Jumat, Oktober 21, 2016

Tentang Seseorang Yang Katanya Suka “Ngomong Apa Adanya”



Sebagian dari kita mungkin merasa bangga jika melihat seseorang yang ngomong apa adanya. Mereka beranggapan bahwa seseorang yang ngomong apa adanya alias blak-blakan identik dengan sikap jujur, anti hipokrit (munafik) bahkan dianggap pemberani. Setujukan Anda dengan pendapat tersebut? Bahkan hingga memilih calon pemimpin daerah pun sering kali tipe blak-blakkan ini dijadikan nilai plus.

 Beberapa alasan
Menurut hemat saya ada beberapa alasan mengapa sebagian orang mengidolakan tipe orang yang bicara blak-blakan.
Pertama, orang yang blak-blakan dalam berargumen biasanya langsung to the point ke pokok persoalan. Bahkan saking to the point nya hingga melupakan situasi dan kondisi sekitarnya. Cenderung tidak berpikir panjang. Apakah ada yang tersinggung perasaanya dari perkataanya itu atau tidak, mengganggu kepentingan orang lain atau tidak. Kelebihannya tipe orang seperti ini memang mampu menunjukkan persoalan yang ‘tabu’ untuk dibahas menjadi muncul ke permukaan. Dan mau tidak mau, suka tidak suka, harus menjadi pembahasan agar dicari solusinya segera.
Kedua, orang yang blak-blakan dianggap anti hipokrit (munafik). Saat berkomunikasi, tipe orang seperti ini mengekspresikan dirinya dengan seluruh gerakan tubuh terutama raut wajahnya. Ia menampakkan ekspresi kesenangan dan kesedihannya secara terbuka misalkan marah, sedih, senang, dsb secara vulgar. Kelebihan tipe orang seperti ini memudahkan orang lain dalam memahami dirinya.
         Ketiga,  orang yang blak-blakan biasanya menggunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dipahami. Bahkan kadang-kadang dalam mengekspresikan emosinya menggunakan kata-kata yang kurang sopan/halus menurut pandangan umum.

Beberapa catatan 

Jika argumen-argumen diatas dianggap sebuah kelebihan, mungkin saja demikian. Namun bagi saya orang yang blak-blakkan memiliki catatan-catatan khusus.
Pertama, orang yang blak-blakkan biasanya tidak memiliki kontrol adab yang  baik. Padahal dalam berkomunikasi, sisi adab menjadi hal yang sangat penting. Ketika sedang berbicara (apalagi berbicara dikhalayak ramai) seseorang perlu memperhatikan soal adab ini. Tidak semua orang suka dengan gaya blak-blakan. Terlebih-lebih jika ada orang yang sangat sensitif perasaanya. Sikap blak-blakan justru akan disalahartikan. Selain itu gaya komunikasi blak-blakan bagi sebagian orang dianggap kurang berkenan karena dianggap kurang sopan. Gaya komunikasi blak-blakan lebih cendrung menginginkan agar selalu dipahami bukan memahami. Faktanya dalam masyarakat terdiri dari banyak level (usia, latar belakang suku, agama, pendidikan dsb). Berbicara blak-blakan pun perlu memperhatikan situasi dan kondisi, alias tidak sembarang ucap.
Kedua, orang yang blak-blakan cenderung menjadi faktor disharmonisasi. Bisa jadi bukan karena keberanian persoalan yang dikemukakannya dihadapan orang-orang, tapi lebih karena faktor penyampaiannya yang kurang tepat dan menarik. Nah disinilah menjadi penyebab kakunya hubungan antar individu. Sekilas mungkin orang yang blak-blakkan akan terlihat cair dengan sekitarnya, namun keakrabannya itu kurang natural. Cendrung formalistik.
Ketiga, orang yang blak-blakkan sering kali menilai fakta di permukaan saja, namun tidak menilai sesuatu dibalik fakta. Orang yang blak-blakkan ini mudah sekali menjudge sesuatu yang tidak sesuai dengan pikirannya. Nah inilah kadang-kadang yang menyebabkan orang-orang yang berada disekitarnya kurang merasa nyaman dengannya. Apalagi yang dikritisinya itu hasil kerja orang-orang yang ada disekitarnya. Adapun bagi umat Islam, Nabi Muhammad Saw bersabda “Dari Abu Hurairah radiallaahuanhu, sesungguhnya Rosulullah bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia BERKATA BAIK ATAU DIAM, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Bringin, Kabupaten Semarang 21 Oktober 2016


Tidak ada komentar: