Biasanya
dalam sebuah seminar, pelatihan, kuliah, dan semacamnya kebanyakan perserta memilih tempat duduk dibarisan paling belakang dan “menghindari” duduk dibarisan paling
depan. Ya, inipun pernah saya alami ada semacam perasaan tidak betah duduk
paling depan. Kemudian yang membuat saya agak heran adalah ketika salah satu
panitia pelaksana menghimbau supaya peserta menempati kursi yang ada didepan
terlih dahulu. Lalu bagaimana reaksinya? bisa dibilang peserta tidak bergeming
(meskipun ada sebagian yang pindah tapi sedikit). Kemudian panitia pun
mengingatkan berulang-ulang agar kursi depan diisi terlebih dahulu dengan
intonasi yang lebih ‘menekan’ dari himbauan sebelumnya. Kemudian jika ada
beberapa peserta yang memulai untuk pindah maka biasanya akan serentak diikuti
oleh peserta lainnya. Ada apa sih dengan kursi bagian depan?
Hingga
saat ini, fenomena ini sering saya saksikan ketika saya kebetulan hadir dalam
forum-forum tersebut. Entah mengapa fenomena ini selalu terjadi. Apakah
fenomena ini hanya terjadi di Negara kita saja ataukah juga terjadi
dinegara-negara lainnya? Saya menduga fenomena seperti itu disebabkan beberapa
hal; Yang pertama, Menghindari kursi paling depan dan menempati kursi paling
belakang dikarena-kan memang tidak serius mengikuti kegiatan (Seminar, Kuliah,
Training, dsb), yang kedua, disebabkan karena tidak percaya diri alias
menganggap dirinya belum pantas dan tidak nyaman bahkan tidak ingin dicap sebagai
orang pandai. Yang ketiga, ada perasaan takut yang menyelimuti benak peserta secara berlebihan.
Ia tidak ingin dijadikan korban celaan atau tertawaan oleh teman-temannya
seandainya nanti sering diajak dialog/ditanya/dijadikan model sebagai sample oleh pembicara (Dosen, Trainer, pemakalah
dsb) ketika menyampaikan materi. Yang keempat adalah mungkin memang sudah
bawaan sifat perserta yang low profile
tidak ingin kelihatan eksis, ia sudah begitu nyaman dengan “kesendiriannya”
tanpa perlu menampakkan diri diposisi paling depan. Dan dugaan saya yang kelima
adalah mungkin disebabkan perasaan minder akut (parah) disebabkan karena
terjadi gangguan kepribadian, bisa dari faktor keluarga, lingkungan masyarakat.
Dan saya cendrung berpendapat bahwa faktor terakhirlah yang menjadi factor utama.
Memang
dalam sejarahnya bangsa Indonesia pernah dijajah oleh berberapa negara seperti Portugis,
VOC (Vereeneging Oost Compagnie),
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, Prancis, Pendudukan Tentara Jepang dan
sekarang Amerika. Bangsa kita terus-menerus mengalami perbudakan-perbudakan
(dipaksa menjadi budak). Khusunya bagi penjajahan Pemerintah Kolonial Hindia
Belanda yang paling lama. Ada yang mengatakan 350 tahun, yakni dihitung sejak berdirinya VOC pada tahun 1602. Tetapi ada juga yang tidak
sepakat mengatakan bahwa Indonesia dijajah hingga 350-tahun karena Aceh saja
baru bisa dikalahkan pada awal abad 20 ( tahun 1904). Sehingga tidak bisa
dikatakan bahwa Belanda sudah menguasai “Indonesia” selama ratusan tahun.
Pendapat seperti itu bisa dikatakan Ahistoris. Tetapi yang jelas bangsa kita
memang telah mengalami penjajahan demi penjajahan.
Seperti
pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda bangsa kita diperlakukan secara
diskriminatif oleh hukum buatan Kolonial. Dalam buku sejarah kita menjadi tahu
bahwa bangsa kita lahir ditanahnya sendiri diposisikan dalam stratifikasi social
(lapisan social) paling rendah. Kita tahu bahwa pada waktu itu stratifikasi social
yang berlaku; bangsa kelas satu ditempati oleh orang-orang Eropa, bangsa kelas
dua ditempati oleh orang Timur Asing (Jepang, Cina, Arab) dan yang terendah
adalah pribumi. Bahkan yang membuat miris adalah pribumi disejajarkan dengan
anjing!. Apa buktinya?. Buktinya Pemerinta Kolonial Hindia Belanda melakukan
pelarangan kepada pribumi untuk memasuki area-area khusus dengan kalimat “Selain
bangsa Eropa, pribumi dan Anjing dilarang masuk!”.
Tulisan
ini bukan saya niatkan untuk mengobarkan permusuhan antar sesama anak manusia.
Tetapi pada waktu itu memang demikian adanya dari beberapa literature yang saya
baca. Itu adalah masa lalu yang begitu berharga untuk kita jadikan pelajaran.
Itu semua telah dikontruksikan sedemikian rupa oleh penjajah demi melanggengkan
kekuasaanya dengan melakukan politik pecah belah (Devide et Impera) antar sesama
etnis selama ratusan tahun mendiami nusantara secara damai.
Kini,
sudah 65 tahun Indonesia merdeka (diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945)
namun dampak dari penjajahan tersebut ternyata masih terlihat dibeberapa sikap
dan perilaku kita. Sehingga membuat kita selalu merasa inferior (Minderwaardigheid). Mungkin saja hal
lumrah seperti posisi duduk itu juga merupakan salah satu efek karena dahulu bangsa
pribumi selalu diposisikan terbelakang dan selalu dibelakang. Dan perilaku
tersebut secara kontunyu dipaksanakan oleh penjajah hingga terinternalisasi kedalam
lubuk-sanubari bangsa kita.(dimuat di Republika Online tanggal 10 Juli 2012)
Semarang,
2 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar