Satu bulan lebih
saya tidak menulis. Tepatnya tidak menulis karangan panjang. Biasanya dalam
sebulan, saya bisa membuat 3 karangan bebas yang berisi pemikiran, kesan, dan
apa saja yang saya rasa perlu dituliskan. Jika menulis yang ringkas-ringkas mungkin tiap jam seperti menulis status
facebook, bbm, dan wahats up. Memang
faktor utama yang menyebabkan berkurangnya produktivitas saya dalam menulis karena
kesibukan baru yang saya lakoni sekarang. Kini saya mempunyai amanah menjadi pengajar
sejarah di SMA Ihsanul Fikri Mungkid Magelang. Padahal jadwal mengajar saya
bisa dikatakan sangat longgar. Namun ternyata saya lebih banyak di beri tugas
diluar sekolah.
Di penghujung
penerapan kurikulum KTSP (Kurikulum Terpadu Satuan Pendidikan) ini, porsi
pelajaran sejarah sedikit sekali. Kelas X hanya mendapat porsi 1 jam pelajaran (45 menit), kelas XI IPS2 jam,
dan kelas XI IPA mendapat porsi 1 jam
dalam seminggu. Singkat sekali. Saya tidak mengerti alasan dari pihak kurikulum
memberikan porsi yang sedikit terhadap mata pelajaran sejarah. Padahal di
sekolah umum lainnya, mata pelajaran sejarah mendapat jatah waktu 2 jam. Dalam porsi waktu tersebut saya harus
menyampaikan materi sejarah yang begitu banyak. Waktu yang sangat tidak ideal
memang. Tapi apa mau dikata, sebagai pendatang baru saya mencoba mengikuti
ritme terlebih dahulu. Sebetulnya banyak waktu luang bagi saya jika hanya
sebagai pengajar sejarah. Menjadi seorang pengajar (guru) tidak menjadikan saya
terbebani. Bagi saya mengajar merupakan hal yang menyenangkan dan melapangkan
dada. Saya merasa banyak hal yang bisa
diberikan kepada anak-anak. Bagi saya mengajar bukanlah sekadar rutinitas tanpa
makna. Bagi saya mengajar merupakan tugas mulia. Oleh sebab itu saya berusaha
seoptimal mungkin memberikan yang terbaik bagi anak-anak. Ada hal yang
mengganjal saat saya ingin menyampaikan pelajaran. Saya pada semester pertama
belum memiliki laptop. Hal ini membuat saya merasa kurang optimal dalam
memberikan pelajaran sehingga saya berusaha sebisa mungkin menyampaikan materi
dengan atraktif, lugas dan deskriptif.
Satu kali dua kali metode saya ini tidak menjadi masalah namun kalau saya
tidak ada variasi mengajar, hanya berbekal ceramah saja sepertinya materi yang
saya sampaikan belum bisa diserap dengan baik oleh anak-anak. Apa yang saya
sampaikaikan detail-detailnya belum dipahami anak dengan baik. Dan anak-anak
pun merasa bosan dengan cara seperti ini. Pelajaran sejarah seharusnya bisa
sangat menyenangkan jika dilengkapi perangkat yang menunjang. Saya pun
menyadari pada semester pertama ini saya mengajar dalam keadaan kurang optimal.
Mengajar sejarah
bagi saya bukan hanya menceritakan kronologis peristiwa-peristiwa sejarah, dan
menuntut anak-anak mengejar nilai tinggi belaka. Bukan!. Mengajar sejarah bagi
saya lebih dari sekadar menjalankan kewajiban sebagai karyawan sekolah.Tapi
sebagai cara saya memberikan pencerahan dan inspirasi kepada anak-anak. Apalagi
saya menyadari bahwa kurikulum sejarah nasional menurut saya ada beberapa hal
yang masih abu-abu dan bahkan bersebrangan dengan nilai-nilai Islam. Sekolah
Islam terpadu pun mau tidak mau harus memakai buku panduan yang ditulis oleh
orang yang notabene secara pemikiran belum jelas arahannya. Inilah keprihatinan
saya sehingga membuat hati saya terpanggil ikut mengarahkan anak-anak didik
agar tidak “disesatkan” oleh kisah sejarah yang bersebrangan dengan pemikiran
Islam. Dan hati saya pun sebetulnya menyimpan keprihatinan yang mendalam dengan
pengelola kurikulum yang minim apresiasi terhadap mata pelajaran sejarah.
Meskipun demikian, saya tidak akan membuat ulah dengan banyak melakukan kritik-sana-sini.
Saya percaya bahwa pengelola pun tidak lama kemudian akan menyadari bahwa
pendidikan sejarah bagi siswa adalah urgen.
Dan yang sedikit
menggembirakan saat ini kurikulum 2013 menaru perhatian besar terhadap
pelajaran sejarah. Kurikulum 2013 ini saya sadari adalah hasil debat panjang “orang
langitan” yang konsern terhadap pendidikan di Indonesia. Meskipun banyak
terjadi pro kontra terhadap kurikulum ini,
Inilah salah
satu alasan saya mengapa saya memilih “bekerja” sebagai guru yang mungkin secara
materi gajinya tidak tinggi. Tapi secara mental, saya merasakan kepuasan batin
sebagai guru. Saya merasa ilmu yang saya dapatkan selama ini berguna bagi orang
lain. Dan sebagai manusia saya merasa lebih berharga. Semoga jalan hidup yang
saya pilih ini merupakan letera hidup saya.
Mungkid,
Magelang 14 Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar