Senin, Juli 02, 2012

Ada apa dengan posisi duduk kita?

Biasanya dalam sebuah seminar, pelatihan, kuliah, dan semacamnya  kebanyakan perserta memilih  tempat duduk dibarisan  paling belakang  dan “menghindari” duduk dibarisan paling depan. Ya, inipun pernah saya alami ada semacam perasaan tidak betah duduk paling depan. Kemudian yang membuat saya agak heran adalah ketika salah satu panitia pelaksana menghimbau supaya peserta menempati kursi yang ada didepan terlih dahulu. Lalu bagaimana reaksinya? bisa dibilang peserta tidak bergeming (meskipun ada sebagian yang pindah tapi sedikit). Kemudian panitia pun mengingatkan berulang-ulang agar kursi depan diisi terlebih dahulu dengan intonasi yang lebih ‘menekan’ dari himbauan sebelumnya. Kemudian jika ada beberapa peserta yang memulai untuk pindah maka biasanya akan serentak diikuti oleh peserta lainnya. Ada apa sih dengan kursi bagian depan?
Hingga saat ini, fenomena ini sering saya saksikan ketika saya kebetulan hadir dalam forum-forum tersebut. Entah mengapa fenomena ini selalu terjadi. Apakah fenomena ini hanya terjadi di Negara kita saja ataukah juga terjadi dinegara-negara lainnya? Saya menduga fenomena seperti itu disebabkan beberapa hal; Yang pertama, Menghindari kursi paling depan dan menempati kursi paling belakang dikarena-kan memang tidak serius mengikuti kegiatan (Seminar, Kuliah, Training, dsb), yang kedua, disebabkan karena tidak percaya diri alias menganggap dirinya belum pantas dan tidak nyaman bahkan tidak ingin dicap sebagai orang pandai. Yang ketiga, ada perasaan takut  yang menyelimuti benak peserta secara berlebihan. Ia tidak ingin dijadikan korban celaan atau tertawaan oleh teman-temannya seandainya nanti sering diajak dialog/ditanya/dijadikan model sebagai sample oleh pembicara (Dosen, Trainer, pemakalah dsb) ketika menyampaikan materi. Yang keempat adalah mungkin memang sudah bawaan sifat perserta yang low profile tidak ingin kelihatan eksis, ia sudah begitu nyaman dengan “kesendiriannya” tanpa perlu menampakkan diri diposisi paling depan. Dan dugaan saya yang kelima adalah mungkin disebabkan perasaan minder akut (parah) disebabkan karena terjadi gangguan kepribadian, bisa dari faktor keluarga, lingkungan masyarakat. Dan saya cendrung berpendapat bahwa faktor terakhirlah yang menjadi factor utama.
Memang dalam sejarahnya bangsa Indonesia pernah dijajah oleh berberapa negara seperti Portugis, VOC (Vereeneging Oost Compagnie), Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, Prancis, Pendudukan Tentara Jepang dan sekarang Amerika. Bangsa kita terus-menerus mengalami perbudakan-perbudakan (dipaksa menjadi budak). Khusunya bagi penjajahan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang paling lama. Ada yang mengatakan 350 tahun, yakni dihitung sejak berdirinya VOC pada tahun 1602. Tetapi ada juga yang tidak sepakat mengatakan bahwa Indonesia dijajah hingga 350-tahun karena Aceh saja baru bisa dikalahkan pada awal abad 20 ( tahun 1904). Sehingga tidak bisa dikatakan bahwa Belanda sudah menguasai “Indonesia” selama ratusan tahun. Pendapat seperti itu bisa dikatakan Ahistoris. Tetapi yang jelas bangsa kita memang telah mengalami penjajahan demi penjajahan.
Seperti pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda bangsa kita diperlakukan secara diskriminatif oleh hukum buatan Kolonial. Dalam buku sejarah kita menjadi tahu bahwa bangsa kita lahir ditanahnya sendiri diposisikan dalam stratifikasi social (lapisan social) paling rendah. Kita tahu bahwa pada waktu itu stratifikasi social yang berlaku; bangsa kelas satu ditempati oleh orang-orang Eropa, bangsa kelas dua ditempati oleh orang Timur Asing (Jepang, Cina, Arab) dan yang terendah adalah pribumi. Bahkan yang membuat miris adalah pribumi disejajarkan dengan anjing!. Apa buktinya?. Buktinya Pemerinta Kolonial Hindia Belanda melakukan pelarangan kepada pribumi untuk memasuki area-area khusus dengan kalimat “Selain bangsa Eropa, pribumi dan Anjing dilarang masuk!”.
Tulisan ini bukan saya niatkan untuk mengobarkan permusuhan antar sesama anak manusia. Tetapi pada waktu itu memang demikian adanya dari beberapa literature yang saya baca. Itu adalah masa lalu yang begitu berharga untuk kita jadikan pelajaran. Itu semua telah dikontruksikan sedemikian rupa oleh penjajah demi melanggengkan kekuasaanya dengan melakukan politik pecah belah (Devide et Impera) antar sesama etnis selama ratusan tahun mendiami nusantara secara damai.
Kini, sudah 65 tahun Indonesia merdeka (diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945) namun dampak dari penjajahan tersebut ternyata masih terlihat dibeberapa sikap dan perilaku kita. Sehingga membuat kita selalu merasa inferior (Minderwaardigheid). Mungkin saja hal lumrah seperti posisi duduk itu juga merupakan salah satu efek karena dahulu bangsa pribumi selalu diposisikan terbelakang dan selalu dibelakang. Dan perilaku tersebut secara kontunyu dipaksanakan oleh penjajah hingga terinternalisasi kedalam lubuk-sanubari bangsa kita.(dimuat di Republika Online tanggal 10 Juli 2012)
Semarang, 2 Juli 2012

Tidak ada komentar: