Senin, Juli 02, 2012

Kondomisasi sebuah Kebohongan Publik

Sekali lagi kita dikejutkan oleh kebijakan pemerintah. Setelah beberapa bulan lalu rakyat dibuat “marah” dengan rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, kini muncul lagi kebijakan dari Kementrian Kesehatan (KemenKes) yang ‘nyeleneh’. Dengan dalih agar bisa mengurangi tingkat penyebaran penyakit menular, pemerintah mengkampanyekan kondomisasi nasional. Kebijakan ini jelas tidak bijak dan tidak pantas disebut “ke-bijak-an”. Dengan diterapkannya kebijakkan ini jelas pemerintah tidak lagi melindungi nasib gernerasi muda kini dan dimasa yang akan datang. Kondomisasi justru membuka akses untuk melakukan seks bebas. Padahal secara medis sudah dibuktikan antala lain;
1. Penelitian yang dilakukan oleh Lytle, et. al. (1992) dari Division of Life Sciences, Rockville,   Maryland, USA, membuktikan bahwa penetrasi kondom oleh partikel sekecil virus HIV/AIDS dapat terdeteksi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Carey, et. al. (1992) dari Division of Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA, menemukan kenyataan bahwa virus HIV dapat menembus kondom. Kondom yang beredar di pasaran 30% bocor.
3. Direktur Jenderal WHO, Hiroshi Nakajima (1993) menyatakan bahwa efektivitas kondom diragukan. Pernyataan J. Mann (1995) dari Harvard AIDS Institute yang menyatakan bahwa tingkat keamanan kondom (bebas kebocoran) hanya 70%.
4. Dalam konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995) dilaporkan bahwa penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pori- pori kondom berdiameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang, sedangkan bila dalam keadaan meregang pori-pori tersebut mencapai 10 kali lebih besar. Sementara kecilnya virus HIV berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian jelas bahwa virus HIV dapat dengan leluasa menembus kondom.
5. Laporan dari majalah Costumer Reports (1995) menyatakan bahwa pemeriksaan dengan menggunakan elektron mikroskop dapat dilihat pori-pori kondom yang 10 kali lebih besar dari virus HIV.
6. Pernyataan dari M. Potts (1995) Presiden Family Health International, salah satu pencipta kondom mengakui antara lain bahwa : “Kami tidak dapat memberitahukan kepada khalayak ramai sejauh mana kondom dapat memberikan perlindungan pada seseorang. Sebab, menyuruh mereka yang telah masuk ke dalam kehidupan yang memiliki resiko tinggi (seks bebas dan pelacuran) ini untuk memakai kondom, sama saja artinya dengan menyuruh orang yang mabuk memasang sabuk ke lehernya”.
7. Pernyataan dari V. Cline (1995), Profesor psikologi dari Unversitas Utah, Amerika Serikat, menegaskan bahwa memberi kepercayaan kepada remaja atas keselamatan berhubungan seksual dengan menggunakan kondom adalah sangat keliru. Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan.
8. Pernyataan pakar AIDS, R. Smith (1995), setelah bertahun- tahun mengikuti ancaman AIDS dan penggunaan kondom, mengecam mereka yang telah menyebarkan “safe sex” dengan cara menggunakan kondom sebagai “sama saja dengan mengundang kematian”. Selanjutnya beliau mengetengahkan pendapat agar reiko penularan/penyebara n HIV/AIDS diberantas dengan cara menghindari hubungan seksual di luar nikah. Di Indonesia pada tahun 1996 yang lalu kondom yang diimport dari Hongkong ditarik dari peredaran karena 50% bocor.
9.  Gordon Wambi (2003) seorang aktivis AIDS menyatakan ketidaksetujuannya pemakaian kondom. Hal ini sesuai dengan Vatican’s Pontifical Council for Family yang menyerukan kepada pemerintah agartidak menganjurkan pemakaian kondom kepada rakyatnya; kampanye kondom sama saja resikonya dengan kampanye   rokok,   bahayanya sama.[1] Dan masih sederet lagi penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa pemakaian kondom sangat beresiko. Oleh karena itu sungguh sangat mengherankan darimanakah pemerintah dalam hal ini Kementrian kesehatan mencari referensi dalam menerapkan kebijakannya untuk mengkampanyekan kondom?.
           Ketua Majelis Ulama (MUI) Indonesia Prof Yunahar Ilyas dalam Koran Republika (29/06/2012) menilai langkah tersebut adalah solusi instan yang ditawarkan tanpa memperhatikan norma agama dan budaya. Seharusnya dikaji apa sebab terjadinya pergaulan bebas.  Senada dengan penryataan Ketua MUI Ketua Umum Muhamadiyah Din Syamsudin menyatakan “Upaya kampanye yang dilakukan saat ini justru mendorong perilaku seks bebas, lalu beliau juga menyatakan “Dengan kampanye kondom sama saja melakukan pendidikan dengan pendekatan liberal”.
Dari beberapa penelitian ilmiah dan beberapa pandangan tokoh agama tersebut sudah memberikan gambaran yang jelas bahwa kondomisasi bukanlah sebuah solusi yang tepat. Pendekatan agama tetap-lah menjadi sandaran yang utama bukan dengan pendekatan ala barat. Kemudian pemerintah seharusnya melindungi rakyatnya (khususnya generasi muda) dengan mengkampanyekan gerakan anti seks bebas di media-media, dipinggir jalan, dan dimanapun. Selain itu pemerintah lebih menggiatkan lagi pendidikan seks yang bermoral bukan dengan mengkampanyekan kondomisasi yang menabrak sendi-sendi agama. Dalam Islam jelas “Jangan mendekati zina”. Tidak usah kampanye kondom toh saat ini kondom mudah sekali didapatkan ditempat-tempat perbelanjaan bahkan dijadikan hadiah dalam membeli produk-produk tertentu.,.Negara ini adalah negara yang berketuhanan. Kampanye kondom jelas bukanlah solusi dinegara yang berketuhanan, itu adalah solusi dinegara yang tidak bertuhan.



[1] “Kampanye Dukungan untuk Menolak Pekan Kondom Nasional 2007” oleh Yuhana dalam http://yuhana.wordpress.com diunduh tanggal 30 Juni 2012 pukul 17.00


Tidak ada komentar: