terlampau jauh, bisa-bisa makan waktu banyak
untuk mencari-cari jalan.” Waktu telah menunjukkan pukul 18.35. Saya telah
terlampat setengah jam!. Walaupun saya belum mengenal sebagian dari rombongan,
tetapi saya seakan-akan membayangkan wajah kecewa para rombongan yang sejak
pukul 17.30 sudah ditempat.
Meskipun
kami salah jalan, namun untungnya Allah masih menolong kami. Ternyata disetiap
pertigaan jalan terdapat penunjuk arah (palng warna hijau) ke Krapyak. Dengan
kecepatan rata-rata 40 KM/jam kami terus melaju mengikuti penunjuk arah. Subanallloh akhirnya saya dan Eko
menemukan jalan besar yang dimaksud dan sayapun ingat. Hati saya benar-benar
lega.
Dengan segala harap-harap cemas akhirnya
saya sampai juga ditempat. Ya P.O Sari Mustika. Walaupun Eko lebih beberapa
meter, tetapi hati saya benar-benar senang. Akhirnya kita rombongan Semarang
bisa kumpul bersama.
Disana
saya melihat Amin sedang makan nasi bungkus dan Ahmad Eko Prasetyo yang sedang
duduk disampingnya. Kamipun beberapa
saat saling berkenalan dan ngobrol-ngobrol santai. Dan saya baru tahu bahwa
yang sejak tadi SMS saya adalah Mas Agus seorang mahasiswa Pascasarjana UNISSULA. “Kemana Pak Fatur yang dari SD Diponegoro dan
kawannya, kok sejak tadi saya belum melihatnya, bukankah dia sudah sampai
ditempat sejak tadi” sayapun bertanya-tanya. “ Pak Fatur nunggu du Rumah Sakit
Tugu”. Dalam hati saya bertanya-tanya “mengapa menunggunya di rumah sakit apa
sambil menjenguk keluarganya yang sedang sakit?” Akupun tidak terlalu
merisaukan. Fokusku hanya satu yakni bisa berangkat dan dapet Bus yang
nyaman.
Biro
yang kami percaya sedikit mengecewakan. Sejak pukul 19.00 hingga pukul 20.30
ternyata bus yang kami tumpangi nya belum juga tiba. Sejak tadi saya
menyaksikan biro itu sibuk menelepon. Mungkinkah telah terjadi gangguan bus
yang kami tunggangi diperjalanan? saya kurang tahu pasti. Yang pasti kami semua
semakin jengkel karena harus menunggu lama. Padahal sudah setengah mati kami
berjuang agar bisa datang tepat waktu. Bahkan saya-pun sampai belum mandi. Kami
sesekali menyampaikan keberatan kepada sang biro. Dan wajah merekapun memang
terlihat panik. Bahkan mereka secara terang-terangan menyampaikan kepada kami
dengan menyerahkan handphone-nya. “ Ini pak ngobrol langsung sama supirnya ya,
klo bapak nganggap saya cuma nagpusi (Berbohong)”. Kamipun akhirnya percaya
saja, walau masih ada rasa dongkol di hati. Akhirnya kami diberikan bus yang lain oleh
biro, karena bis awal tidak memungkinkan. Akhirnya kami-pun menerimanya melihat
waktu semakin larut malam.
Tidak
berapa lama kemudian Bus pun datang, kamipun segera bergegas naik.
Biro-pun ternyata ikut-ikutan naik untuk
memastikan ketersediaan kursi bagi kami yang sejak tadi menunggu. Sedangkan Pak
fatur juga sejak tadi menunggu di Rumah sakit tugu. Dan syukurlah akhirnya
kitapun bisa berkumpul secara lengkap didalam satu bis.
Bus
pun melaju dengan cepat. Kami habiskan malam sambil ngobrol-ngobrol. Keadaannya
memang sesak. Kami tidak bisa selonjoran dengan nyaman. Kami hanya bisa duduk
sembari merebahkan tubuh secara tidak sempurna. Nyaman tidak nyaman kami harus
menikmatinya. Dan malampun semakin larut. Desingan kendaraanpun menjadi
nyanyian-nyanyian terindah menemani kami memajamkan mata. Kamipun terlelap.
Mata inipun terbuka.
Dan ternyata hari telah berganti menjadi pagi. Saya tidak tahu saat ini sedang
berada dimana. Akhirnya saya memberanikan diri bertanya kepada seorang
laki-laki yang berada disamping saya. Sedangkan disisi kiri saya ada Amin yang masih
tertidur lelap. ” Mas ini sudah sampai mana ya?” dia menjawab “Ini sudah di
Cikampek”. “Kira-kira klo menuju Gerbang Tol Cikampek berapa jam lagi y?” dia
menjawab “hmmm sekitar 1 jam-an lagi-lah”.
Aku
pun langsung menghampiri kondektur yang masih tertidur. “Mas-mas mau tanya
gerbang tol Cikampek kira-kira berapa menit lagi?’. Ia pun sedikit terkejut
dengan panggilanku. “ Sek sek,, nanti klo dah sampe ta kandani (ingatkan).
Akupun langsung balik menuju tempat duduk.
Mentaripun
semakin merangkak naik, sinarnya menembus kaca-kaca jendela bus. Tubuhpun
semakin menghangat dan bersemangat. “Tol tol… Cikampek” pak kondektur
mengingatkan kami yang berada dibelakang bahwa bus sudah hampir sampai di Depan
Gerbang Tol Cikampek.
Kamipun
segera bangkit dan bergegas menuju pintu keluar. Satu persatu kamipun turun
dari bus yang sesak itu. “husss… hembusan udara Purwakarta seperti sedang
menyambut kedatangan kita. Udara pagi itu sangat cerah. Langitpun berwarna biru
bersih. Mengisyaratkan hari tidak akan hujan. Para kenek angkot meyambut kami
dengan menawarkan angkutan dengan khas logat bahassa Sunda yang mendayu-dayu. “Mau kamana kang” begitu kira-kira. Akupun
segera menjawab “ Ini kita mau ke Sadang, klo ke Sadang kearah mana ya Pak?” Dua
orang kenek datang, dan yang satu menunjukan arah yang berlainan satu dengan
yang lainnya. “Lho gimana pak?” akhirnya salah satu kenek itu meyakinkan kita
bahwa arah yang benar itu kesini dan kesini. Kitapun mengikuti penjelasan yang
paling meyakinkan.
Tak
beberapa lama angkot menuju Perempatan Sadang-pun tiba. Kamipun serombongan
naik dan memenuhi seisi angkot itu. Angkotpun meluncur ke arah perempatan
Sadang. Sekitar 15 Menit kamipun sampai di perempatan Sadang.
Kemudian
kita sepakat menuju masjid terdekat untuk tempat persinggahan sambil menungggu
jemputan yang belum juga datang. Nah di Sebelah Selatan kita melihat ada kubah
masjid. Dengan segera kita semua menuju arah tersebut.
Perjalanan
kearah masjid lumayan jauh. Kami terus masuk ke lorong-lorong kecil menuju
masjid. Sekitar sepuluh menit-an kita baru menemukan masjid yang dituju. Ada
celetukan dari seorang sahabat “Mungkin karena niat kita cuma ingin singgah dan
bersih-nersih saja kali ya yang membuat kita lama ketemu dengan masjid, ayoo
lurusin niat dulu, hehehe” begitu celetukannya.
Akhirnya
kamipun menemukan masjid setelah berjalan beriringan seperti para eksekutif
muda. Masjid yang kita temukan terlihat masih baru. Alhamdulillah, kamar
mandinya begitu nyaman.
Kami langsung
duduk diberanda, dan sejenak melenturkan tubuh kami yang semalaman duduk dalam
posisi yang tidak karu-karuan didalam bus. Masjidnya sungguh nyaman. Namun
sayang kita tidak bisa masuk kedalam karena pintu depannya masih terkunci
rapat. Segera mungkin kami bersih-bersih diri. Ada yang langsung mandi, wudhu,
dan ada juga yang masih duduk-duduk menikmati pemandangan baru itu. Setalah
bersih dan berganti pakaian kami langsung melaksanakan shalat duha dan
berpose-pose sekedar untuk mengabadikan satu tempat yang telah kami singgahi.
Setelah
melakukan aktivitas bersih-besih, shalat, ganti pakaian, dan foto-foto, kami
langsung menuju perempatan sadang lagi. Disana menurut keterangan Pak Agus,
rombongan dari Semarang sudah ada yang menunggu. Mendengar keterangan dari Pak
Agus itu, kami-pun langsung bergegas menuju perempatan. Kami berenam sudah
dalam keadaan rapi. Kami berjalan beriringan melewati lorong-lorong sempit
pemukiman penduduk. Salah satu penduduk yang melihat kami berpakaian resmi itu
langsung bertanya dengan bahasa Indonesia logat sunda “ Ada acara apa mas?” kebetulan
si Ibu itu bertanya kepada saya dan sayapun menjawabnya “ ooh ini bu kita mau
menghadiri Workshop” singkat saja saya menjawabnya karena sepertinya tidak
terlalu penting juga saya menjelaskan secara panjang lebar. Beliaupun hanya
menganggukan kepala.
Akhirnya
kami sampai diperempatan. Ternyata jemputan dan rombongan yang dari Bandung,
Jakarta, Bogor sudah berada disana. Mereka juga baru sampai ditempat. Lalu
kamipun segera menyapa satu dengan yang lainnya sambil berkenalan. Sekitar 10
menit-an kamipun menghabiskan waktu untuk ngobrol-ngobrol sejenak menanyakan
asal dan aktivitas masing-masing.
Dengan
mobil kami diantar menuju lokasi Workshop. Ternyata jalan lokasi Workshop masih
cukup jauh. Pak Supir yang mengantarkan kami menerangkan bahwa letak lokasi
berada ditempat terpencil yang sangat asri dan jaraknya sekitar 6 KM.
Jalan
yang kami lewat memang berliku-liku. Udara Purwakarta masih kami rasakan
kesejukkannya. Untungnya jalan yang kami lewati sudah diaspal halus, sehingga
perjalanan-pun menuju lokasi cukup lancar. Perjalanan sungguh mengasyikan. Kami
pandangi kanan kiri kami banyak sekali pepohonan yang tumbuh. Ya, seperti
berada di sekitar hutan.
Setelah
puas dalam perjalanan sambil menikmati pemandangan dikanan kiri, Alhamdulillah,
akhirnya kami sampai dilokasi. Setelah kami menginjakkan kaki disana kamipun
langsung disambut oleh panitia pelaksana, dan kami saling bersalam-salaman. Setelah
ngobrol-ngobrol-singkat, kamipun menyadari bahwa lokasi tempat kami berdiri
adalah lokasi yang nanti akan didirikan Pesantren INSIST. Luas tanahnya 3
hektar. Tanah tersebut diwakafkan oleh seorang muhsinin. Pak Guntoro namanya. Beliau Merupakan Pemilik PT Raja
Sengon yang memiliki tanah sekitar 5000 hektar. Beliau terpanggil dan
mewakafkan 3 hektar untuk Pesantren INSIST dan 37 Hektar untuk lokasi pendirian
Kampus INSIST. Kedua lokasi itu memang terpisah. Jarak dari Lokasi Pesantren
INSIST dan kampus sekitar 4 KM. Pak Guntoro sendiri merupakan alumni UNDIP MIPA
(Sekarang FSM) angkatan 1987. Menurut keterangannya, beliau mengambil jurusan
Matematika. Tapi entah mengapa saya juga kurang paham mengapa beliau bisa
terjun ke Perkebunan.
Pada
hari pertama, sejak pukul 09.30 kita saling berkenalan antar sesama tamu
undangan. Ada yang dari Lampung, Jambi, Bogor, Bandung, Jakarta, dan Surabaya
serta dihadiri Juga dari berbagai kelompok-kelompok studi seperti Gerakan
Indonesia Tanpa JIL (ITJ), Club Study Gender (CGS), Kajian Zionisme
Internasional dan lain-lain. Konsolidasi itu diawali oleh sambutan Bapak Budi
selaku ketua panitia dan sambutan dari berbagai pihak, antara lain; Direktur
Eksekutif INSISTS Adnin Armas MA, dan juga sambutan Pak Guntoro. Setelah itu
sebagai pembuka konsolidasi, Pak Adnin Armas MA menyampaikan arahan-arahan dan
laporan terkait perkembangan INSISTS yang telah menginjak umur 9 tahun, serta
mengungkapkan tantangan-tantangan terberat yang dihadapi oleh INSISTS. Pukul
12.00 kami melaksanakan shalat Dzuhur yang dijama dengan shalat Ashar. Kemudian
acara dilanjutkan dengan pemaparan-pemaparan terkait rencana pendirian Pesantren
dan Kampus INSIST oleh Pak Adnin Armas dan sekitar lokasi Pesantren oleh Pak
Guntoro selaku pihak yang mewakafkan hingga pukul 13.30.
Setelah
itu, sekitar pukul 14.00 kami melakukan diskusi. Diskusi pertama dibawakan oleh
salah satu peneliti sejarah INSIST yakni Pak Tiar Anwar Bahtiar yang
dimoderatori oleh Pak Budi. Materi yang disampaikan mengenai “Tokoh-Tokoh
Orientalis dan usaha-usaha “Penguasaan Sejarah Indonesia”.
Setelah
materi pertama selesai, acara dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi.
Pesertapun banyak yang menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai
sejarah di Indonesia. Tidak hanya bertanya, merekapun menyampaikan
pendapat-pendapatnya. Pada pukul 1530 acara dilanjutkan dengan penyampaian
materi kedua oleh Bapak Henry Sholahudin MA. Beliau menyampaikan makalahnya
yang berjudul tentang tinjauan historis mengenai Kesetaraan Gender.
Pada
malam harinya acara dilanjutkan dengan dialog serta arahan-arahan yang
disampaikan oleh Pak Dr. Adian Husaini MA. Beliau menjelaskan perkembangan
terbaru Liberalisme di Indonesia dan tantangan-tantangan yang harus kita
hadapi. Selain itu beliau juga memberikan petunjuk-petunjuk pelaksanaan
didaerah terkait kegiatan-kegiatan yang mungkin bisa dilaksanakan untuk
membendung arus liberalisme di Indonesia.
Acara
dialog memang di setting tidak sampai
larut. Oleh sebab itu acara tersebut hanya berlangsung sekitar 2 jam. Pada
pukul 22.00 acarapun selesai dan peserta dipersilahkan untuk ke Villa
masing-masing untuk tidur dan mempersiapkan bangun sekitar pukul 03.00 dini
hari untuk mendirikan shalat tahajud.
Kami
melaksanakan shalat Tahajjud hingga azan subuh berkumandang. Salah satu
perserta mengumandangkan adzan. Setelah itu kami melaksanakan shalat subuh
berjamaah. Kemudian acara dilanjutkan oleh penyampaian kultum oleh salah satu
panitia. Kultum yang disampaikan yakni mengenai perilaku para sahabat terhadap
ilmu dan keihlasan dalam beramal.
Mentaripun terbangun dari tidurnya menandakan hari telah
berubah menjadi pagi. Udara pagi terasa sejuk dan kicauan burung terdengar
bersahutan. Masih ada waktu sekitar satu jam untuk persiapan dan bersih-bersih.
Pukul tujuh kita akan mengadakan survei temat dimana rencana-nya kampus INSIST
akan didirikan.
Pesantren
dan Kampus INSIST rencananya akan didirikan di Purwakarta. Fungsi Pesantren
rencananya adalah tempat untuk menjaring pelajar-pelajar yang akan dimasukan ke
Pesantren INSIST. Sehingga seleksinya tidak sembarangan.
Setelah semuanya rapi, peserta dinaikan ke mobil
msing-masing sesuai arahan dari panitia untuk menuju lokasi yang rencananya
akan didirikan Kampus INSIST. Lokasi Kampus dengan pesantren sekitar 4 KM.
Para
peserta semua diantar dengan mobil menuju Kampus INSIST. Perjalanan menuju
Kampus, sangat berliku-liku. Jejeran pohon Sengon, Jati, dan rambutan ada
dikanan kiri kami. “Wah lokasi kampusnya ada di pedaleman euy, naik turun
bukit” itu kesan dalam hati saya. Setelah melewati perjalanan panjang sekitar
15-menitan, kamipun sampai disebuah pemukiman penduduk yang terpencil.
Ternyata
lokasi Kampusnya masih jauh dari perkampungan penduduk. Akhirnya karena mobil
sukar untuk melewati medan menuju kampus, terpaksa-lah harus diparkit di dekat
rumah penduduk dan disekitar kebun yang lapang. Kamipun serombongan berjalan
kaki melewati jalan kecil yang hanya dimuati satu mobil. Tapi sayang kondisinya
masih tanah dan terkadang sangat sempit. Perjalanan menanjak dan menurun. Kaki
saya yang sejak awal menggunakan pantofel mulai terasa lecet-lecet. Maklum
sebelumnya tidak tahu akan ada acara survei Kampus. Walaupun demikian
perjalanan tetap kami teruskan.
Setelah Puas memandang
lokasi kampus yang indah. Kamipun serombongan berjalan pulang ke lokasi
perkampungan kecil tadi. Ya, mobil tumpangan kami terparkir disana. Kamipun
pelan-pelan berjalan pulang sambil membawa cerita dan kesan masing-masing. Jam
menunjukan pukul 11.00, itu pertanda bahwa kami harus segera pulang dan menuju
lokasi pesantren yang jaraknya sekitar 3 KM. Setelah sampai di Pesantren kami
langsung bersih-bersih diri. Dalam penjalanan menuju kampus tadi embun-embun
dan tanah merah telah membuat sandal dan sepatu kami penuh dengan tanah.
Sehingga perlu untuk dibersihkan.
Adzanpun berkumandang dan shalat Dzuhurpun segera datang. Kami langsung
bergegas mengambil air wudhu dan shalat berjamaah (Jama) di qashar. Kemudian
acara dilanjutkan dengan makan-makan dan istirahat.
Pada hari terakhir ini
kami harus mengikuti beberapa acara lagi yakni penyampaian materi yang akan
disampaikan oleh Dr. Syamsudin Arif tentang pandangan-pandangan orientalis
mengenai hukum Islam. Dan seperti biasa
setelah materi disampaikan antusiasme peserta tak terlihat surut. Pertanyaan
demi pertanyaan keluar dari mulut para peserta. Tidak hanya pertanyaan saja namun juga tanggapan-tanggapan terkait inti
dari materi yang disampaikan. Setelah itu langsung disambung dengan penyampaian
materi yang akan disampaikan oleh Nirwan Syafrin tentang budaya Ilmu. Dengan pembawaannya yang khas dan suara yang
keras (logat batak) pak Nirwan seolah-olah membangunkan kita dari “tidur” sehingga
semua peserta terlihat bersemangat. Tidak hanya bersemangat canda-an Pak Nirwan
yang segar sesekali menyisipkan obrolan-obrolan humor ditengah-tengah peserta.
Materi yang disampaikan
Dr Syamsuddin Arif dan Nirwan Syafrin MA adalah materi terakhir dari srangkaian
materi Workshop. Hal itu menandakan bahwa kami
harus segera pulang. Pada detik-detik terakhir panitia sekali lagi
memberikan semngat kepada seluruh rombongan diberbagai daerah untuk selalu
istiqomah dan bersemangat dalam melawan kemungkaran.
Sekitar pukul 16.30 acarapun
selesai dan panitia meminta seluruh rombongan untuk bersiap-siap karena mobil
penjemput akan segera mengantar ke terminal-terminal. Peringatan ini khusus
bagi perserta-peserta yang jauh seperti peserta dari Lampung, Jambi, Jakarta,
Semarang dan Surabaya. Sebelumnya panitia telah membelikan tiket diterminal
terdekat. Sehingga para peserta bisa langsung menunggu bus.
Kamipun diantar hingga
sampai terminal. Dan setelah berada diterminal kami langsung menayakan perihal
bus yang kami naiki. Sesuatu yang tidak kami inginpun terjadi. Bus yang kami
pesani ternyata sudah jalan terlebih dahulu. “Kok bisa, bukannya kami sudah
dipesankan tiket, kenapa bisa sampai ketinggalan bus?” batin saya
bertanya-tanya. Ternyata hal serupa-pun dialami oleh rombongan dari Surabaya.
Usut punya usut ternyata panitia telah terlambat memperingatkan kami agar
segera ke Terminal. Memang panitia telah memesankan tiket, tetapi tiket itu
adalah tiket untuk pemberangkatan pada pukul 17.00 sedangkan kami sampai di
Terminal pukul 17.30 berarti kami terlambat tiga puluh menit.
Akhirnya rombongan dari
Semarang dan Surabaya mencoba melobi biro yang menangani masalah tiket. Alhamdulillah teman yang dari Surabaya
telah terselesaikan masalahnya dan mendapatkan bus pengganti yang baru saja
sampai dan kosong. Sedangkan teman-teman dari Semarang masih melakukan lobi
agar bisa mendapatkan bus pengganti. Setelah beberapa lama melakukan tawar-menawar
dengan biro akhirnya kitapun mendapatkan bus pengganti yang berangkatnya pukul
20.00. “Ya, tak apalah asal kami bisa pulang ke Semarang” batin saya.
Akhirnya kita menunggu
di Terminal sejak adzan berkumandang hingga adzan Isya. waktu luang tersebut kami
gunakan untuk shalat Isya bergantian dan sambil membaca-baca buku yang
diberikan panitia tadi kepada masing-masing peserta. Ya, ditangan saya ada buku
“Rihlah Ilmiah” karangan Wan Mohd Nor Wan Daud. Sebuah buku perjalanan
intelektual seseorang dari satu guru ke guru
yang lain serta memiliki pemikiran yang berbeda. namun yang
mengagumkanya pengarangnya menjadi salah seorang ilmuan hebat yang
memperjuangkan Islamisasi Ilmu dan pengetahuan.
Akhirnya setelah sekian
lama menunggu. Bus yang kami nanti-nantikan sejak magrib-pun datang juga.
Senang rasanya hati ini. Akhirnya bisa pulang juga ke Semarang. Dan tanpa
berlama-lama lagi kami langsung naik kedalam bus dan menempatkan dikursi
masing-masing. Tak jauh berbeda ketika kami berangkat dari Terminal Krapyak
Semarang, kursi bus yang kami naiki begitu sesak. Apapun keadaannya kami tetap
menempati kursi itu. Tubuhpun seakan-akan terasa remuk setelah mengikuti
aktifitas “befikir” selama dua hari. Karena memang kami selalu diajak berdiskusi
tentang sejarah, gender dan teori-teori barat yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai Islam.
Kamipun menikmati
perjalanan. Dan saya pun tak sadar telah memejamkan mata. Dan saya tidak tahu
dengan teman-teman yang lainnya apakah mereka juga kelelahan dan bisa
memejamkan mata atau tidak? saya tidak tahu.
Di-dalam bus, mata saya
terkadang terjaga dan terkadang tertidur. Dan dikala terjaga saya hanya
menyaksikan pemadangan jalan raya dan hiruk pikuk kios-kios yang berjejer di
pinggir jalan. Sayapun kembali terlelap dan tidur.
Tiba-tiba saja saya dibangunkan
oleh suara yang riuh sekali. Oh ternyata kami sudah sampai dirumah makan. Saya
melihat rumah makan itu adalah rumah makan yang disediakan oleh biro-biro
perjalanan untuk makan penumpang. Dan kebetulan kami makan prasmanan di temat
khusus bagi penumpang bus Lorena. Lauk-pauk yang kami makan cukup sederhana.
Hanya terdiri dari Nasi, bihun, dan telor bulat. Perut saya yang sejak tadi
laparpun segera mengantri dan langsung mengambil piring.
Setelah perut kami
terisi penuh, kami menunggu beberapa saat. Bus-pun masih terparkir didepan
rumah makan. Kamipun menghabiskan waktu untuk saling ngobrol-ngobrol satu
dengan yang lainnya untuk menghilangkan jenuh.
Sekitar sepuluh menit
kami menunggu aba-aba dari kondektur, akhirnya kamipun langsung naik ke dalam
bus. Ngobrol-ngobrolpun berpindah, yang tadinya ngobrol didalam rumah makan
berpindah tempat menjadi didalam bus. Insting kami mengatakan memang ngobrol
diatas bus lebih nyaman dari pada dirumah makan. Lagipula sebentar lagi
sepertinya bus akan segera berangkat sehingga alangkah lebih baik kita ngobrol
didalam bus saja. Dan bus pus segera meluncur.
Kami sudah berada di
Jawa Tengah. Ya, karena kami melihat nama-nama tempat yang tidak asing lagi
adalah tempat yang berlokasi di Jawa Tengah khususnya Kabupaten Kendal.
Disekitar daerah Kendal waktu subuh bus berhenti. Ternyata bus berhenti
disebuah terminal. Kamipun turun langsung turun dan melihat-lihat keluar sambil
bersih-bersih diri. Ada yang shalat, mencari kamar mandi dan sebagainya.
Apakah mungkin karena
efek perjalanan jauh serasa perut ini tidak karuan, saya merasa mulas, dan
badan terasa linu semua. Sepertinya saya masuk angin. Sayapun bergegas menuju
toilet. Ternyata sungguh-sungguh mengerikan. Antrean tolilet begitu panjang.
Saya benar-benar merasa kecewa. Mengapa pemerintah daerah dan juga pengelola
terminal menyediakan kamar mandi yang begitu minim? padahal keberadaanya
sangat-sangat vital?. Akhirnya saya mencari-cari toilet yang lain, ternyata
kondisinya sama. Sabar tidak sabar sayapun menunggu. Dan Alhamdulillah sayapun
bisa masuk kekamar mandi.
Kemudian kami melaksanakan
ibadah shalat subuh. Luarbiasa jamaah shalat subuh di Terminal begitu banyak.
Ada anak-anak, ibu-ibu, para gadis dan orang tua berkumpul menjadi satu. Setelah
shalat subuh dilaksanakan ternyata bus belum juga berangkat. Mungkin sang
kondektur mengkondisikan agar semuanya selesai terlebih dahulu, jangan sampai
ada yang tertinggal atau masih melakukan aktivitas. Kamipun sambil menunggu
menghabiskan waktu dengan memandangi hiruk pikuk dilokasi dan sesekali ngobrol
dan bercanda.
Alhhamdulillah
setelah lama menunggu didalam bus, akhirnya kami berada didaerah sekitar
Krapyak. Sebuah tempat yang tidak asing bagi kami. Bus-pun terus melaju cepat.
Dan satu persatu dari kami meminta diturunkan oleh Kondektur. Yang pertama
adalah Pak Agus yang meminta diturunkan didaerah sekitar IAIN Wali Songo.
Ternyata disana telah ada yang menjemputnya. Sebelum turun beliaupun menyapa
kami. Kemudian Pak Fatur dan temannya juga meminta untuk diturunkan di Rumah
Sakit Tugu. Saya lagi-lagi ingin sekali bertanya mengapa mereka meminta
diturunkan di rumah sakit lagi?
Akhirnya didalam bus
hanya ada saya dan Amin. Amin sesekali tertidur dan sesekali bangun. Mungkin ia
merasa kelelahan, sehingga ia mengalami kantuk dipagi hari. Saya-pun juga
demikian. Ingin rasanya tidur. Awalnya saya dan Amin ingin berhenti di
perempatan depan Museum Ronggowarsito saja, namun ternyata sang kenek mengingatkan
bahwa kita tidak menuju kearah situ. Akhirnya kami buru-buru meminta kondektur
memberhentikan kami didepan kampus STIKOM (STEKOM?) Sekolah Tinggi Ilmu
Komputer.
Kaki inipun akhirnya menginjakkan
lagi bumi Semarang. Kamipun berjalan sejenak sambil mencari-cari bus kearah
Tembalang. Amin yang belum pernah naik dari situ ingin memastikan dengan
bertanya kepada salah seorang inu-ibu yang juga sedang menunggu bus. Dan si ibu
itu menerangkan bahwa memang ada bus kearah Tembalang. Si Ibu menyarankan agar
“di tunggu saja sebentar, nanti juga lewat busnya” begitu katanya.
Dan benar, bus pun
datang terlihat dipapan nama dekat kaca depan bertuliskan jurusan UNDIP dan
Bumi Kencana. Dan saya menyimpulkan ini bus yang tepat. Sedangkan Amin
sepertinya tidak tahu, dan tidak ingin memberhentikan. Dan saya akhirnya yang
memberhentikan bus. Kami berduapun menaiki bus tersebut dan duduk diposisi
paling belakang. Bus terus melaju melewati tempat demi tempat yang sudah tidak
asing lagi bagi kita. Bundaran Simpang lima terlihat masih lengang.
Amin masih tertidur
pulas. Bus terus melaju hingga melewati daerah Gombel yang menanjak itu.
Terdengar bus meraung kencang membawa beban yang cukup berat. Sesekali supir
memindahkan gigi agar bus bisa tetap melaju kecang dijalan yang menanjak.
Akhirya kita sampai di Patung kuda. Aminpun sudah bangun. Suasana di Ngesrep
telah menampakkan kegairahannya. Mobil-mobil kuning yang biasanya beroprasi ke
Kampus UNDIP atau juga kearah jalan Banjarsari
sudah mulai berseliweran menjemput penumpang-penumpang yang juga sedang
sibuk dengan urusannya masing-masing. Dan Akhirnya kita sampai di Gang Tunjung
Sari. Saya sengaja berhenti di Gang Tunjungsari bukan di Gang yang sebelumnya
yakni Gang Gayamsari. Saya ingin mampir sejenak kekontrakannya Amin, juga
sambil mencari sarapan pagi. Segala puji bagi Allah akhirnya kami sampai di
kontrakan Amin. Sayapun duduk-duduk sambil membuka dan memandangi buku yang
dihadiahkan kepada saya di dalam kontrakan Amin. ya, buku “Rihlah Ilmiah” yang
saya dapatkan waktu Workshop di Purwakarta. Selesai.
Semarang,
28 Juni 2012
Anton
1 komentar:
Assalamualaikum...
Saya baca catatan perjalanan anda... dan alhamdulillah bisa ikut menikmati. Sy yakin perjalanan itu sangat bermakna bagi anda hingga anda memang layak menikmati setiap momentnya. Semata krn penghargaan saya thdp perjuangan seseorg untuk sebuah ideologi dan pemahaman bahkan mungkin cita-cita. Barakallahu fikk..!
Insya Allah pada saatnya saya juga akan bergabung dgn komunitas INSIST tidak hanya di dunia maya.
Salam!!
Posting Komentar