Sekali lagi kita
dikejutkan oleh kebijakan pemerintah. Setelah beberapa bulan lalu rakyat dibuat
“marah” dengan rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, kini muncul lagi
kebijakan dari Kementrian Kesehatan (KemenKes) yang ‘nyeleneh’. Dengan dalih
agar bisa mengurangi tingkat penyebaran penyakit menular, pemerintah
mengkampanyekan kondomisasi nasional. Kebijakan ini jelas tidak bijak dan tidak
pantas disebut “ke-bijak-an”. Dengan diterapkannya kebijakkan ini jelas
pemerintah tidak lagi melindungi nasib gernerasi muda kini dan dimasa yang akan
datang. Kondomisasi justru membuka akses untuk melakukan seks bebas. Padahal
secara medis sudah dibuktikan antala lain;
1. Penelitian
yang dilakukan oleh Lytle, et. al. (1992) dari Division of Life Sciences, Rockville, Maryland, USA, membuktikan bahwa penetrasi
kondom oleh partikel sekecil virus HIV/AIDS dapat terdeteksi.
2. Penelitian
yang dilakukan oleh Carey, et. al. (1992) dari Division of Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA, menemukan
kenyataan bahwa virus HIV dapat menembus kondom. Kondom yang beredar di pasaran
30% bocor.
3. Direktur
Jenderal WHO, Hiroshi Nakajima (1993) menyatakan bahwa efektivitas kondom
diragukan. Pernyataan J. Mann (1995) dari Harvard AIDS Institute yang
menyatakan bahwa tingkat keamanan kondom (bebas kebocoran) hanya 70%.
4. Dalam
konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995) dilaporkan bahwa
penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pori- pori kondom berdiameter 1/60
mikron dalam keadaan tidak meregang, sedangkan bila dalam keadaan meregang
pori-pori tersebut mencapai 10 kali lebih besar. Sementara kecilnya virus HIV
berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian jelas bahwa virus HIV dapat dengan
leluasa menembus kondom.
5. Laporan
dari majalah Costumer Reports (1995) menyatakan bahwa pemeriksaan dengan
menggunakan elektron mikroskop dapat dilihat pori-pori kondom yang 10 kali lebih
besar dari virus HIV.
6. Pernyataan
dari M. Potts (1995) Presiden Family Health International, salah satu pencipta
kondom mengakui antara lain bahwa : “Kami tidak dapat memberitahukan kepada
khalayak ramai sejauh mana kondom dapat memberikan perlindungan pada seseorang.
Sebab, menyuruh mereka yang telah masuk ke dalam kehidupan yang memiliki resiko
tinggi (seks bebas dan pelacuran) ini untuk memakai kondom, sama saja artinya
dengan menyuruh orang yang mabuk memasang sabuk ke lehernya”.
7. Pernyataan
dari V. Cline (1995), Profesor psikologi dari Unversitas Utah, Amerika Serikat,
menegaskan bahwa memberi kepercayaan kepada remaja atas keselamatan berhubungan
seksual dengan menggunakan kondom adalah sangat keliru. Jika para remaja
percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin
lainnya, berarti mereka telah tersesatkan.
8. Pernyataan
pakar AIDS, R. Smith (1995), setelah bertahun- tahun mengikuti ancaman AIDS dan
penggunaan kondom, mengecam mereka yang telah menyebarkan “safe sex” dengan
cara menggunakan kondom sebagai “sama saja dengan mengundang kematian”.
Selanjutnya beliau mengetengahkan pendapat agar reiko penularan/penyebara n
HIV/AIDS diberantas dengan cara menghindari hubungan seksual di luar nikah. Di
Indonesia pada tahun 1996 yang lalu kondom yang diimport dari Hongkong ditarik
dari peredaran karena 50% bocor.
9. Gordon
Wambi (2003) seorang aktivis AIDS
menyatakan ketidaksetujuannya pemakaian kondom. Hal ini sesuai dengan Vatican’s
Pontifical Council for Family yang menyerukan kepada pemerintah agartidak
menganjurkan pemakaian kondom kepada rakyatnya; kampanye kondom sama saja resikonya
dengan kampanye rokok, bahayanya sama.[1]
Dan masih sederet lagi penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa pemakaian kondom
sangat beresiko. Oleh karena itu sungguh sangat mengherankan darimanakah
pemerintah dalam hal ini Kementrian kesehatan mencari referensi dalam
menerapkan kebijakannya untuk mengkampanyekan kondom?.
Ketua Majelis Ulama (MUI) Indonesia Prof
Yunahar Ilyas dalam Koran Republika (29/06/2012) menilai langkah tersebut
adalah solusi instan yang ditawarkan tanpa memperhatikan norma agama dan
budaya. Seharusnya dikaji apa sebab terjadinya pergaulan bebas. Senada dengan penryataan Ketua MUI Ketua Umum
Muhamadiyah Din Syamsudin menyatakan “Upaya kampanye yang dilakukan saat ini
justru mendorong perilaku seks bebas, lalu beliau juga menyatakan “Dengan
kampanye kondom sama saja melakukan pendidikan dengan pendekatan liberal”.
Dari beberapa penelitian ilmiah dan beberapa
pandangan tokoh agama tersebut sudah memberikan gambaran yang jelas bahwa
kondomisasi bukanlah sebuah solusi yang tepat. Pendekatan agama tetap-lah
menjadi sandaran yang utama bukan dengan pendekatan ala barat. Kemudian
pemerintah seharusnya melindungi rakyatnya (khususnya generasi muda) dengan
mengkampanyekan gerakan anti seks bebas di media-media, dipinggir jalan, dan
dimanapun. Selain itu pemerintah lebih menggiatkan lagi pendidikan seks yang
bermoral bukan dengan mengkampanyekan kondomisasi yang menabrak sendi-sendi
agama. Dalam Islam jelas “Jangan mendekati zina”. Tidak usah kampanye kondom toh saat ini kondom mudah sekali didapatkan
ditempat-tempat perbelanjaan bahkan dijadikan hadiah dalam membeli
produk-produk tertentu.,.Negara ini adalah negara yang berketuhanan. Kampanye
kondom jelas bukanlah solusi dinegara yang berketuhanan, itu adalah solusi
dinegara yang tidak bertuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar