Senin, Juli 06, 2015

Mengakhiri Mitos Islam Versus “Barat” Sejak dari Pikiran

Tahun 1996 Samuel Philip Hutington atau biasa dikenal Samuel P. Hutington menerbitkan buku yang berjudul Clash of Civilization And The Remaking New Order yang dalam bahasa Indonesia berarti “Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia”.

Tanggapan masyarakat dunia pun luar biasa apresiatif. Banyak diskusi digelar di berbagai tempat menanggapi pandangan-pandangan Hutington mengenai hubungan antara Islam dan Barat dimasa depan.

Samuel P. Huntington lahir di New York City, 18 April 1927 dan wafat di Martha's Vineyard, 24 Desember 2008 adalah seorang ilmuwan politik Amerika Serikat yang sangat berpengaruh. Ia adalah Guru Besar sekaligus Ketua Jurusan Ilmu Politik di Universitas Harvard dan Ketua Harvard Academy untuk Kajian Internasional dan Regional, di Weatherhead Center for International Affairs. (lebih lengkapnya lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Samuel_Huntington)

Hutington membagi dunia menjadi delapan lingkungan kebudayaan yang berbasis agama, seperti Kristen, Islam, Hiduisme dan Konfusianisme. Dalam tesisnya ia meramalkan persaingan antar berbagai macam lingkungan kebudayaan itu. Dia juga mengatakan persaingan dan konflik di antara kebudayaan itu tidak dapat dihindari. Bukunya sejak tahun 1996 dapat dibaca oleh kebanyakan lingkungan kebudayaan, karena diterjemahkan dalam 39 bahasa dan bahkan berhasil menarik perhatian pembaca yang unikpun. Setelah serangan teror 11 September 2001 Osama bin Laden bahkan mengatakan bahwa serangannya didasari tesis Huntington dan menyebutnya sebagai titik puncak pertama benturan kebudayaan.

Tesis Hutington Yang Memicu Konflik Dunia
Tesis Hutington menuai pujian sekaligus kritik tajam. Dikotomi Islam Vs “Peradaban Barat” dianggap akan memicu konflik. Bisa jadi buku itu juga menjadi salah satu penyebab begitu negatifnya masyarakat masyarakat Barat memandang Ajaran Islam dan kaum muslimin hingga saat ini. Begitu juga sebaliknya sebagian kaum muslimin dalam memandang “Barat”.

Beberapa cendikiawan Muslim diantaranya Prof. Dawam Rahardjo, Prof Azyumardi Azra dan Abdurrahman Wakhid mengritik tajam tesis Hutington tersebut. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam suatu kesempatan di Tokyo tahun 1997 membantai tesis Hutington di forum internasional tersebut. Koran Shinbun pemrakarsa acara menghadirkan pula tokoh-tokoh agama dunia seperti Chang Heng Chi (Konfusian), Prof Aoki (Shinto) dan sebagai moderator Jhon Howard (ex PM Aussie) bahkan Hutington sendiri hadir dalam acara tersebut.

Di depan Hutington sendiri Gus Dur melontarkan pendapatnya:
“"Prof, saya terpaksa tidak menerima teori Anda tentang benturan peradaban. Kenapa? Karena ratusan ribu muslim tiap tahun belajar di Barat. Walaupun mereka kelihatannya cuma belajar teknologi, administrasi, kedokteran, dll, bukan mustahil jika mereka hanya mengambil ilmunya saja. Namun, ini yang Prof harus tahu! Mereka tidak mungkin menjadi Barat 100%. Karena itu harapan Anda untuk membaratkan mereka itu tidak betul.

Saya kasih contoh. Saya ini memakai celana, kemeja, dasi, sepatu, juga pergi ke Bioskop, itu semua dari Barat. Tetapi di rumah saya tetap seperti dulu. Saya tidak doyan babi, tidak minum-minuman keras, judi, dst. Sebab saya bukan Barat 100%. Saya mengikuti modernisasi tetapi tidak mengikuti westernisasi. Kalo Anda tiba-tiba menganggap saya musuh Barat, ya lucu”.

Kemarin, lanjut Gus Dur, "Saya naik pesawatnya orang Barat. Saya katakan, jika dilihat dari atas, hutan itu sama, hijau. Padahal banyak pohon berbeda-beda. Diantara pohon-pohon itu ada yg rendah ada juga yang tinggi, ada yang berdaun lebat ada yang jarang. Anda terlalu banyak melihat perbedaan pohon-pohon dan tidak melihat hutannya. Anda tidak melihat cara hidup mereka secara keseluruhan. Nah, itulah yang Anda lihat sebagai perbedaan antara Islam dan yang lain. Dari situ Anda salah, dan Anda juga memakai double morality. Seharusnya Anda tahu, dua hal itu tidak diperbolehkan dalam ilmu pengetahuan.

"Di Yerussalem, da kelompok Yahudi Ultra Ortodok yang setiap hari Sabtu melempari mobil yang lewat denagan batu. Mereka beranggapan bahwa menyetir itu bekerja. Saya sendiri bertanya-tanya, yang namanya "melempar" itukan sudah bekerja. Mereka memang aneh. Meski begitu, Prof Huntington akan tetap bilang jika mereka    anak-anak    kita    juga,    anak-anak    yang lahir dari peradaban Barat. Namun sebaliknya, ketika ada anak-anak muslim yg melakukan hal-hal yang tingkatannya di bawah itu Anda berkomentar. Anda akan mengatakan, mereka fundamentalis, ekstrimismilitas, Islamis dan tetek-bengek seolah mereka musuh Anda, bukan anak kita. Padahal mereka sebenarnya sekedar tidak mau sperti Anda, hanya berbeda saja. Sedangkan orang Islam sendiri berbeda, bahasanya jugaa beda, jangan dianggap sama. Sebagai penutup Gus Dur menegaskan "Cara pandang Anda yg berbeda, double morality, yang Anda pakai inilah yang menyebabkan kelemahan tesis Anda". (Lihat https:// www.facebook. com/ notes/ gofar- sadja/ kritik pukulan- ko-red-gus-dur- terhadap- teori-clash- of- civilization-nya- samuel-hun/ 75862 9174157050)

Hutington terlihat gugup menanggapi penolakan Gus Dur tersbut. John Howard sebagai Moderator tetap memberikan kesempatan kepada Profesor dalam ilmu politik itu untuk menanggapi meskipun jawabannya ngalor-ngidul tidak kunjung arah.


Mengakhiri Mitos Islam Vs Barat ala Samuel P. Hutington

Mitos sering kali menjadi penjara bagi seseorang untuk berpikir jernih. Gara-gara mitos seseorang menjadi stagnan dalam menatap masa depan hubungan Islam dengan “Barat”. Sebagian kaum muslimin hari ini masih terjebak pada mitos tersebut. Tidak semua yang berasal dari “Barat” itu jelek. Tidak semua konsep-konsep yang berasal dari barat harus dicurigai sebagai sesuatu yang mengancam kaum muslimin. Pandangan dikotomis ini sangat berbahaya karena akan memicu konflik abadi antara kaum muslimin di satu sisi dengan “Barat” yang dianggap kafir. Kaum muslimin harus secara kritis menelaah realitas dunia secara ilmiah. Masyarakat “Barat” sendiri bukanlah kumpulan manusia yang homogen dalam memandang ajaran Islam. Tidak semua masyarakat Barat memusuhi Islam. Tidak semua setuju bahwa Islam adalah agama teroris.

Oleh sebab itu pandangan dikotomis antara Islam Vs Barat harus segera diakhiri dengan dengan pandangan yang lebih akomodatif. Memang dalam beberapa hal ide-ide yang berasal dari Barat belum bisa di terima oleh sebagian kaum muslimin tapi bukan suatu kemustahilan justru menjadi alternatif di masa yang akan datang. Islam tidak memusushi “Barat”, tapi kebatilan.

Magelang, 6 Juli 2015

Tidak ada komentar: