Sebagian
dari kita mungkin merasa bangga jika melihat seseorang yang ngomong apa adanya.
Mereka beranggapan bahwa seseorang yang ngomong apa adanya alias blak-blakan
identik dengan sikap jujur, anti hipokrit (munafik) bahkan dianggap pemberani.
Setujukan Anda dengan pendapat tersebut? Bahkan hingga memilih calon pemimpin
daerah pun sering kali tipe blak-blakkan ini dijadikan nilai plus.
Beberapa alasan
Menurut hemat saya ada beberapa alasan
mengapa sebagian orang mengidolakan tipe orang yang bicara blak-blakan.
Pertama, orang yang blak-blakan dalam
berargumen biasanya langsung to the point ke
pokok persoalan. Bahkan saking to the point nya
hingga melupakan situasi dan kondisi sekitarnya. Cenderung tidak berpikir
panjang. Apakah ada yang tersinggung perasaanya dari perkataanya itu atau
tidak, mengganggu kepentingan orang lain atau tidak. Kelebihannya tipe orang
seperti ini memang mampu menunjukkan persoalan yang ‘tabu’ untuk dibahas
menjadi muncul ke permukaan. Dan mau tidak mau, suka tidak suka, harus menjadi
pembahasan agar dicari solusinya segera.
Kedua, orang yang blak-blakan dianggap
anti hipokrit (munafik). Saat berkomunikasi, tipe orang seperti ini
mengekspresikan dirinya dengan seluruh gerakan tubuh terutama raut wajahnya. Ia
menampakkan ekspresi kesenangan dan kesedihannya secara terbuka misalkan marah,
sedih, senang, dsb secara vulgar. Kelebihan tipe orang seperti ini memudahkan
orang lain dalam memahami dirinya.
Ketiga, orang yang blak-blakan biasanya menggunakan kata-kata yang
sederhana dan mudah dipahami. Bahkan kadang-kadang dalam mengekspresikan
emosinya menggunakan kata-kata yang kurang sopan/halus menurut pandangan umum.
Beberapa catatan
Jika
argumen-argumen diatas dianggap sebuah kelebihan, mungkin saja demikian. Namun
bagi saya orang yang blak-blakkan memiliki catatan-catatan khusus.
Pertama, orang yang blak-blakkan
biasanya tidak memiliki kontrol adab yang baik. Padahal dalam
berkomunikasi, sisi adab menjadi hal yang sangat penting. Ketika sedang
berbicara (apalagi berbicara dikhalayak ramai) seseorang perlu memperhatikan
soal adab ini. Tidak semua orang suka dengan gaya blak-blakan. Terlebih-lebih
jika ada orang yang sangat sensitif perasaanya. Sikap blak-blakan justru akan
disalahartikan. Selain itu gaya komunikasi blak-blakan bagi sebagian orang
dianggap kurang berkenan karena dianggap kurang sopan. Gaya komunikasi
blak-blakan lebih cendrung menginginkan agar selalu dipahami bukan memahami.
Faktanya dalam masyarakat terdiri dari banyak level (usia, latar belakang suku,
agama, pendidikan dsb). Berbicara blak-blakan pun perlu memperhatikan situasi
dan kondisi, alias tidak sembarang ucap.
Kedua, orang yang blak-blakan
cenderung menjadi faktor disharmonisasi. Bisa jadi bukan karena keberanian
persoalan yang dikemukakannya dihadapan orang-orang, tapi lebih karena faktor
penyampaiannya yang kurang tepat dan menarik. Nah disinilah menjadi penyebab
kakunya hubungan antar individu. Sekilas mungkin orang yang blak-blakkan akan
terlihat cair dengan sekitarnya, namun keakrabannya itu kurang natural.
Cendrung formalistik.
Ketiga, orang yang blak-blakkan sering
kali menilai fakta di permukaan saja, namun tidak menilai sesuatu dibalik
fakta. Orang yang blak-blakkan ini mudah sekali menjudge sesuatu yang tidak
sesuai dengan pikirannya. Nah inilah kadang-kadang yang menyebabkan orang-orang
yang berada disekitarnya kurang merasa nyaman dengannya. Apalagi yang
dikritisinya itu hasil kerja orang-orang yang ada disekitarnya. Adapun bagi
umat Islam, Nabi Muhammad Saw bersabda “Dari Abu Hurairah radiallaahuanhu,
sesungguhnya Rosulullah bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir hendaklah dia BERKATA BAIK ATAU DIAM, siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya (Riwayat
Bukhori dan Muslim).
Bringin, Kabupaten Semarang 21 Oktober
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar